ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Nafi’ beliau berkata:
كَانَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى
رُكْبَتَيْهِ وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ وَأَتْبَعَهَا بَصَرَهُ ثُمَّ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم لَهِىَ
أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنَ الْحَدِيدِ يَعْنِى السَّبَّابَةَ
Abdullah bin ‘Umar ketika duduk saat shalat ia meletakkan kedua
tangannya di atas kedua lututnya dan memberi isyarat dengan jarinya, dan
menjadikan pandangannya mengikuti jari tersebut, kemudian beliau berkata:
Rasulullah SAW bersabda: Ini lebih keras bagi syetan dari pada besi, yakni jari
telunjuk” [HR Ahmad]
Catatan Alvers
Berbicara tentang jari maka banyak aktifitas yang dilakukan dengan
menggunakan jari jemari yang tidak luput dari aturan dalam ajaran islam.
Diantaranya adalah ketika shalat tepatnya saat duduk tasyahhud. Saat itu,
seorang yang shalat meletakkan kedua tangannya dipinggir kedua lututnya sekira
sejajar dengan ujung jari jemarinya, dengan membeber dan merapatkan jemari-jemari
tangan kirinya serta menggenggam jemari-jemari tangan kanannya kecuali jari telunjuk
(bahasa arab: Musabbihah). Sayyid bakri mengatakan :
إنما
سميت مسبحة لأنها يشار بها للتوحيد والتنزيه عن الشريك وخصصت بذلك لاتصالها بنياط
القلب أي العرق الذي فيه فكأنها سبب لحضوره
Jari ini disebut dengan jari telunjuk karena dengan jari ini orang yang
shalat menunjukkan pada keesaan Allah dan penyucian Allah dari segala
kesyirikan, dan karena pertautannya dengan hati yakni terdapat otot yang bersambung
dengan hati sehingga dengan menegakkan jari telunjuk ini diharapkan dapat mendatangkan
konsentrasinya. [I’anatut Thalibiin]
Adapun hikmah dari mengangkat jari telunjuk tersebut disebutkan oleh Syeikh
An-Nawawi Al-Bantani :
ويقصد
بذلك الرفع أن المعبود واحد فيجمع في توحيده بين اعتقاده وقوله وفعله
Seorang yang bertasyahhud mengangkat jari telunjuk dengan tujuan
berisyarat bahwa tuhan yang disembah adalah satu, sehingga saat itu ia mengumpulkan
dalam tauhidnya antara kepercayaan, perkataan dan perbuatan. [Nihayatuz Zain]
Lantas apakah jari telunjuk saat itu diam atau digerak-gerakkan?
Menjawab hal ini Imam Nawawi berkata :
فيه أوجه
( الصحيح ) الذي قطع به الجمهور أنه لا يحركها
Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat dan pendapat yang shahih dan
dipilih oleh mayoritas ulama adalah tidak menggerak-gerakkannya. [Al-Majmu’
Syarah Al-Muhaddzab]
Selanjutnya Beliau menjelaskan, jika seseorang menggerak-gerakkan
jarinya saat tasyahhud maka itu tidaklah membatalkan shalatnya karena itu
adalah termasuk gerakan kecil (amal Qalil). Memang ada riwayat yang menjelaskan
tentang menggerak-gerakkan telunjuk yang dibuat dasar hukum sebagian ulama
(yang mana semuanya berasal dari jalur periwayatan Zaidah bin Qudamah), Namun
mayoritas ulama tidak menggunakan hadits tersebut karena kebanyakan hadits
tidak mencantumkan redaksi “yuharrikuhaa” (menggerak-gerakkan telunjuk tersebut).
[Al-Majmu’ Syarah Al-Muhaddzab]
Imam Baihaqi menggabungkan pemahaman dua versi hadits, beliau berkata :
فَيُحْتَمَلُ
أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ بِالتَّحْرِيكِ الْإِشَارَةَ بِهَا لَا تَكْرِيرَ
تَحْرِيكِهَا فَيَكُونَ مُوَافِقًا لِرِوَايَةِ ابْنِ الزُّبَيْرِ وَاللهُ
تَعَالَى أَعْلَمُ
Kemungkian kuat yang dimaksud dengan “yuharrikuha” adalah berisyarat
dengan jari telunjuk, (Menggerakkan jari) bukan menggerak-gerakkan jari secara
berulang-ulang. Dengan demikian maka jadi sinkronlah riwayat tersebut dengan
riwayat Ibnuz Zubair. [Sunan Al-Kubra]
Jika jari tangan kanan seseorang lemah atau tidak memiliki jari
telunjuk karena amputasi maka tidak perlu mengangkat jari dengan telunjuk kanan
kirinya. Bahkan hukumnya makruh karena menurut Imam Ramli, kesunnahan mengangkat jari telunjuk tangan
kanan gugur untuk orang tersebut. Jika ia menggantinya dengan tangan kiri maka
ia meninggalkan kesunnahan pada tangan kiri untuk melakukan kesunnahan yang bukan
pada tempatnya.
