ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, Rasul bersabda :
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا
Jika
salah seorang diantara kalian di undang untuk menghadiri walimah maka hendaklah
menghadirinya [HR Bukhari Muslim]
Catatan
Alvers
“Buwuh
Maneh!” Itu perkataan guyonan (bercanda) tapi serius yang sering kita dengar
pada bulan ini, bulan besar (dzulhijjah) bulan yang dikenal dalam sebagian
masyarakat kita sebagai bulan pernikahan, maksudnya bulan di mana banyak sekali
diselenggarakan acara pernikahan. Banyak undangan pernikahan (walimah) itu
artinya banyak uang yang harus dialokasikan untuk buwuhan, hingga seseorang
yang lagi bokek boleh jadi berdoa “Ya Allah, perbanyaklah rizkiku sehatkan
badanku karena hari-hari ini banyak buwuhan, seperti tertulis dalam meme yang
banyak beredar di medsos.
Buwuh
atau buwuhan atau disebut juga amplop kondangan, angpau pernikahan adalah
istilah untuk sejumlah uang dalam amplop dari orang-orang yang hadir dalam
pesta pernikahan yang diserahkan kepada shahibul hajat atau tuan rumah
penyelenggara resepsi pernikahan.
Buwuhan
ini adalah wujud tolong menolong atau bantu membantu antara sesama warga,
saudara dan handai taulan untuk meringankan biaya resepsi pernikahan yang
lazimnya memakan biaya yang tidak sedikit. Besaran dan status buwuhan
bervariasi dan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Sebagian
adat ada yang menetapkan buwuhan layaknya seperti hutang piutang sehingga
sebesar uang buwuhan yang diterima dari seseorang, sebesar itu pula ia harus
mengembalikannya. Pada adat seperti ini, sering kita lihat di pintu masuk pesta
pernikahan disediakan kotak sebagai tempat buwuhan dilengkapi dengan petugas
yang memeriksa dan mencatat besaran nilai buwuhan satu persatu lengkap beserta
nama yang tertera dalam amplop tersebut. Namun ada juga adat yang mendudukkan
buwuhan sebagai wujud tolong menolong dengan azas suka rela tanpa melihat
besaran nilai amplopnya.
Lantas bagaimana
ajaran islam melihatnya? Alvers, pertama kita membahas walimahnya. Sebagaimana
hadits utama di atas bahwa Rasul memerintahkan untuk menghadiri walimah
sehingga tidak ada
khilaf bahwa memenuhi undangan walimah
itu merupakan perintah Nabi, namun yang menjadi permasalahan apakah perintah
ini merupakan perintah yang statusnya wajib atau sunnah? Imam Nawawi
menjelaskan dalam syarah Muslim, ada ulama yang mengatakan bahwa perintah menghadiri
walimatul ursy sebagai fardlu ain namun bisa gugur karena udzur dan ini adalah
qaul ashah (paling shahih), ada yang mengatakan fadlu kifayah dan ada yang
mengatakan sunnah.
Adapun walimah selain walimatul ursy,
ada yang berpendapat sama dengan walimatul ursy sebagaimana pendapat ahludz
dzahir dan sebagian salaf karena ada riwayat dari Ibnu
Umar RA, Rasul bersabda :
إِذَا
دَعَا أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُجِبْ عُرْسًا كَانَ أَوْ نَحْوَهُ
“Bila salah seorang diantara kalian
diundang (untuk menghadiri walimah), maka hendaklah memenuhi undangan tersebut,
baik acara pernikahan atau acara lainnya” [HR Muslim]
Ada yang berpendapat tidak wajib (sunnah) sebagaimana pendapat
imam malik dan mayoritas ulama.
Selanjutnya imam Nawawi menyebutkan udzur-udzu r yang
menggugurkan kewajiban menghadiri undangan walimah, diantaranya adalah : 1.
