ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Shuhaib bin Sinan RA, Rasul Saw bersabda :
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ
كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ
شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا
لَهُ
Alangkah
mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya adalah yang
terbaik (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia
mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah yang terbaik baginya,
dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu yang terbaik baginya”[HR
Muslim]
Catatan
Alvers
Kisah
pengurbanan identik dengan kesabaran. Kesabaran menjalani perintah yang
tercermin dari perilaku Nabi Ibrahim AS dan kesabaran menerima ketetapan Allah
SWT yang tercermin dari perilaku Nabi
Ismail AS. Allah SWT mengabadikan kisah tersebut dalam Al-Quran, Allah berfirman
:
وَتَرَكْنَا
عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
Kami
abadikan (kisah baik) Ibrahim di kalangan ummat yang datang kemudian [QS Ash-Shaffat
: 108]
Secara
ringkas, Allah SWT mengisahkan pengurbanan ini dalam firmanNya:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ
يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ
الصَّابِرِينَ
Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." [QS Ash-Shaffat : 102]
Saat
itu Nabi Ismail berusia baligh (kurang lebih 12 tahun) menurut ibnu Abbas)
[Tafsir Qurtubi] dan mimpi seorang Nabi adalah wahyu, Sahabat Ibnu ‘Abbas RA
berkata :
رُؤْيَا الأَنْبِيَاءِ فِي المنَامِ وَحْيٌ
“Penglihatan
para nabi dalam mimpi itu wahyu.” [HR Al-Hakim]
Selanjutnya
pada tanggal 10 Dzulhijjah keduanya melaksanakan wahyu tersebut. Allah SWT berfirman
:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ.
Tatkala
keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
[QS Ash-Shaffat : 103]
Kejadian
itu terjadi di atas batu besar di Tanah Mina. Nabi Ibrahim pun meletakkan pisau
besarnya di leher putra beliau. Kemudian beliau menyembelih leher putra beliau
dengan kuat, akan tetapi atas kehendak Allah pisau tersebut tak mampu memotong
leher Nabi Ismail bahkan menggoresnya pun tidak. Malaikat Jibril yang datang, takjub
melihat apa yang dilakukan Nabi Ibrahim. Malaikat Jibril sambil membawa seekor
domba yang besar yang dulunya adalah domba qurban Habil, putra Nabi Adam yang
masih hidup dalam surga. Kemudian domba tersebut dijadikan ganti dari Nabi
Ismail. Malaikat jibril bertakbir :
الله أكبر الله اكبر الله اكبر
Kemudian
Nabi Ibrahim AS menjawab :
لا إله إلا الله والله اكبر
Nabi
Ismail pun mengikuti :
الله اكبر ولله الحمد
Kisah
asal usul takbir hari taya ini diceritakan oleh Syekh Ustman bin Hasan bin
Ahmad Asy-Syakiri Al-Khoubawi [Dzurratun Nasihin]
lalu
Allah SWT berfirman :
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ. قَدْ
صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ وَفَدَيْنَاهُ
بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Dan
Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan
mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Dan Kami tebus (ganti) anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar [QS Ash-Shaffat : 104-107]
“InsyaAllah
minas Shabirin”, itulah kata kunci dari semua problematika yang identik dengan
kehidupan dunia yang merupakan tempat ujian dan penderitaan “Liyabluwakum
ayyukum ahsanu amala [QS Al-Mulk : 2]
Terdapat
kisah tentang kesabaran yang sangat menarik untuk disimak. Abul Hasan as-Sarraj
bercerita : Aku berhaji ke baitullah dan ketika sedang tahwaf aku melihat
