*ONE
DAY ONE HADITH*
Sayyidah
A’isyah RA bercerita :
وَكَانَ يَوْمَ عِيدٍ يَلْعَبُ السُّودَانُ
بِالدَّرَقِ وَالْحِرَابِ فَإِمَّا سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَإِمَّا قَالَ تَشْتَهِينَ تَنْظُرِينَ فَقُلْتُ نَعَمْ فَأَقَامَنِي وَرَاءَهُ خَدِّي
عَلَى خَدِّهِ وَهُوَ يَقُولُ دُونَكُمْ يَا بَنِي أَرْفِدَةَ حَتَّى إِذَا مَلِلْتُ
قَالَ حَسْبُكِ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَاذْهَبِي
Saat
Hari Raya 'Ied, biasanya ada budak Sudan yang memperlihatkan kebolehannya
mempermainkan tombak dan perisai. Maka adakalanya aku sendiri yang meminta
kepada Nabi SAW, atau beliau yang menawarkan kepadaku: "Apakah kamu mau
melihatnya?" Maka aku jawab, "Ya, mau." Maka beliau menempatkan
aku berdiri di belakangnya, sementara pipiku bertemu dengan pipinya sambil
beliau berkata: "Teruskan hai Bani Arfadah!" Demikianlah seterusnya
sampai aku merasa bosan lalu beliau berkata: "Apakah kamu merasa sudah
cukup?" Aku jawab, "Ya, sudah." Beliau lalu berkata: "Kalau
begitu pergilah." [HR Bukhari]
_Catatan
Alvers_
Membicarakan tentang game akhir akhir ini menjadi menarik pasca
boomingnya Pokemon Go yang menjadi trending topic di berbagai media bahkan menggemparkan
dunia. Game besutan Niantic Labs ini lain dari pada yang lain. Game ini mengajak
pemain untuk beranjak dari tempat duduknya, berjalan bahkan berlari di dunia
nyata untuk menangkap monster maya yang dapat dideteksi dengan fitur GPS dan kamera
HP. Disamping manfaat positif , game ini juga memiliki dampak negatif yang
serius untuk jiwa, agama bahkan keamanan negara hingga akhirnya game ini menuai
pro kontra.
Berbicara mengenai Game maka tak terlepas dari arti etimologisnya.
Secara bahasa Game berasal dari bahasa inggris yang berarti permainan. Meskipun
game dan permainan semakna namun kata game lebih banyak digunakan untuk menunjuk
kepada permainan yang modern seperti video games, games online dll. Dalam pembahasan
ini kita akan membicarakan permainan secara umum, karena permainan tradisional
maupun modern pada hakikatnya adalah memiliki pola dan tujuan yang hampir sama.
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) disebutkan bahwa permainan/ per·ma·in·an/
adalah sesuatu yang digunakan untuk bermain; perbuatan yang dilakukan dengan
tidak sungguh-sungguh (hanya untuk main-main). Sedang kata dasarnya main/ma·in/
adalah melakukan permainan untuk menyenangkan hati (dengan menggunakan
alat-alat tertentu atau tidak): -- bola; -- kelereng; -- cari-carian; cak melakukan
perbuatan untuk bersenang-senang (dengan alat-alat tertentu atau tidak).
Dalam bahasa arab permainan disebut dengan “La’ibun” yang merupakan
bentuk masdar dari kata la’iba – yal’abu – la’ban dan la’iban. Kata la’ibun itu
semusytaq (derivasi) dengan kata lu’aabun yang berarti air liur, yang sering
kita jumpai pada anak kecil yang meneteskan air liur dari mulutnya tanpa
sengaja. Dari sini kita pahami bahwa
permainan dalam bahasa arab disebut la’ibun karena dekat kaitannya dengan kata
lu’aabun. Maka menurut hemat saya, permainan itu pada hakikatnya merupakan
aktifitas yang dilakukan oleh anak kecil atau bersama anak kecil atau bersifat
seperti anak kecil dan dilakukan secara tidak sengaja artinya tidak serius. Termasuk
dalam pengertian ini, apa yang dilakukan oleh Rasul SAW ketika bersama cucu
beliau. Sa’d RA berkata :
دَخَلْتُ
عَلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَالْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ يَلْعَبَانِ
عَلَى بَطْنِهِ ، فَقُلْتُ يَا رَسُولِ اللهِ : أَتُحِبُّهُمَا ؟ فَقَالَ :
وَمَالِي لاَ أُحِبُّهُمَا رَيْحَانَتَايَ.
Aku masuk ke (rumah) Rasul SAW sedangkan Hasan dan Husein bermain di
atas perut Nabi SAW. Maka Aku bertanya: Apakah Engkau mencintai keduanya? Maka
Rasul Menjawab : Mengapa tidak? Keduanya adalah parfum bagiku (penyejuk hatiku)
[HR Bazzar]
La’ibun atau Permainan disebutkan dalam al-Quran dalam artian positif sebagaimana
dalam firman Allah yang menceritakan perkataan saudara-saudara Nabi Yusuf,
yaitu :
أَرْسِلْهُ
مَعَنَا غَدًا يَرْتَعْ وَيَلْعَبْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Biarkanlah Dia pergi bersama Kami besok pagi, agar Dia (dapat)
bersenang-senang dan (dapat) bermain-main, dan Sesungguhnya Kami pasti
menjaganya.[QS Yusuf: 12]
Akan tetapi dalam banyak tempat, La’ibun atau Permainan disebutkan dalam
al-Quran berkonotasi negatif sebagaimana dalam firman Allah swt :
مَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ
لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau
belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang
bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? [QS Al-An’am : 32]
Namun demikian, Islam tidaklah serta merta melarang sama sekali
permainan kendati dalam al-Qur’an kata permainan lebih banyak bermakna negatif.
