ONE DAY ONE HADITH
Dari Sayyidah Aisyah RA, ia berkata :
اشْتَرَى رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا وَرَهَنَهُ
دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ
Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari
seorang Yahudi dengan cara menggadaikan sebuah baju besi. [HR. Muslim]
Catatan Alvers
“Uang memang bukan segalanya, namun segalanya
butuh uang” demikianlah ujaran yang realistis menilai uang. Kebutuhan sandang,
pangan dan papan tak terlepas dari yang namanya uang. Jika seseorang mempunyai
kebutuhan yang mendesak namun tidak memiliki uang maka solusinya adalah
pegadaian, mengatasi masalah tanpa masalah.
Nabi di satu sisi adalah sebagai Rasul, Namun di
sisi lain beliau adalah manusia. Sisi Ke-manusiawi-an inilah yang menjadikan
beliau sebagai teladan dalam kehipun kita sebab jika nabi itu berasal dari
malaikat maka beliau tidaklah memiliki problem kehidupan layaknya kita sebagai
manusia, lantas dari manakah kita mengambil suri tauladan?.
Layaknya kebanyakan manusia yang ditimpa
kebutuhan yang sangat mendesak, Rasul SAW juga demikian. Pernah beliau sangat
membutuhkan makanan namun tidak memiliki uang saat itu sehingga beliau
menggadaikan sebuah baju besi kepada orang yahudi sebagaimana keterangan dalam
hadits utama di atas. Bahkan dalam hadits lain disebutkan :
تُوُفِّيَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ
يَهُودِيٍّ بِثَلَاثِينَ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
Ketika Rasulullah SAW wafat baju perang
Beliau masih tergadai kepada seorang Yahudi seharga tiga puluh sha'
gandum". [HR Bukhari] @1 Sha’ = 2.7 Kg, 30 Sha’ = 81 Kg Gandum. Jika 1 Kg
Gandum Seharga 50 ribu maka 81 Kg = Rp. 4 jutaan.
Di dalam Syarah An-Nawawi disebutkan beberapa
penafsiran mengenai hadits ini, di antaranya, 1. Nabi bermuamalah dengan orang
yahudi untuk menjelaskan diperbolehkannya melakukan hal tersebut. 2. Saat itu
tidak ada orang yang memiliki kelebihan bahan makanan selain si Yahudi
tersebut. 3. Sahabat merasa berat untuk menerima gadai dari Nabi dan tidak pula
mau menerima pembayaran sehingga Nabi sengaja memilih orang Yahudi tersebut agar
tidak memberatkan sahabat. [Syarah Imam Nawawi]
Dalam hadits tersebut juga diambil kesimpulan
bahwa berhutang itu suatu keterpaksaan bukan satu pilihan bahkan suatu trend.
Dalam iklan disebutkan “kalau bisa kredit ngapain bayar cash?”. Lihatlah Rasul
berhutang karena memenuhi kebutuhan primer (membeli makanan) bukan untuk gaya
hidup. Dalam Ilmu Fisika dikatakan bahwa “tekanan itu itu berbanding lurus
dengan gaya”. Maka jika hidup anda banyak tekanan itu artinya anda kebanyakan
Gaya!.
Berhutang bukanlah sebuah dosa, namun
seseorang bisa jadi terjerumus kepada perbuatan dosa akibat hutangnya. Ada seseorang
berkata kepada beliau: “Betapa seringnya Engkau berlindung dari hutang,
(mengapa demikian?)”. Beliau pun menjawab:
إِنَّ
الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ
Sesungguhnya seseorang yang (biasa)
berhutang, jika dia berbicara maka dia berdusta, jika dia berjanji maka dia
mengingkarinya. [HR Bukhari]
Maka untuk mengatisipasi dari kebohongan akibat hutang, Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ
إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوه
Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya…[QS al-Baqarah: 282]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
Read more https://pengusahamuslim.com/4198-hukum-mencatat-dan-menghadirkan-saksi-dalam-utang.html
Read more https://pengusahamuslim.com/4198-hukum-mencatat-dan-menghadirkan-saksi-dalam-utang.html
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
Read more https://pengusahamuslim.com/4198-hukum-mencatat-dan-menghadirkan-saksi-dalam-utang.html
Read more https://pengusahamuslim.com/4198-hukum-mencatat-dan-menghadirkan-saksi-dalam-utang.html
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
Read more https://pengusahamuslim.com/4198-hukum-mencatat-dan-menghadirkan-saksi-dalam-utang.html
Read more https://pengusahamuslim.com/4198-hukum-mencatat-dan-menghadirkan-saksi-dalam-utang.html
Selanjutnya, hendaklah ketika berhutang
seseorang tidak berniat buruk dengan menunda-nunda pembayaran dalam kondisi
mampu apalagi berniat tidak membayarnya. Rasul SAW bersabda : “Menunda
pelunasan hutang dari seorang yang kaya adalah sebuah kedzaliman [HR Bukhari]
Rasul SAW juga bersabda :
أَيُّمَا
رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ
اللَّهَ سَارِقًا
“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak
mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status
sebagai pencuri.” [HR Ibnu Majah]
Maka untuk lebih amannya, hutang itu disertai
jaminan. Jaminan tersebut dalam hukum islam dikenal dengan istilah rahn yang
berarti tsubut (tetap). Rahn didefiniskan sebagai:
جعل عين
مالية وثيقة بدين يستوفى منها عند تعذر الوفاء
Menjadikan benda yang berharga sebagai
jaminan hutang yang akan digunakan untuk melunasi hutang tersebut ketika sulit
untuk melunasi. [Fathul Qarib]
Jaminan tersebut berupa barang yang memenuhi
kriteria berikut :
وكل ما جاز
بيعه جاز رهنه في الديون إذا استقر ثبوتها في الذمة
Setiap benda yang boleh untuk dijual, maka
boleh digadaikan sebagai jaminan hutang ketika hutang tersebut sudah tetap di
dalam tanggungan. [Fathul Qarib]
Pada dasarnya, barang yang dijadikan jaminan
tersebut masih hak milik rahin (pemilik barang yang menggadaikan) meskipun telah
diterimakan kepada murtahin (pemilik uang atau penerima gadai) sehingga dengan
demikian tidak boleh murtahin menggunakan barang tersebut. Ya, memang demikian
adanya. Namun menurut ulama syafi’iyah hal itu diperbolehkan dalam kondisi
berikut :
ليس للمرتهن
أن ينتفع بالعين المرهونة ... فإن لم يكن الانتفاع مشروطاً في العقد جاز للمرتهن
الانتفاع بالرهن بإذن صاحبه
Murtahin (penerima gadai) tidak boleh
memanfaatkan / menggunakan barang gadaian....Jika pemanfaatan barang tersebut
tidak dipersyaratkan sewaktu akad gadai maka boleh murtahin memanfaatkannya
atas seidzin rohin. [Al-Fiqhu al-Islamy]
Mengapa demikian?, karena kalau disyaratkan sewaktu
aqad maka menjadi hutang yang mendatangkan satu manfaat (Kullu qardlin jarra
manfaatan), dan itu hukumnya tidak boleh karena masuk kategori riba. [I’anatut
Thalibin] Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari meneguhkan hati kita untuk
mengikuti ajaran islam tidak hanya dalam urusan ibadah namun juga dalam hal mu’amalah.
Salam Satu
Hadits
DR.H.Fathul
Bari Alvers
Pesantren
Wisata
AN-NUR
AL-MURTADLO
Bululawang
Malang Jatim
0 komentar:
Post a Comment