seorang wanita yang wajahnya terlihat berseri-seri sekali, tidak nampak rasa
sedih di wajahnya. Aku berkata : “Demi Allah, hingga hari ini Aku belum pernah
melihat seseorang dengan wajah yang berseri-seri dan memancarkan aura
kebahagiaan seperti yang dimiliki oleh wanita itu. Aku yakin hal itu
dikarenakan ia tidak pernah sedikitpun susah atau sedih”. Tanpa diduga, wanita
itu mendengar perkataanku dan iapun berkata :”Apapun yang kau katakan wahai
lelaki, Ketahuilah demi Allah aku tertimpa kesedihan dan kesusahan yang tidak
pernah menimpa seorangpun”. Di hari raya idul Adha, suamiku menyembelih seekor
kambing dan 2 anak kecilku bermain dan
aku menggendong bayi untuk menetekinya sambil memasak. Anak yang besar dari kedua
anakku yang bermain tadi berkata kepada adiknya: “maukah aku tunjukkan kepadamu
bagaimana ayah menyembelih kambing tadi?” Sang adik mengiyakan. Sang kakak lalu
mengikat kaki dan tangan sang adik seperti yang dilakukan sang ayah kepada
kambingnya. Mulailah sang kakak memegang pisau yang perlahan ia tempelkan ke
leher adiknya lalu iapun melakukan apa yang sebelumnya disaksikannya. Tatkala
adiknya meringis kesakitan dan darah berkucuran maka sang kakak panik lalu
kabur melarikan diri ke arah gunung yang tidak jauh dari rumah. Sang Ayah
mencarinya ke arah gunung namun tak kunjung menemukannya, hingga sang ayah
kehausan dan meninggal di sana. Sang kakak tidak juga diketemukan karena ternyata
ia telah dimangsa serigala. Aku taruh bayiku, dan aku bergegas keluar rumah
untuk menunggu suamiku. Tak terduga, bayiku merangkak menuju tungku yang di atasnya
terdapat bejana (panci) dengan air mendidih di dalamnya. Sang bayi meraih panci
dan air mendidihpun tumpah ke tubuhnya hingga bayiku meninggal dunia. Putri pertamaku
yang sudah berumah tangga mendengar musibah ini, lalu iapun pingsan seketika
jatuh ke tanah dan iapun menemui ajalnya. Maka tinggallah aku seorang diri.
Abul
Hasan as-Sarraj lalu bertanya : Bagaimana kau bisa bersabar atas kejadian berat
yang menimpamu ini?. Wanita itu menjawab:
مَا مِنْ أَحَدٍ مَيَّزَ الصَّبْرَ وَالْجَزَعَ
إِلَّا وَجَدَ بَيْنَهُمَا مِنْهَاجًا مُتَفَاوِتًا فَأَمَّا الصَّبْرُ بِحُسْنِ
الْعَلاَنِيَّةِ فَمَحْمُوْدُ الْعَاقِبَةِ وَأَمَّا الْجَزَعُ فَصَاحِبُهُ غَيْرُ
مُعَوَّضٍ
Tiada
seorangpun yang membedakan antara sabar dan kesedihan (tidak sabar) melainkan
ia akan menemukan perbedaan (hasil) di antara keduanya. Bersabar memperbaiki
kondisi lahiriyah akan mendatangkan happy ending (akhir yang baik), sedangkan kesedihan
(tidak sabar) tidak akan menggantikan apapun yang telah hilang dari pemiliknya.
[Kitab: Irsyadul Ibad ila Sabilir rasyad]
Dalam
versi lain yang mirip, saya temukan dalam karya Ibnul Jauzi yang bersumber dari
Sa’id Abu Utsman. Pada ending kisah, Lelaki bertanya : Lantas bagaimana kau
bisa sabar menghadapi semua musibah ini? Apakah resepnya hingga kau sabar dan
tabah bahkan tidak terlihat kesusahan dari wajahmu? Wanita itu berkata :
لَوْ رَأَيْتُ فِي الْجَزَع ِمَدْرَكاً مَا اِخْتَرْتُ
عَلَيْهِ.
“Seandainya aku mengetahui
bahwa di dalam suatu kesedihan terdapat solusi niscaya aku akan memilihn untuk bersedih”.
[Kitab : Shifatus Shafwah] Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan
fikiran kita untuk selalu bersabar dan bersyukur sehingga kita senantiasa
berada dalam top condition.
Salam
Satu Hadith,
DR.H.Fathul
Bari, Malang, Ind
ONE
DAY ONE HADITH (ODOH)
Sistem
SPA (Singkat, Padat, Akurat)
Pesan
Online Buku ODOH
Hub.
Muadz HP. 08121674-2626
0 komentar:
Post a Comment