ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Amr bin Murrah, Rasulullah SAW bersabda:
مَا
مِنْ إِمَامٍ أَوْ وَالٍ يُغْلِقُ بَابَهُ دُونَ ذَوِي الْحَاجَةِ وَالْخَلَّةِ
وَالْمَسْكَنَةِ إِلَّا أَغْلَقَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَبْوَابَ السَّمَاءِ
دُونَ خَلَّتِهِ وَ حَاجَتِهِ وَمَسْكَنَتِهِ.
“Tidaklah seorang pemimpin atau
seorang penguasa menutup pintunya dari orang-orang yang memiliki kebutuhan, keperluan
serta orang-orang fakir, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari
keperluan, kebutuhan dan hajatnya” [HR Ahmad]
Catatan Alvers
Masalah kepemimpinan merupakan hal krusial dalam agama
Islam. Betapa tidak, banyak sekali ayat dan hadits yang membahas tentang hal kepemimpinan
ini. Tak terkecuali dalam kehidupan secara global, kepemimpinan merupakan salah
satu faktor yang memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kehidupan
suatu masyarakat.
Islam sebagai agama yang sempurna, yang mengatur semua
urusan manusia, dari hal yang dianggap remeh seperti buang air, kentut, mandi,
makan dan minum, mulai tidur hingga bangun hingga tidur lagi, juga mengatur
kehidupan pribadi hingga keluarga dan bertetangga. Maka akan terasa aneh jika
islam mengabaikan masalah kepemimpinan yang justru merupakan masalah besar dan
krusial dalam kehidupan sehari-hari.
Begitu pentingnya masalah kepemimpinan hingga Nabi
SAW bersabda:
إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ
فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya
mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” [HR Abu
Dawud]
Hadits ini menyadarkan kita betapa agama islam itu memperhatikan
masalah kepemimpinan bahkan dari bagian terkecil dan masalah terkecil sekalipun,
yakni kepemimpinan dari tiga orang (minimal Jamak) yang hendak bepergian. Nabi memerintahkan agar memilih dan mengangkat
salah seorang di antara mereka bertiga sebagai pemimpin dalam bepergiannya.
Pentingnya memilih pemimpin tercermin dalam
peristiwa telatnya prosesi penguburan jasad Nabi yang mulia karena para sahabat
lebih sibuk memilih pemimpin pasca wafatnya Nabi. Padahal mengubur jenazah itu
disyariatkan dengan segera, Rasul Saw bersabda :
أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ فَإِنْ تَكُ
صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُونَهَا وَإِنْ يَكُ سِوَى ذَلِكَ فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ
عَنْ رِقَابِكُمْ
Bersegeralah (mengurus) jenazah karena jika jenazah
itu orang baik maka hal itu adalah
merupakan kebaikan yang kalian segerakan. Dan kalau tidak demikian (tidak
baik), maka hal itu merupakan keburukan yang kalian lepaskan dari leher-leher
kalian. [HR Bukhari]
Telatnya penguburan jenazah Rasul SAW bukan karena
belum atau tidak menemukan tempat penguburan yang layak, hal ini dikarenakan
kekhususan beliau untuk dikubur ditempat dimana beliau wafat. Memang sempat
terjadi kebingungan dan beda pendapat dalam hal ini, namun Abu bakar RA segera
mengemukakan riwayatnya dimana Rasul SAW bersabda:
مَا قَبَضَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا فِي
الْمَوْضِعِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُدْفَنَ فِيهِ ادْفِنُوهُ فِي مَوْضِعِ
فِرَاشِهِ
Tidaklah Allah mewafatkan seorang Nabi kecuali di
tempat yang Allah sukai sebagai tempat pemakamannya.[HR Turmudzi]
Mengubur adalah hal mudah, di mana tempat sudah
tersedia bahkan tidak perlu kendaraan dan jarak menuju tempat penguburan,
tenaga penggali kubur sudah siap dan perintah menyegerakan penguburan sudah
jelas bagi para sahabat, apalagi berkenaan dengan jenazah yang paling mulia di
muka bumi. Ini adalah fakta yang menguatkan bahwa telatnya prosesi penguburan
terkait dengan masalah kepemimpinan.
Saat ini masalah kepemimpinan yang hangat dibicarakan
adalah mengenai syarat agama seorang pemimpin. Pro dan kontra menghiasi layar
kaca, media massa hingga media sosial. Diskusi di forum ternama hingga debat
kusir di warung pinggiran kian memanas seiring dengan kopi panas yang
disuguhkan.
Kalau kita berpikir dengan jernih maka masalah ini
sangatlah sederhana menurut hemat kami alvers. Yang menjadikan rumit adalah
berbagai kepentingan yang melatar belakangi munculnya sebuah pendapat layaknya
adagium yang menyatakan pendapat itu sesuai pendapatan dan tidaklah seseorang
berbeda pendapat melainkan karena berbedanya pendapatan.
Saya teringat dengan sebuah kisah dimana ada
seorang yang hendak menguburkan anjingnya di pekuburan muslim. Hal ini menuai
reaksi keras, Masyarakatpun melaporkan kasus ini kepada hakim. Singkat cerita sang
hakim memanggilnya untuk mengklarifikasi hal tersebut. Hakim : "Wahai
fulan, apakah maksudmu! Kau menguburkan anjingmu di kawasan kuburan muslim? kenapa
engkau melakukan hal tersebut?"