Terdapat syubhat dalam makanan walimah, 2. Undangan walimah dengan membedakan
status sosial misalnya mengundang kalangan orang kaya saja, 3. Di tempat
walimah ada orang yang tidak menyukai kehadirannya atau tidak pantas untuk
duduk-duduk bersamanya, 4. Shahibut hajat mengundang seseorang karena takut
kejelekan orang tersebut jika tidak di undang, atau karena mengharapkan
kedudukannya atau untuk menolong kebatilan yang dilakukannya, 5. Tidak terdapat
kemungkaran diantaranya berupa minuman keras, permadani sutra, gambar binatang
pada selain alas atau wadah-wadah dari emas atau perak. 6. Meminta ijin kepada
shahibul hajat. 7. Pengundang adalah seorang dzimmi. 8. Bukan hari pertama
walimah, sebab jika walimah diselenggarakan selama tiga hari maka mendatangi
walimah hari pertama adalah wajib, hari kedua adalah sunnah dan hari ketiga
adalah makruh. [Al-Minhaj Syarah Muslim]
Dari udzur- udzur di atas, diketahui bahwa bokek atau
sedang tidak memiliki uang buwuhan bukan termasuk udzur tidak menghadiri
undangan. Selanjutnya kita ketahui bahwa uang buwuhan pada dasarnya tidak ada
hubungannya dengan walimah meskipun diberikan saat walimah, sehingga pada
dasarnya uang buwuhan hanyalah bersatus hibah yang sebaiknya dibalas dengan
yang sepadan bahkan dengan yang lebih baik. Allah SWT berfirman :
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ
مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
Apabila kamu
diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu
dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan
yang serupa) [QS An-Nisa : 86]
Kata tahiyyat dalam ayat ini lazimnya dimaknai dengan
salam namun Imam Al-Baidlawy berkata: Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa
tahiyyat dalam ayat ini adalah athiyyah (pemberian) [Tafsir al-Baidlawi]
Memang demikian alvers, uang buwuhan adalah hibah kecuali jika ada
pernyataan sebagai hutang. Sayyed bakri berkata :
قال شيخنا والأوجه في النقوط المعتاد في الأفراح أنه هبة
لا قرض وإن اعتيد رد مثله
Syaikhuna berkata “Pendapat yang lebih kuat menyatakan
bahwa harta-harta yang biasanya diberikan saat pesta adalah berstatus hibah
bukan piutang meskipun secara tradisi di masyarakat berlaku untuk mengembalikannya.
...ولا
أثر للعرف فيه لاضطرابه ما لم يقل خذه مثلا وينوي القرض ويصدق في نية ذلك هو أو
وارثه
....dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat tersebut tidak
berpengaruh (dalam merubah status hibah tersebut menjadi piutang) karena tidak
adanya kepastian dalam hal ini (berbeda persepsi pada orang yang berbeda dan
daerah yang berbeda), selama pemberi tidak mengatakan “ambillah!” atau
semisalnya dengan meniatkan sebagai piutang (pemberian pinjaman uang) serta
disepakati oleh peneriman (shahibul hajat) atau ahli warisnya.
وَإِذَا وَضَعَهُ فِي يَدِ الْمُزَيِّنِ وَنَحْوِهِ أَوْ
فِي الطَّاسَةِ الْمَعْرُوفَةِ لَا يَرْجِعُ إلَّا بِشَرْطَيْنِ إِذْنِ
صَاحِبِ الفَرَحِ وَشَرْطِ الرُّجُوعِ
Namun jika uang tersebut diberikan kepada perias
atau lainnya (bagian terima tamu misalnya) atau dimasukkan pada wadah khusus yang
telah diketahui (kotak tempat amplop) maka uang tersebut tidak boleh ditarik
kembali (menjadi piutang) kecuali dengan dua syarat yaitu ijin dari pemilik
pesta (shahibul bait) dan adanya syarat pengembaian. [I’anatut Thalibin] Wallahu A’lam. Semoga
Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk membantu orang lain tanpa
pamrih dan mengharap balasan dari Allahs swt semata.
Salam Satu Hadith,
DR.H.Fathul Bari,
Malang, Ind
ONE DAY ONE HADITH
Kajian Hadits
Sistem SPA (Singkat, Padat, Akurat)
READY STOCK BUKU
ONE DAY#1
Distributor :
081216742626
Alangkah lebih bagusnya setiap refrensinya di sertakan baik Al-Qur'an, hadis ataupun kuning termasuk juga nama kitab, juz & halamannya hehe, syukron
ReplyDelete