ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Miqdan bin Ma’di Kariba RA, Rasulullah bersabda:
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ
بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا
مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
"Anak
Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah
bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak
ditemukan jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk
makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan"
[HR Ibnu Majah]
Catatan
Alvers
Islam
sebagai agama yang bersumber dari sang pencipta manusia bahkan alam semesta, memberikan
ajaran holistik yang meliputi segala sendi kehidupan dan sangat berguna bagi
kehidupan manusia. Islam tidak hanya mengurus ibadah dan amal shalih akan
tetapi islam juga memperhatikan urusan makan dan makanan. Bahkan urusan makanan
lebih didahulukan daripada urusan amal shalih. Hal ini dikarenakan urusan
makanan dalam islam tidak hanya urusan dunia tapi ia juga merupakan urusan
akhirat.
Al-Ghazali
menceritakan perihal dua orang yang bersahabat dalam jangka waktu yang lama,
yakni Yahya bin ma’in (158 – 233) dan Ahmad ibnu hanbal (164 - 241 H). Namun
suatu ketika Ahmad menjauhi Yahya karena ucapannya mengenai makanan, yaitu:
إني لا أسأل أحدا شيئا، ولو أعطاني الشيطان
شيئا لأكلته
“Aku
tidak pernah meminta makanan apapun dari seseorang namun jika aku diberi suatu makanan
oleh syetan maka aku akan memakannya”.
Merasa
ada yang salah dengan ucapannya, Yahya akhirnya meminta maaf kepada sahabatnya
dan ia beralasan bahwa ucapannya itu hanya gurauan saja. Ahmad berkata : “Apakah
kau bersenda gurau dalam urusan agama? Tahukah kau bahwa urusan makan itu lebih
didahulukan oleh Allah daripada amal shalih? Lihat firman Allah :
كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا
صَالِحًا
makanlah
dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih [QS Al-Mu’minun :
51]
(dengan
mendahulukan perintah makan barulah kemudian perintah mengerjakan amal shalih).
Dan dalam khabar disebutkan :
أنه مكتوب في التوراة: " من لم يبالي من
أين مطعمه لم يبالي الله من أي أبواب النيران أدخله
Sesungguhnya
dalam kitab taurat disebutkan “barang siapa yang tidak memperhatikan dari mana
makanannya maka Allah tidak akan memperhatikannya dari pintu mana ia akan
dimasukkan ke neraka”. [Ihya Ulumuddin]
Dalam
riwayat lain disebutkan :
والذي نفس محمد بيده ، إن العبد ليقذف اللقمة
الحرام في جوفه ما يتقبل منه عمل أربعين يوما ، وأيما عبد نبت لحمه من السحت
والربا فالنار أولى به
Demi
Allah, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan sesuap makanan haram ke dalam
perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari dan seorang hamba
yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya.”
[HR Thabrani]
Berbicara
mengenai Pola Makan (Food Pattern) dalam ajaran islam maka pertama kali yang
diperhatikan adalah mengenai status makanan yakni halal haramnya barulah
kemudian membicarakan makanan bergizi dan pola mengkonsumsinya. Hal ini
dikarenakan Allah swt mengedepankan kata halalan daripada pada kalimat
thayyiban dalam firman-Nya :
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا
طَيِّبًا
Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan
kepadamu[QS Al-Maidah : 88]
Makanan
dikatakan halal jika memenuhi tiga kriteria, yaitu halal zatnya, halal cara
memperolenya, dan halal cara pengolahannya. (1) Halal zatnya maksudnya makanan
tersebut telah di tetapkan kehalalannya dalam al-qur’an dan al-hadist seperti daging
sapi, apel, kurma, kopi dll. (2) Halal cara pengolahannya seperti disembelih
dengan cara syar’i dan dicampur dengan bumbu yang berasal dari makanan yang
haram seperti minyak babi dll. (3) Halal cara memperolehnya, yakni makanan yang
diperoleh atau dimiliki dengan cara yang baik dan sah seperti makanan didapat dengan
cara membeli, diberi hadiah, bukan dengan cara mencuri, merampas dll.
Selanjutnya,
makanan yang dikonsumsi haruslah thayyiban yang arti letterlijknya adalah baik.
