ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Abu Qatadah Al-Anshari, ia berkata
:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ
فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
Nabi SAW ditanya mengenai keistimewaan puasa
’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.”
[HR Muslim]
Catatan Alvers
Kita berada di bulan mulia muharram yang mana
sebagian masyarakat menyebutnya bulan Syura. Nama Asyura sendiri adalah nama
hari kesepuluh dari bulan muharram namun karena keistimewaannya masyarakat
menyebutnya sebagai nama bulan.
Bulan muharram adalah bulan mulia, 10 Hari
pertamanya juga demikian mulia terlebih pada tanggal 10 nya yang dikenal dengan
Asyura, bagaimana tidak, puasa sehari setara setahun dalam melebur dosa
seseorang sebagaimana hadits di atas. Dosa yang dimaksud di sini diterangkan
oleh Imam Nawawi, Beliau berkata :
قَالُوا
الْمُرَادُ بِالذُّنُوبِ الصَّغَائِرُ ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ الصَّغَائِرُ يُرْجَى
تَخْفِيفُ الْكَبَائِرِ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُفِعَتْ الدَّرَجَاتُ
Para ulama berpendapat bahwa dosa yang
dimaksud di sini adalah dosa kecil, Jika orangnya tidak memiliki dosa kecil
maka diharapkan bisa meringankan dosa besar dan jika orang tersebut tidak
memiliki dosa besar maka pahala puasa asyuranya dapat mengangkat derajatnya. [Tuhfatul
Ahwadzi]
Puasa Asyura bukanlah hal baru sebab orang
yahudi jauh sebelumnya sudah melakukan puasa asyura tersebut. Diriwayatkan dari
Ibnu Abbas RA, dia berkata: “Rasulullah SAW mendatangi kota Madinah, lalu beliau
mendapati orang-orang Yahudi berpuasa di hari ‘Asyura. Maka beliau bertanya
kepada mereka, “Hari apakah ini, hingga kalian berpuasa?” mereka menjawab :
هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ
وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ
“Hari ini adalah hari yang agung, hari ketika Allah memenangkan
Musa dan Kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun serta kaumnya. Karena itu, Musa
puasa setiap hari itu untuk menyatakan syukur, maka kami pun melakukannya.”
Maka
Rasulullah SAW bersabda,
فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ
“Kami lebih berhak dan lebih pantas untuk
memuliakan Musa dari pada kalian.”
Ibnu Abbas RA
kemudian berkata :
فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
kemudian beliau
pun berpuasa dan memerintahkan berpuasa pada hari itu. [HR Bukhari Muslim]
Perintah puasa ini
sampai kepada para sahabat saat itu dan ada beberapa orang diantaranya yang
berkata :
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ
وَالنَّصَارَى.
“Wahai Rasulullah,
hari asyura iatu adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.”
Lantas Rasul SAW mengatakan,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Apabila tiba
tahun depan –insya
Allah– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan (tasu’a).”
Namun perawi
hadits ini, Ibnu Abbas menceritakan :
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Belum sampai (Tasu’a)
tahun depan, Nabi SAW
wafat.” [HR Muslim]
Dipahami dari
hadits shahih tersebut bahwa tujuan puasa pada hari ke sembilan (tasu’a) adalah
untuk membedai puasanya orang yahudi. Jika demikian maka puasa asyura juga bisa
dilaksanakan dengan hari setelahnya (Tanggal sebelas). Rasul SAW :
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ
الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا
Berpuasalah kalian pada hari Asyura dan selisihilah orang-orang
Yahudi dalam berpuasa asyura. (yaitu) berpuasalah kalian sehari sebelumnya atau
sehari setelahnya. [HR Ahmad]
Maka dari itu
lebih baiknya berpuasa selama tiga hari, Sayyed Bakri mengatakan :
أن الشافعي نص في الأم والإملاء
على استحباب صوم الثلاثة
Imam syafi’i dalam
kitab Al-Umm dan Al-Imla’ menyatakan bahwa sunnah berpuasa tiga hari yakni
Tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. [I’anatut Thalibin].
Hikmah lain dari
puasa tasu’a adalah bertujuan ihtiyath (berhati-hati) atau anstipasi kesalahan
dalam hitungan awal bulan sehingga boleh jadi tanggal 9 menurut kita ternyata
sebenarnya adalah tanggal 10 [I’anatut Thalibin]. Dan ini kemungkinan terjadi
pada tahun ini karena rukyat gagal melihat hilal awal muharram sehingga berlaku
istikmal (menyempurnakan 30 hari pada bulan dzul hijjah) sementara banyak orang
yang tidak mengetahui kabar ini.
Secara dzahir, dipahami
dari anjuran berpuasa pada hari sebelum atau sesudah asyura adalah hukum makruh
jika berpuasa hanya pada asyura’ saja dikarenakan menyamai cara berpuasa orang
yahudi. Namun hal ini tidaklah demikian karena Imam Syafi’i dalam Kitab Al-Umm
mengatakan : La Ba’s Bi ifradih (tidak apa-apa berpuasa hanya pada asyura
saja). [I’anatut Thalibin].
Meskipun Rasul SAW
memerintahkan dengan kata “Amara” hal ini tidak berarti bahwa puasa ayura
adalah wajib. Mengapa? Karena Sayyidah Asiyah berkata :
كَانَ
يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ فَلَمَّا قَدِمَ
الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ
يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
“Dahulu
orang Quraisy berpuasa Asyura pada masa jahiliyyah dan Nabi SAW-pun berpuasa
Asyura pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau hijrah ke Madinah, beliau tetap puasa
‘Asyura dan memerintahkan orang-orang di sana untuk berpuasa. Ketika puasa Ramadhan
telah diwajibkan, beliau meninggalkan puasa hari asyura (dan beliau bersabda):
“Barang siapa berkehendak maka silahkan berpuasa, dan Barang siapa berkehendak
maka silahkan tidak puasa” [HR Bukhari]
Lebih jelas lagi,
terdapat riwayat dari Abdurrahman bin Yazid, ia berkata:
Al-Asy`ats bin Qais datang menjumpai Abdullah, ketika ia sedang makan siang, ia
(Abdullah) berkata: Wahai Aba Muhammad, mari kita makan siang. Ia (Asy`ats)
berkata: Bukankah hari ini adalah hari Asyura'? Ia (Abdullah) bertanya: Apakah
engkau mengetahui apa hari Asyura' itu? Ia (Asy`ats) menjawab: Hari apa itu?.
Kemudian ia (Abdullah) menjelaskan:
إِنَّمَا هُوَ يَوْمٌ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ قَبْلَ أَنْ
يَنْزِلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فَلَمَّا نَزَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ تُرِكَ
Hari itu adalah hari yang dahulu Rasulullah saw. selalu berpuasa
sebelum diwajibkan puasa bulan Ramadan dan ketika puasa bulan Ramadan
diwajibkan, puasa hari Asyura' itu ditinggalkan. [HR Muslim] Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati
dan fikiran kita untuk melakukan sunnah-sunnah-Nya.
Salam Satu Hadith,
DR.H.Fathul Bari,
Malang, Ind
ONE DAY ONE HADITH
Kajian Hadits
Sistem SPA (Singkat, Padat, Akurat)
READY STOCK BUKU
ONE DAY#1
Distributor :
081216742626
0 komentar:
Post a Comment