ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Hunaidah bin Khalid, dari istrinya bahwasannya beberapa istri Nabi SAW mengatakan
:
كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ
وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ
“Rasulullah
SAW berpuasa pada sembilan hari (awal) Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10
Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya” [HR. Ahmad]
Catatan
Alvers
Tak
terasa, kita telah memasuki hari ke delapan dari bulan mulia, Dzulhijjah yang biasa
dikenal dengan hari tarwiyah. Dalam hadits utama tersebut diceritakan bahwa
Rasul SAW berpuasa 9 hari awal bulan Dzulhijjah. Itu artinya Rasul SAW berpuasa
pada hari tarwiyah.
Ada
fakta menarik yang dikemukakan oleh Imam Nawawi, beliau berkata : Adapun
perkataan A’isyah :
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَائِمًا فِي الْعَشْرِ قَطُّ
Aku
tidak pernah melihat Rasul SAW berpuasa pada 10 hari Dzulhijjah sama sekali [HR
Muslim]
Dan
dalam riwayat lain disebutkan “lam yasumil asyr”, maka para ulama berpendapat :
Hadits ini menjadikan kesalahpahaman akan kemakruhan puasa pada 10 hari
Dzulhijjah (1-9 Dzulhijjah).
Hadits ini termasuk hadits yang di takwil sebab
sama sekali tidak makruh hukumnya berpuasa pada 10 hari Dzulhijjah bahkan
sunnah (istihbab Syadid) yang sangat dianjurkan terutama pada tanggal 9 nya
yaitu hari arafah dan telah dikemukakan beberapa hadits yang menjelaskan
keutamaannya. Terdapat dalam Shahih Bukhari, Bahwasannya Rasul SAW bersabda :
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ
فِيهَا أَفْضَلُ مِنْهُ فِي هَذِهِ يعنى العشر الأوائل من ذى الحجة
“Tidak
ada hari-hari dimana amal kebaikan di dalamnya lebih utama melebihi amal
kebaikan yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul
Hijjah).
Maka
dengan ini, perkataan Aisyah RA di atas di takwil dengan pengertian bahwasannya
Rasul SAW tidak berpuasa pada 10 hari Dzulhijjah karena adanya halangan seperti
sakit, bepergian dll. atau dengan takwil lainnya yaitu Aisyah RA tidak menemui
beliau berpuasa pada hari-hari tersebut, dan hal ini tidak serta merta
menafikan puasa Rasul SAW pada kenyataannya (tanpa sepengetahuan Aisyah RA). [Syarah
Muslim]
Imam
Ahmad menyelesaikan kontradiksi dua hadits di atas dengan menggunakan kaidah
إن المثبت مقدم على النافي
Al-mutsbit (statement yang menetapkan) lebih diunggulkan daripada naafi (negasi, statement yang menafikan )
Dan
beliau menjadikan kedua hadits kontradiktif di atas sama-sama kuat. Namun
sebagian ulama menggugurkan kedua-duanya karena haditsnya sama-sama kuat dan
merujuk kepada hadits shahih mengenai keumuman hadits shahih bukhari di atas.
Dan sebagian ulama lainnya menilai kaidah tersebut tidak bisa dipakai dalam
kasus ini karena hadits nafi derajatnya lebih kuat dari pada hadits mutsbat.
Terlepas
dari uraian di atas, ada alasan lain dari puasa tarwiyah yaitu untuk ihtiyath (berhati-hati).
Sayyid Bakri menjelaskan :
(والأحوط
صوم الثامن) أي لأنه ربما يكون هو التاسع في الواقع.
Yang
lebih hati-hati adalah berpuasa juga pada hari ke 8 Dzulhijjah (bersama puasa
arafah), karena boleh jadi hari ke 8 itu ternyata hari ke 9 (arafah) [I’anatut
Thalibin]
Kata
tarwiyah berasal dari “Rawwa Yurawwi Tarwiyyan Tarwiyyatan”, yang berarti berfikir.
Fakhruddin Al-Razi dalam tafsirnya berkata : Terkait makna ini terdapat tiga versi
yang menjadi latarbelakang penamaan tarwiyah. Pertama, pada hari itu Nabi Adam
as. diperintahkan Allah guna membangun Baitullah. Tatkala dia sedang
membangunnya kemudian dia merenung dan berfikir, Pahalah apakah yang akan ia dapatkan
dari pekerjannya? Allah SWt menjawab:
إِذَا طُفْتَ بِهِ غَفَرْتُ لَكَ ذُنُوبَكَ
بِأَوَّلِ شَوْطٍ مِنْ طَوَافِكَ
Jika
engkau mengelilinginya maka aku mengampuni dosa-dosamu dengan putaran pertama
dari thawafmu.
Nabi
Adam as berkata : Wahai tuhanku, Tambahkanlah!. Allah SWT menjawab:
أَغْفِرُ لِكُلِّ مَنِ اسْتَغْفَرَ لَهُ الطَّائِفُوْنَ
مِنْ مُوَحِّدِي أَوْلَادِكَ
Aku
akan mengampuni setiap orang yang dimintakan ampunan oleh orang-orang yang
thawaf yang ahli tauhid dari kalangan anak cucumu.
Nabi
Adam as berkata : Cukup wahai tuhanku, Cukup!.
Kedua,
kisah tentang Nabi Ibrahim as. yang pada malam tarwiyah bermimpi seakan-akan ia
menyembelih anaknya lalu di pagi harinya dia ber-fikir (tarwiyah) apakah mimpi
itu datang dari Allah atau dari setan. Paha malam berikutnya (arafah), ia
bermimpi lagi diperintah Allah untuk menyembelih anaknya dan ia berkata :
عَرَفْتُ يَا رَبِّ أَنَّهُ مِنْ عِنْدِكَ
Aku
mengetahui Ya Allah bahwa hal itu (perintah menyembelih) adalah berasal
dari-Mu.
Ketiga,
Penduduk mekkah (Jamaah Haji) pada hari tarwiyah keluar menuju mina dan mereka
berpifikir (tarwiyah) doa apakah yang akan dipanjatkan esok harinya di arafah.
[Tafsir Mafatihul Ghaib] Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan
fikiran kita untuk selalu berfikir, dan berkeyakinan serta bertindak atas
petunjuk Nabi SAW.
Salam Satu Hadith,
DR.H.Fathul Bari,
Malang, Ind
Kajian Hadits
ONE DAY ONE HADITH
Sistem SPA
(Singkat, Padat, Akurat)
READY STOCK BUKU
ONE DAY#1
Distributor :
Malang :
081216742626
Pasuruan :
082234288422
Sidoarjo :
081217405339
Semarang : 081225739000
0 komentar:
Post a Comment