Ibnu Katsir menafsiri kata thayyiban dengan :
مستطابا في نفسه غير ضار للأبدان ولا للعقول
Makanan
yang baik secara dzatiahnya (bergizi), tidak membahayakan kesehatan fisik
maupun akan pikiran. [Tafsir Ibnu Katsir]
Makanan
yang halal seperti daging, gula, kacang boleh jadi tidak thayyiban bagi penderita
darah tinggi, diabetes dan asam urat. Meskipun pada dasarnya semua jenis
makanan itu dibutuhkan oleh tubuh namun karena kadar yang sudah berlebihan maka
hal itu akan menjadikan efek negatif. Petatah barat mengatakan “You Are What
You Eat” (Anda adalah apa yang Anda makan). Harits bin Kaldah berkata :
المعدة بيت الداء، والحمية رأس الدواء
Perut
adalah rumah penyakit sedang tidakan pencegahan (preventif) adalah obat yang paling
utama.
الذي قتل البرية، وأهلك السباع في البرية،
إدخال الطعام على الطعام قبل الإنهضام.
Yang
membuat manusia meninggal, dan menjadikan biantang buas mati di daratan adalah
memasukkan makanan di atas makanan sebelum makanan itu tercerna dengan baik
(kekeyangan).
Dan
penelitian membuktikan bahwa berkumpulnya berjenis-jenis makanan dalam perut akan
menyebabkan datangnya bermacam-macam penyakit. Dari sinilah, pola makan islami selanjutnya
adalah tidak berlebihan. Allah swt berfirman :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ
لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai
anak Adam, kenakan pakaianmu yang indah disetiap memasuki masjid, makan dan
minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya allah tidak menyukai orang-orang
yang belebih-lebihan.” [QS Al A’raf : 31]
Secara
maksimal, pola makan adalah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman,
dan sepertiganya lagi untuk pernafasan sebagaimana hadits utama di atas.
Al-Hafidz
Ibnu Rajab mengomentari hadits utama diatas dengan mengatakan bahwa hadits
tersebut merupakan pokok yang mengumpulkan semua dasar-dasar kedokteran. Yahya Ibnu
masawaih (777 – 857 M) dokter ternama khilafah abbasiyah ketika membaca hadits
utama tersebut berkata:
لو استعملَ الناسُ هذه الكلمات ، سَلِموا مِنَ
الأمراض والأسقام ، ولتعطَّلت المارستانات ودكاكين الصيادلة
Seandainya
semua orang mengamalkan hadits ini maka mereka akan selamat dari berbagai
penyakit sehingga rumah sakit dan toko obat (apotek) akan sepi. [Jami’ul Ulum Wal Hikam]
Makan
atau dalam keadaan kenyang dalam sesekali waktu diperbolehkan jika tidak
dijadikan suatu kebiasaan. Suatu ketika Rasul membagi-bagikan minuman susu kepada
seluruh Ahlush Shuffah hingga menreka semua kenyang. Lalu Beliau memandangku
sambil tersenyum dan bersabda,”Wahai, Abu Hirr! Tinggal aku dan kamu (yang
belum minum). Aku menjawab, “Benar wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Duduk
dan minumlah.” Akupun duduk dan meminumnya. Lalu Beliau SAW. bersabda
lagi,”Minumlah,” lalu aku minum. Beliau terus memerintahkan kepadaku minum,
sehingga aku berkata,
لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أَجِدُ
لَهُ مَسْلَكًا
”Cukup.
Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, tidak lagi aku dapati tempat untuk
minuman dalam tubuhku”.
Beliau
bersabda,”Berikanlah kepadaku,” aku pun menyerahkan gelas tadi, kemudian Beliau
SAW memuji Allah dan meminum susu yang tersisa. [HR Bukhari]
Rupanya
inilah semua kunci kesehatan Nabi dan para sahabat saat itu yang mestinya kita
teladani. Burhanuddin al-halabi menceritakan bahwa Seorang Muqauqis (pembesar
mesir) mengirim hadiah dan (termasuk didalamnya) seorang dokter. Rasul berkata
kepada dokter tersebut :
ارجع إلى أهلك نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا
أكلنا لا نشبع
Pergilah
ke keluargamu karena kami adalah kaum yang tidak makan kecuali dalam keadaan
lapar dan jika makan maka kami tidak sampai kenyang.[Sirah Halabiyah]
Wallahu
A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk meneladani
uswah beliau dalam pola makan sehingga kita selamat dunia akhirat.
Salam Satu Hadith,
DR.H.Fathul Bari,
Malang, Ind
Kajian Hadits
Sistem SPA
(Singkat, Padat,
Akurat)
ONE DAY ONE HADITH
Versi Buku lebih
sempurna:
Distributor :
081216742626
0 komentar:
Post a Comment