ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar RA, Rasul SAW bersabda :
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ
الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
Shalat
jama’ah lebih utama dari shalat sendirian sebanyak 27 derajat [HR Muslim].
Catatan
Alvers
Shalat
merupakan rukun kedua dan berfungsi sebagai tiang agama. Rasulullah bersabda :
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ
الصَّلَاةُ
Pemimpin
segala perkara (agama) ialah Islam (syahadatain), dan tiangnya ialah shalat.[HR
Tirmidzi]
Para
rasul menganjurkan umatnya untuk menunaikannya, tak terkecuali Nabi Ibrahim AS,
beliau bermunajat dan diabadikan dalam firman Allah swt:
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ
Ya
Rabbku, jadikanlah aku dan anak-cucuku, orang-orang yang tetap mendirikan
shalat, ya Rabb kami, perkenankan do’aku. [QS Ibrahim : 40].
Demikian Pula Nabi Muhamad SAW diperintahkan Allah SWT dengan firman-Nya:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ
عَلَيْهَا لاَنَسْئَلُكَ رِزْقًا نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa. [QS Thaha:132].
Demikian
tinggi kedudukan shalat sehingga shalat menjadi pembeda antara mukmin dan
kafir. Rasulullah SAW bersabda:
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ
الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
Perjanjian
antara aku dan mereka adalah shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya, maka
telah berbuat kekafiran.[HR Tirmidzi]
Dalam
pelaksanaannya, Rasul SAW memerintahkan kepada orang laki-laki untuk
menunaikannya di masjid secara berjamaah. Pernah suatu ketika ada seseorang
yang buta mendatangi Nabi SAW dan berkata,“Wahai Rasulullah, aku tidak
mempunyai seorang yang menuntunku ke masjid,” lalu dia meminta keringanan
kepada beliau untuk shalat di rumahnya. Lalu Beliau SAW mengijinkannya. Namun
ketika ia keluar, Rasulullah memanggilnya
dan bertanya,
هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ
“Apakah
engkau mendengar adzan shalat?”
Dia
menjawab,“Ya.”
Lalu
Beliau berkata,
فَأَجِبْ
“Penuhilah!”
[HR Muslim]
Kalau
orang buta saja diharuskan melaksanakan sholat berjamaah maka bagaimana dengan
orang yang normal seperti kita?. Dalam hadits lain juga disebutkan bahwa Rasul
SAW ingin membakar rumah-rumah orang yang enggan sholat berjamaah. [Lihat HR
Bukhari] Maka wajarlah kalau ulama Al-Hanafiyah dan mazhab Hanabilah
berpendapat bahwa shalat berjamaah hukumnya fadlu ‘ain.
Menurut
kalangan syafi’iyyah, Sholat berjamaah hukumnya sunnah mu’akkadah dan tidak
wajib mengingat hadits utama di atas yang menyatakan bahwa “shalat jama’ah
lebih utama dari shalat sendirian sebanyak 27 derajat”. Kata “lebih baik”
memberikan pemahaman bahwa shalat sendirian itu baik sehingga ini menunjukkan kesunnahan
sholat berjamaah. Adapun hadits-hadits seperti Rasul menyuruh orang buta shalat
di masjid dan semisalnya maka hal ini menunjukkan bahwa sunnah tersebut muakkadah
(sangat dianjurkan). [Lihat Fathul Muin]
Sunnah
Mu’akkadahnya sholat berjamaah tercermin dari besarnya pahala yang diberikan. Rasul
SAW bersabda :
صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ
عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ
أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ
لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ
بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ
الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا
انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
“Shalat
seseorang dengan berjama’ah dilipatgandakan daripada shalatnya di rumah dan di
pasarnya dua puluh lima kali lipat. Dan hal itu dikarenakan apabila ia berwudlu
