*ONE
DAY ONE HADITH*
Diriwayatkan
dari Mu’awiyah al-Qusyairi RA, dia bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah hak
isteri salah seorang dari kami yang menjadi kewajiban suaminya?” Beliau
bersabda :
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا
إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا تُقَبِّحْ
وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
”Engkau
memberi makan kepadanya, jika engkau makan. Engkau memberi pakaian kepadanya,
jika engkau berpakaian. Janganlah engkau pukul wajahnya, janganlah engkau
memburukkannya, dan janganlah engkau meninggalkannya kecuali di dalam rumah”.
[HR Abu Dawud]
_Catatan
Alvers_
Membangun
keluarga sakinah tidak dipungkiri dari kebutuhan materi utamanya kebutuhan yang
bersifat primer sehari-hari seperti sandang pangan papan. Allah SWT mendesain
pria sebagai pimpinan atau kepala rumah tangga dan wanita sebagai anggota yang
wajib mentaati pemimpinnya. Sesuai keutamaan yang diberikan kepada suami, maka
di sisi lain suami wajib memberi nafkah kepada istrinya. Inilah ajaran agama
yang seimbang antara hak dan kewajiban. Allah SWT berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ
بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.[QS al-Baqarah:228]
Nafkah
adalah sesuatu yang dikeluarkan oleh seorang suami untuk keluarganya baik
berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan yang selainnya [Al-Mu’jamul
Wasith]. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits Mu’awiyah al-Qusyairi RA
di atas. Dalam Kompilasi Hukum Islam BAB XII HAK DAN KEWJIBAN SUAMI ISTERI
Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b dinyatakan: (4) sesuai dengan penghasilannya,
suami menanggung :
a. nafkah, kiswah (pakaian) dan tempat kediaman bagi isteri;
b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
a. nafkah, kiswah (pakaian) dan tempat kediaman bagi isteri;
b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
Dalam
sebuah penelitian dinyatakan bahwa perceraian karena nafkah lebih dominan
dibandingkan dengan perceraian karena alasan lain. Hal ini disebabkan
penghasilan suami yang tidak tetap, suami tidak bekerja, minimnya kesadaran
suami terhadap kewajiban yang harus dipenuhi terhadap keluarga dan di saat yang
bersamaan, isteri tidak terima sehingga timbul pertengkaran yang berujung pada
perceraian. [Nafkah Sebagai Alasan Perceraian; Skripsi UIN SUKA, 2012)
Nafkah
keluarga ini wajib hukumnya atas suami dan besarannya sesuai dengan kondisi ekonominya.
Allah SWT berfirman :
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ
مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا
مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang
disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang telah Allah
karuniakan kepadanya. Allah tidaklah memikulkan beban kepada seseorang
melainkan (sekedar) apa yang telah Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan
memberikan kelapangan setelah kesempitan” [QS Ath-Thalaq : 7].
