Diriwayatkan dari Abdillah putera dari Hanzhalah Ghasilul malaikat,
Rasulullah bersabda :
دِرْهَمُ
رِباً يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِينَ
زَنْيَةً
Satu dirham yang didapatkan dari transaksi riba lantas dimanfaatkan
oleh seseorang dalam keadaan dia mengetahui bahwa itu berasal dari riba dosanya
lebih ngeri dari pada berzina sebanyak 36 X. [HR Ahmad]
Catatan Alvers
Perawi hadits ini adalah putera dari Hanzhalah bin ‘Amir bin Ar-Rahib
Al-Anshari yang bergelar Ghasilul malaikat (orang yang jenazahnya dimandikan
malaikat) Digelari demikian karena Hanzhalah ini mendengar seruan perang uhud
saat itu sedang berkumpul dengan istrinya. Iapun langsung keluar mengangkat
senjata untuk berjihad bersama Rasul SAW dan belum sempat mandi junub. Ketika
ia tewas, Rasul SAW melihat para malaikat memandikan jenazahnya sebelum
dikebumikan sehingga ia digelari sebagai
Ghasilul malaikat yang berarti orang yang jenazahnya dimandikan
malaikat. [Lihat Ket.Catatan Kaki Mushannaf Ibn Abi Syaibah]
Berbicara tentang riba maka sangatlah mengerikan dosanya, bagaimana
tidak dosa riba lebih ngeri dari pada berzina sebanyak 36 X. Dalam Hadits yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin mas’ud RA dari Nabi SAW :
الربا
ثلاثة وسبعون بابا ايسرها مثل ان ينكح الرجل أمه وان اربى الربا عرض الرجل المسلم
Riba itu ada 73 pintu. Yang paling ringan diantarannya ialah seperti
seseorang laki-laki yang menikahi (berzina dengan) ibunya, dan
sehebat-hebattnya riba adalah merusak kehormatan seorang muslim. [HR Al-Hakim]
Dosa riba ini tidak hanya dialamatkan kepada dua orang yang
bertransaksi, namun ia mengenai kepada semua pihak yang terlibat didalamnya
karena mereka saling tolong menolong dalam dosa. [Syarah Nawawi] Rasul SAW
bersabda :
لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ
وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
Rasulullah SAW mengutuk pemakan riba, pemberi riba dan penulisnya, serta
dua orang saksinya dan beliau bersabda : mereka itu statusnya sama [HR muslim].
Kata Riba berasal dari bahasa arab yang bermakna ziyadah (tambahan). Riba
menurut istilah syara’ didefinisikan sebagai
فَالرِّبَا
لُغَةً الزِّيَادَةُ وَشَرْعًا عَقْدٌ عَلَى عِوَضٍ مَخْصُوصٍ غَيْرِ مَعْلُومِ
التَّمَاثُلِ فِي مِعْيَارِ الشَّرْعِ حَالَةَ الْعَقْدِ أَوْ مَعَ تَأْخِيرٍ فِي
الْبَدَلَيْنِ أَوْ أَحَدِهِمَا
suatu transaksi yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang tertentu yang
tidak diketahui sama atau tidaknya menurut pandangan syari’at ketika akad atau disertai
penundaan (serah terima) dua objek atau salah satu dari keduanya. [Ianatut
Thalibin]
Secara umum Riba terbagi menjadi 3 macam, yaitu : 1. Riba fadhl adalah
pertukaran barang (ribawi) yang sejenis di mana salah satu kadar barang yang
dipertukarkan tidak sama dalam segi timbangan atau takarannya. Termasuk dalam
kategori ini adalah Riba qardh yaitu manfaat atau barang tertentu yang
disyaratkan oleh pihak pemberi hutang terhadap pihak yang berhutang. 2. Riba
yad yaitu jika salah satu dari penjuual dan pembeli berpisah dari akad sebelum
serah terima. 3. Riba Nasa’i yaitu jika mensyaratkan ada penundaan penyerahan
dua barang ma’qud alaih dalam penukarannya (jual-beli). [Fathul Muin]
Lalu bagaimanakah dengan membeli sepeda motor atau komiditas lainnya
yang ditawarkan dengan dua harga, Jika kontan seharga Rp. 15 Juta dan Jika
kredit selama tiga tahun maka seharga Rp. 20 Juta? Untuk terhindar dari hal-hal
yang terlarang dalam jual beli dan juga riba dalam hal ini perlu diperhatikan
(1) menetukan pilihan harga yang jelas dari kedua belah pihak, sehingga tidak
terjadi penjualan satu barang dengan dua harga (bai’atin fi bai’atain) yang
dilarang oleh Nabi SAW [HR Tirmidzi]. Jika akad tidak jelas dengan tidak
menentukan harga mana yang disepakati dan berlangsung dengan tidak jelas
sehingga sewaktu-waktu harga bisa berubah sesuai dengan lama periode kredit
misalnya maka ini tidak diperbolehkan. Contoh akad yang diperbolehkan adalah
أَمَّا
لَوْ قَالَ: بِعْتُكَ بِأَلْفٍ نَقْدًا، وَبِأَلْفَيْنِ نَسِيئَةً...فَيَصِحُّ
الْعَقْدُ.
Jika penjual berkata : “Aku jual barang ini kepada kamu dengan harga
1.000 kontan atau dengan harga 2.000 dengan kredit... Maka sahlah akadnya. [Raudlatut
Thalibin] setelah pembeli menentukan salah satu pilihannya secara jelas.
Ke (2) Hindarkan dari praktik riba seperti adanya perjanjian pencabutan
barang serta hangusnya uang cicilan disaat konsumen tidak mampu memenuhi
kewajiban angsuran dalam jangka tertentu karena ini adalah tidak sah akadnya
dan akan merugikan pihak pembeli sehingga tahun 2012 silam, Menteri Keuangan saat
itu mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
130/PMK.010/2012 tentang pendaftaran fidusia bagi perusahaan pembiayaan
yang melarang Pihak leasing tidak boleh menarik atau mengambil secara paksa
kendaraan yang telat membayar cicilannya. Penyelesaian terhadap nasabah yang
lalai dalam melakukan pembayaran kewajiban atas beban cicilan kendaraan
diselesaikan melalui jalur hukum. Jika terpaksa melakukannya perjanjian tersebut
di atas maka lakukanlah di luar aqad supaya tidak mempengaruhi keabsahan
aqadnya.
Masalah selanjutnya adalah penukaran uang baru yang ramai saat jelang
lebaran. semisal uang 100 ribuan ditukar
dengan 95 lembar uang pecahan 1000 atau pecahan lainnya. Dalam hal ini ulama
berbeda pendapat sebagaimana Hasil Keputusan Bahtsul Masail ke-9 FMP3 (Forum
Musyawarah Pondok Pesantren Putri) se-Jawa Timur, yaitu menurut ulama’
Syafi’iyyah, hukumnya diperbolehkan, karena mata uang rupiah tidak tergolong
mal ribawi. Sedangkan menurut ulama’ Malikiyyah, hukumnya tidak diperbolehkan,
karena mata uang rupiah bisa disetarakan dengan emas dan perak dalam unsur
ribawi-nya. Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk
membenci dan menjauhi praktik riba dan menuntun kita kepada jual beli yang lan
tabur (tidak merugi).
0 komentar:
Post a Comment