lalu memperbagus wudlu’nya kemudian keluar ke masjid dengan tujuan hanya untuk
shalat maka tiap satu langkah kakinya ia diangkatkan satu derajat baginya dan
dihapuskan satu dosanya. Lalu apabila ia shalat, para malaikat akan terus
mendo’akannya selama ia berada di tempat shalatnya, selama ia berada ditempat
shalatnya. Malaikat mendoakan, “Ya Allah, sejahterakanlah ia. Ya Allah,
rahmatilah dia.” Dan ia dianggap berada di tempat shalatnya selama ia menunggu
shalat.” [HR Bukhari]
Sholat
berjamaah di masjid sebagaimana paparan di atas berlaku bagi laki-laki adapun
wanita maka wanita hukumnya lebih utama (afdol) berjamaah di rumah beserta
keluarganya. Suatu saat, Ummu Humaid RA berkata : Wahai Rasulullah, sungguh aku
senang shalat bersamamu.” Maka Nabi saw menjawab :
قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلاةَ
مَعِي، وَصَلاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ،
وَصَلاتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاتِكِ فِي دَارِكِ، وَصَلاتُكِ فِي
دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ، وَصَلاتُكِ فِي
مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِي
”Aku
sudah tahu itu, dan shalatmu di bagian dalam rumahmu lebih baik bagimu daripada
shalatmu di kamar depan. Shalatmu di kamar depan lebih baik bagimu daripada
shalatmu di kediaman keluarga besarmu. Shalatmu di kediaman keluarga besarmu
lebih baik bagimu daripada shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid
kaummu lebih baik daripada shalatmu di masjidku.”
Maka
Ummu Humaid RA memerintahkan agar dibangunkan musholla di bagian rumahnya yang
paling dalam dan paling gelap, dan ia shalat di situ sampai bertemu Allah. [HR.
Ahmad]
Para
wanita muda hukumnya makruh berjamaah di masjid, Sayyid Bakri berkata :
ويكره
لها أى المرأة حضور جماعة المساجد إن كانت مشتهاة ولو في ثياب بذلة.... ويحرم عليهن
بغير إذن ولي أو حليل
"Dimakruhkan
wanita menghadiri jamaah di masjid, jika wanita tersebut adalah wanita yang
masih musytahat (wanita muda yang mengundang syahwat) walaupun tidak
berhias,... Dan adakalanya hukumnya wanita berjamaah di masjid adalah haram
ketika tidak diizini oleh suaminya atau walinya." [I'anatut Thalibin]
Namun
demikian, suami janganlah melarang sitri untuk pergi ke masjid sebab Rasul SAW juga
bersabda: “Jangan kalian mencegah hamba-hamba perempuan Allah dari shalat di
masjid-masjid-Nya.” [HR Al-Bukhari]
Lantas,
jika suami sholat di masjid dan istri sendirian di rumah sehingga tidak bisa
melakukan shalat secara berjamaah maka manakah yang lebih baik? Bolehkah suami
sholat di rumah? Dalam kasus ini, Sa’id bin Muhamad Al-Hadlrami menjawab :
.نعم إن كان يصليها بأهله جماعة وذهابه الى المسجد
يفوتها وقام الشعار بغيره ولم يتعطل مسجد بغيبته فهو أفضل وتحصل فضيلة الجماعة بصلاته
بزوجته أو نحوها بل تحصيله الجماعة لأهل بيته أفضل
Jika
perginya suami ke masjid menyebabkan istri sholat sendirian padahal masjid
sudah ramai orang-orang berjamaah tanpa kehadirannya Maka seorang suami afdhal
shalat berjamaah dengan istrinya di rumahnya. [Busyral Karim]
syaikh
Ibrahim Al-Baijuri menyebutkan :
وتحصل فضيلة الجماعة بصلاته بزوجته أو نحوها بل
تحصيله الجماعة لأهل بيته أفضل
Seorang
laki-laki juga mendapatkan keutamaan shalat berjamaah dengan melaksanakannya
bersama istri atau keluarga yang lain, bahkan pelaksanaan shalat berjamaah
bersama keluarga di rumahnya lebih utama. [Hasyiyah Al-Bajuri] Wallahu
A’lam. Semoga Allah Al-Bari menjadikan kita dan keluarga kita sebagai orang
yang ahli shalat berjamaah dan emndapatkan keutamaannya.
Salam
Satu Hadith,
DR.H.Fathul
Bari Bin Badruddin
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jawa Timur Indonesia
0 komentar:
Post a Comment