Ayat
ini secara tersirat menganjurkan seorang isteri untuk tidak membebani suaminya
dengan banyak tuntutan. Hendaklah dia ridha dengan sedikit (nafkah), khususnya
jika suami berada dalam kesusahan dan kemiskinan”. Allah SWT mengancam istri
yang tidak pandai bersyukur. Melalui sabda Rasulullah :
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ
تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah
tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya,
dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup).” [HR Nasa’i]
Minimal
nafkah sebesar 1 Mud ( 0,6 Kg atau 3/4 Liter) Makanan pokok [Nihayatuz
Zain] Lain halnya jika suami enggan memberi nafkah, atau pelit sehingga memberi
nafkah dalam jumlah yang minim. Maka ber-dosalah jika suami berbuat demikian. Nabi
ﷺ bersabda:
كَفَى بِالمَرْءِ إِثْماً أنْ يُضَيِّعَ مَنْ
يَقُوْتُ
“Cukuplah
sebagai dosa bagi suami yang menyia-nyiakan orang yang menjadi
tanggungannya.”[HR Ahmad]
Type
suami macam ini telah ada di zaman Nabi ﷺ . Dari ‘Aisyah bahwa Hindun
binti ‘Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan (suami) adalah
seorang laki-laki yang bakhil. Dia tidak memberi (nafkah) kepadaku yang
mencukupi aku dan anakku, kecuali yang aku ambil darinya sedangkan dia tidak
tahu”. Maka beliau bersabda:
خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ
“Ambillah
yang mencukupimu dan anakmu dengan patut”.[HR Bukhari]
Lantas
bagaimana dengan nafkah bathin? nafkah bathin sama halnya dengan nafkah lahir
(materi) keduanya wajib ditunaikan oleh seorang suami. Di zaman Nabi, ada
seorang suami yang melalaikan nafkah bathin karena sibuk dengan ibadahnya sehingga
tidak sempat menjamah istrinya. Nabi ﷺ melihat
Khaulah bintu Hakim, (istri Utsman bin Madz’un) berpenampilan kusam, seperti orang
tidak pernah merawat dirinya. Beliaupun bertanya kepada A’isyah,
يَا عَائِشَةُ، مَا أَبَذَّ هَيْئَةَ
خُوَيْلَةَ؟
“Wahai
Aisyah, Khoulah kok kusut kusam ada apa?”
Jawab
Aisyah, “Ya Rasulullah, wanita ini punya suami, yang setiap hari puasa, dan
tiap malam tahajud. Dia seperti wanita yang tidak bersuami. Makanya dia tidak
pernah merawat dirinya.”
Kemudian
Rasulullah SAW menyuruh seseorang untuk memanggil sang suami (Utsman bin
Madz’un). Ketika datang, Rasulullah SAW menasehatinya : “Wahai Utsman, Apakah kamu
membenci sunahku?” “Tidak Ya Rasulullah. Bahkan aku selalu mencari sunah anda.”
Jawab Ustman. Rasul ﷺ bersabda
:
فَإِنِّي أَنَامُ وَأُصَلِّي، وَأَصُومُ
وَأُفْطِرُ، وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ، فَاتَّقِ اللهَ يَا عُثْمَانُ، فَإِنَّ
لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ
لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَصُمْ وَأَفْطِرْ، وَصَلِّ وَنَمْ
“Kalau
begitu, ketahuilah bahwa aku tidur dan aku shalat tahajud, aku puasa dan kadang
tidak puasa. Dan aku menikahi wanita. Wahai Utsman, bertaqwalah kepada Allah.
Karena istrimu punya hak yang harus kau penuhi. Tamumu juga punya hak. Dirimu
punya hak. Maka berpuasa (di satu saat), dan tidak puasa (di saat yang lain). Lakukanlah
tahajud, tapi juga harus tidur.” [HR. Ahmad] Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka
hati dan fikiran kita untuk memenuhi nafkah sehingga istri tidak berkata: mohon
nafkah lahir bathin.
Salam
Satu Hadith,
DR.H.Fathul
Bari Alvers
PP
Annur2.net Malang, Ind
Temukan
Artikel ini dalam
BUKU
ONE DAY ONE HADITH
Kajian
Hadits Sistem SPA
(Singkat,
Padat, Akurat)
Buku
Serial #1 Indahnya Hidup Bersama Rasul SAW
Buku
Serial #2 Motivasi Bahagia dari Rasul SAW
Harga
Promo, hub.: 081216742626
Mohon
Doa Restu. UMRAH ALVERS Bersama Admin (37 Jamaah), InsyaAllah berangkat Pagi, 20
April 2017 Paket Bintang 4 (Rp 26 Juta Net, tanpa tambahan) Pesawat Saudia
Langsung Madinah, 13 Hari, Hotel Makarim Al-Masi Madinah dan Hotel Azka Shofa Mekah.
Pulang Tanggal 3 Mei 2017. Alvers yang ada di Mekkah Medina Bisa WA Ke:
08125214321
0 komentar:
Post a Comment