Rasul saw sendiri memperbolehkan bahkan menganjurkan beberapa permainan seperti
berenang, menunggang kuda (berlatih berkuda), memanah dan permainan lainnya
yang memiliki efek positif untuk menguatkan fisik, memperoleh kemahiran serta
meningkatkan kemampuan pertahanan ummat Islam. Sayyidah A’isyah RA bercerita :
وَكَانَ
يَوْمَ عِيدٍ يَلْعَبُ السُّودَانُ بِالدَّرَقِ وَالْحِرَابِ فَإِمَّا سَأَلْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِمَّا قَالَ تَشْتَهِينَ
تَنْظُرِينَ فَقُلْتُ نَعَمْ فَأَقَامَنِي وَرَاءَهُ خَدِّي عَلَى خَدِّهِ وَهُوَ
يَقُولُ دُونَكُمْ يَا بَنِي أَرْفِدَةَ حَتَّى إِذَا مَلِلْتُ قَالَ حَسْبُكِ
قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَاذْهَبِي
Saat Hari Raya 'Ied, biasanya ada budak Sudan yang memperlihatkan
kebolehannya mempermainkan tombak dan perisai. Maka adakalanya aku sendiri yang
meminta kepada Nabi SAW, atau beliau yang menawarkan kepadaku: "Apakah
kamu mau melihatnya?" Maka aku jawab, "Ya, mau." Maka beliau
menempatkan aku berdiri di belakangnya, sementara pipiku bertemu dengan pipinya
sambil beliau berkata: "Teruskan hai Bani Arfadah!" Demikianlah
seterusnya sampai aku merasa bosan lalu beliau berkata: "Apakah kamu
merasa sudah cukup?" Aku jawab, "Ya, sudah." Beliau lalu
berkata: "Kalau begitu pergilah." [HR Bukhari]
Pada dasarnya game atau permainan digunakan sebagai sarana penghilang
stress karena lelah bekerja seharian, menghilangkan kepenatan, memotivasi untuk
gerak dan berolahraga, melatih kerjasama dan menambah hubungan persaudaraan. Permainan
juga digunakan sebagai media untuk menambah kecerdasan otak dan daya tanggap
seseorang atau yang dikenal dengan edugame. Permainan seperti ini tidaklah
dilarang dalam agama islam karena Islam hanya melarang jenis permainan yang bertentangan
dengan tujuannya dan menyimpang dari segi tata caranya. Misalnya permainan yang
sangat membahayakan, atau permainan yang mengandung sihir, judi dan mengundi
nasib, mengadu binatang dan menyakitinya.
Permainan juga akan menjadi terlarang jika dilakukan secara berlebihan
mengingat permainan itu termasuk kategori "Tahsiniyyat" (tertier), sehingga
tidak boleh mengenyampingkan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat primer, baik syar'i
maupun duniawi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. Permainan yang dilakukan secara berlebihan
akan mendatangkan bahaya bahkan mengancam nyawa. seperti kejadian yang menimpa Rustam,
remaja berusia 17 tahun asal, Rusia, tewas setelah bermain sebuah game online
bernama Defence of the Ancients selama 22 hari nyaris tanpa henti tahun 2015
silam. Di Awal tahun 2016, ada kejadian serupa di taiwan yaitu seorang maniak
game usia 32 tahun meninggal dunia gara-gara main games online non-stop 3 hari
tanpa tidur. Itulah sekelumit fakta game dan gambarannya dalam kehidupan.
Perilaku berlebihan
dalam urusan game akan menjadikan seseorang lupa bahwa ia hidup di dunia nyata
dan akan dimintai pertanggung jawaban nantinya di alam akhirat. Allah swt
mengingatkan kita semua dengan firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا
أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُونَ
Hai
orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi.[QS AL-Munafiqun: 9]
Pada akhirnya
kita harus menyadari bahwa semua game dan permainan itu –termasuk yang sedang
trend saat ini; pokemon go- tetap akan menjadi “permainan” sehingga tidak layak
suatu game atau permainan itu lebih dipentingkan dari yang lainnya apalagi
melebihi agama. Dan kewajiban kita sebagai seorang muslim adalah melihat segala
sesuatu termasuk masalah game ini dari sisi positif negatifnya, bahaya dan
manfaatnya. DR. Yusuf Qardawi berkomentar : “Oleh karena itu, tidaklah diterima
di dalam neraca Islam satu permainan seperti sepak bola atau yang lainnya, dianggap
lebih baik dari permainan dan olah raga yang lain karena semua itu tidaklah
lebih penting daripada beribadah kepada Allah dan memakmurkan bumi serta memelihara
hak-hak makhluk. Sehingga pada even tertentu di sebagian negara sepak bola itu telah
berubah menjadi berhala yang disembah dan diperjualbelikan dengan harga ratusan
ribu, bahkan dengan jutaan. Sebagian ahli pemikir dan ilmu pengetahuan hampir
tidak mendapatkan lagi kekuatan mereka, karena fungsi kaki seakan lebih penting
daripada fungsi kepala”. [Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh]
Wallahu A’lam
0 komentar:
Post a Comment