[Hasyiyah al-Jamal]
Selanjutnya, berbicara tentang jari dan penempatan cincin. Anas bin
Malik RA berkata :
كَانَ
خَاتِمُ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى هَذِهِ. وَأَشَارَ إِلَى الْخِنْصَرِ
مِنْ يَدِهِ الْيُسْرَى
“cincin Nabi SAW berada di sini.” Anas berisyarat pada jari kelingking
di tangan kirinya. [HR. Muslim]
Hindari memakai cincin pada jari tengah dan telunjuk. ‘Ali bin Abi
Tholib berkata :
نَهَانِى
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَتَخَتَّمَ فِى إِصْبَعِى هَذِهِ أَوْ
هَذِهِ. قَالَ فَأَوْمَأَ إِلَى الْوُسْطَى وَالَّتِى تَلِيهَا
Rasulullah SAW melarangku untuk memakai cincin pada jari ini atau jari
ini. Ia berisyarat pada jari tengah dan jari (telunjuk) setelahnya. [HR. Muslim]
Imam Nawawi menyebutkan bahwa larangan ini adalah makruh tanzih (bukan
haram) dan selanjutnya beliau berkata :
وأجمع
المسلمون على أن السنة جعل خاتم الرجل في الخنصر ، وأما المرأة فإنها تتخذ خواتيم
في أصابع... وأما التختم في اليد اليمنى أو اليسرى فقد جاء فيه هذان الحديثان ،
وهما صحيحان... وفي مذهبنا وجهان لأصحابنا : الصحيح أن اليمين أفضل لأنه زينة ،
واليمين أشرف ، وأحق بالزينة والإكرام
Kaum muslimin sepakat bahwa yang sunnah itu meletakkan cincin pria di
jari kelingking. Sedangkan untuk wanita, ia boleh meletakkan cincin di jari-jari
(mana saja)... Adapun mengenakan cincin apakah di tangan kanan atau kiri maka
keduanya terdapat hadits shahih...Sehingga terdapat dua pendapat dalam madzhab
kami namun pendapat yang shahih adalah tangan kanan lebih afdhal karena ia
adalah tempatnya perhiasan dan lebih mulia serta lebih patut diberikan
perhiasan dan kemuliaan [Syarh Shahih Muslim]
Selanjutnya, masalah tasybik, menyilangkan jari-jari tangan kanan ke
tangan kiri (ngapurancang: jawa). Tasybik hukumnya makruh jika dilakukan di
masjid ketika menunggu shalat berjamaah dan dilakukan dengan tanpa tujuan, jadi
kalau untuk berwudlu maka tasybik diperbolehkan (La Yadlurr). [Hawasyi
As-Syarwani]
Suatu saat Ka’b bin ‘Ujrah bertemu dengan Abu Ummamah Al-Hanaath saat
ia hendak pergi ke masjid. Ka’b melihat Abu Ummamah sedang tasybik, maka ia
melarang dan berkata : “Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda :
إذا
توضّأ أحدكم فأحسن وضوءه، ثمّ خرج عامداً إلى المسجد فلا يشبِّكنَّ يديه فإِنه في
صلاةٍ.
Apabila salah seorang di antara
kalian berwudlu, dan membaguskan wudlunya, kemudian pergi keluar menuju masjid;
maka janganlah ia melakukan tasybik. Sesungguhnya ia dalam keadaan shalat” [HR
Abu Dawud]
Mengapa saat sedang shalat dilarang ber-tasybik, Rasul SAW bersabda :
إِذَا
كَانَ أَحَدُكُمْ فِي الْمَسْجِدِ فَلَا يُشَبِّكَنَّ فَإِنَّ التَّشْبِيكَ مِنْ
الشَّيْطَانِ وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا يَزَالُ فِي صَلَاةٍ مَا دَامَ فِي
الْمَسْجِدِ حَتَّى يَخْرُجَ مِنْهُ
Jika salah seorang diantara kalian berada di masjid maka sungguh
janganlah ia ber-tasybik karena itu adalah dari setan. Dan sesungguhnya
seseorang dari kalian masih terbilang shalat selama masih berada di masijid sampai
ia keluar [HR Ahmad]
Isma’il bin Umayyah bertanya kepada Naafi’ tentang seorang laki-laki
yang tasybik ketika shalat ?. Maka ia berkata : Telah berkata Ibnu ‘Umar :
تلك صلاة
المغضوب عليهم
“Itu adalah cara shalat orang-orang yang dimurkai oleh Allah” [HR. Abu
Dawud] Yakni orang Yahudi.
Namun ketika seseorang berada di masjid tidak sedang menunggu shalat
atau telah selesai melaksanakan shalat atau berada di luar masjid maka boleh
melakukan tasybik sebab Rasul sendiri melakukannya. Ketika beliau bersabda “Sesungguhnya
seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu bangunan yang saling
menguatkan”. beliau ber-tasybik [HR Bukhari]
Di samping tasybik, Membunyikan jari jemari (jawa : betot) saat sholat
juga dilarang. Rasul SAW pernah melarang ibnu Abbas RAS untuk membunyikan jari
jemari (jawa : betot) ketika shalat dengan sighat pengingkaran, sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah.
Terakhir, Jika anda lihat jari-jemari anda maka secara imajiner ia kan
melambangkang lafad Allah sebgai penciptanya. Dan juga melambangkan sholat lima
waktu serta jarak waktunya. Coba perhatikan Jari jempol adalah sholat subuh, Jari
telunjuk adalah sholat Dzuhur, keduanya melambangkan waktu yang panjang
sementara shalat lainnya berdekatan. Dan Jari kelingking adalah sholat isyak
yang mana jaraknya sangat jauh ke Jari jempol yang melambangkan sholat subuh.
Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk meneliti
setiap perbuatan kita agar sesuai dengan perintahNya.
Salam Hormat,
DR.H.Fathul Bari, Malang, Ind
terimakasih banyak ustadz, ditunggu post selanjutnya, buat referensi kultum. syukron
ReplyDelete