Terdakwa berkata: “Benar wahai hakim, telah selesai
pemakaman anjing saya sesuai dengan apa yang dia wasiatkan pada saya". Hakim
terhenyak "Apakah engkau hendak bermain-main dengan saya?, mana mungkin
seekor anjing memberikan wasiat pada manusia?"
Terdakwa berkata: "Sungguh wahai hakim, dan
anjing saya pun mewasiatkan untuk memberikan 1000 dinar pada anda (seraya
menyodorkan)." Sang hakim termenung sejenak dan sejurus kemudian berkata "Baiklah,
ternyata anjing anda adalah ras keturunan anjing ashabul kahfi yang konon bisa
masuk surga sehingga dengan ini saya putuskan bahwa anjing tersebut boleh untuk
dikubur di pekuburan kaum muslimin dan anda divonis bebas!" dan keputusan
hakim tidak bisa diganggu gugat. dok, dok, dok!
Demikianlah kisah ini, sebuah kisah yang tidak
patut untuk dipertanyakan kesahihan sumbernya karena boleh jadi kisah tersebut
adalah berasal dari cerita- cerita fiksi, namun kisah tersebut sangatlah patut
untuk direnungkan sebagai pengurai sebuah perdebatan dan hakikat penyebabnya.
“Kembali ke laptop!” Masalah kepemimpinan terkait
dengan syarat agama dipahami oleh ulama dari Ayat berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. [QS An-Nisa : 59]
Ayat ini jamak diketahui sebagai perintah untuk
mentaati Allah, Rasul-Nya dan Ulil Amri (pemimpin). Namun cobalah perhatikan
kata “minkum”. Hal ini mengisyaratkan bahwa
ulil amri haruslah berasal dari kalangan kalian. Jika khitab ayat ini ditujukan
kepada kaum mukminin maka sangat terang benderang bahwa syarat dari ulil amri
haruslah seiman, yakni sama-sama beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya yakni beragama islam.
Imam Nawawi dalam syarah muslim mengutip pendapat Qadli
Iyadl, beliau berkata :
أجمع العلماءُ على أنَّ الإمامة لا
تنعقد لكافر، وعلى أنَّه لو طرأ عليه الكفر انعزل، وكذا لو ترك إقامةَ الصَّلوات
والدُّعاءَ إليها
Ulama bersepakat bahwa Imamah (kepemimpinan) itu
tidak sah untuk orang non muslim dan jika seorang pemimpin muslim di tengah
masa jabatannya murtad maka ia harus dilengserkan dari jabatannya. Begitu pula
jika ia meninggalkan shalat dan menganjurkannya. [Al-Minhaj Syarah Muslim]
Senada dengan hal itu, Ibnul Qayyim mengutip
perkataan ibnul mundzir :
إنَّه قد أجمع كلُّ مَن يُحفَظ عنه مِن
أهل العلم أنَّ الكافر لا ولايةَ له على المسلم بِحال
Sesungguhnya ulama yang terpelihara telah
bersepakat bahwa sama sekali tidak diperbolehkan seorang kafir memiliki
kekuasaan atas seorang muslim. [Ahkamudz Dzimmah]
Dalam al-Quran banyak ayat yang menegaskan larangan
menjadikan non Muslim (kafir) sebagai “wali” dari kaum Muslimin, di antaranya
adalah QS Al-Maidah: 51, 80-81, QS Al-Mumtahanah: 1 dll. Secara bahasa, Kata
wali berarti kekasih, dan berari juga pemimpin, derivasi kata “wilayah” (kekuasaan)
sebagaimana pada hadits utama di atas.
Saya tidak ingin memperpanjang pembahasan, saya
nukilkan pendapat al-Qurtubhi. Beliau berkata :
نَهى الله المؤمنين بِهذه الآية أن يَتَّخِذوا
من الكُفَّار واليهود وأهل الأهواء دُخلاءَ ووُلَجاء يُفاوضونهم في الآراء،
ويُسندون إليهم أمورَهم
Dengan ayat ini, Allah melarang kaum mukminin untuk
menjadikan orang-orang kafir, yahudi, penurut hawa nafsu sebagai orang “dalam” dimana
kaum mukminin memasrahkan pendapat (kebijakan) kepada mereka dan menyandarkan
urusan kaum mukminin kepada mereka. [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]
Pendapat Imam Qurtubhi ini saya jadikan penutup
kajian odoh kali ini sebab dengan memahami pendapat ini, menjadi tidak penting
perbedaan pendapat dalam manafsiri kata “wali” pada ayat-ayat tersebut. Pertimbangan
terakhir pula, bahwa tidak ada untungnya memilih pemimpin dari luar kalangan
muslim sebab Allah telah mengingatkan bahaya mereka pada QS Al-Baqarah 120. Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka
hati dan fikiran kita untuk memilih pemimpin yang mendatangkan manfaat dalam
urusan duniawi terlebih ukhrawi kita.
Salam Satu Hadith,
DR.H.Fathul Bari, Malang, Ind
ONE DAY ONE HADITH
Kajian Hadits Sistem SPA (Singkat, Padat, Akurat)
READY STOCK BUKU ONE DAY#1
Distributor : 081216742626
0 komentar:
Post a Comment