ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Sayyidah Aisyah RA, Rasul SAW bersabda :
الَّذِيْنَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌ
فِيْهِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ، وَالَّذِيْنَ يَقْرَأُ
الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيْهِ وَهُوَ شَاقٌّ عَلَيْهِ لَهُ أَجْرَانِ
“Seseorang
yang membaca Al-Qur’an dengan mahir, ia bersama malaikat yang diutus, yang
mulia lagi senantiasa berbuat taat. Adapun orang yang membaca Al-Qur’an dengan
terbata-bata dan kesulitan akan mendapatkan dua pahala.” [HR Bukhari]
Catatan
Alvers
Al-Quran
tidak hanya memiliki kedudukan mulia di sisi kaum muslimin karena ia mejadi
pedoman hidup (way Of Life) namun Al-Quran yang merupakan mukjizat itu di sisi
lain menjadi sumber pahala ketika dibaca. Para Ulama mendefinisikan Al-Quran :
القرآن هو كلام الله تعالى، المنزل على محمد
صلى الله عليه وسلم، المتعبد بتلاوته
"Quran
adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad saw. Yang membacanya
merupakan suatu ibadah." [Madkhal Ila Tafsiril Quran Wa Ulumih]
Membacanya
Al-Quran merupakan suatu ibadah yang mendatangkan banyak pahala. Rasul SAW
bersabda :
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ
فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حَرْفٌ
وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
Barangsiapa
yang membaca satu huruf dari al-Qur’an maka baginya satu kebaikan dan setiap
kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan Alim
Lam Mim ialah satu huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu
huruf. [HR. Bukhari].
Oleh
karena itu maka para sahabat sangat memperhatikan bacaan Al-Quran dan berusaha menjaga
agar bacaan al-Quran tidak menyimpang dari apa yang diajarkan oleh Rasul SAW.
Suatu
ketika Sayyidina Umar RA mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat al-Furqan
dengan kalimat yang berbeda dengan apa yang pernah di ajarakan oleh Nabi SAW. Selesai
shalat, Umar melaporkan hal ini kepada Nabi SAW. Umar berkata :
يَا رَسُولَ اللّهِ إِنّي سَمِعْتُ هَذَا
يَقْرَأُ سُورَةَ الْفُرْقَانِ عَلَىَ غَيْرِ مَا أَقْرَأْتَنِيهَا
Ya
Rasulullah, saya mendengar orang ini membaca surat al-Furqan dengan bacaan yang
berbeda dengan apa yang anda ajarkan kepadaku.
Lalu
Nabi SAW menyuruh Hisyam untuk membaca surat al-Furqan. Selesai membaca, Nabi SAW
mengatakan :
هَكَذَا أُنْزِلَتْ
“Sama
seperti yang diturunkan.”
Kemudian
Umar disuruh membaca. Selesai membaca, Nabi SAW mengatakan, “Sama seperti yang
diturunkan.” Lalu beliau bersabda,
إِنّ هَذَا الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ
أَحْرُفٍ. فَاقْرَأُوا مَا تَيَسّرَ مِنْهُ
“Sesungguhnya
al-Quran diturunkan dengan 7 huruf. Karena itu, bacalah dengan cara yang paling
mmudah bagi kalian.” [HR. Bukhari]
Perbedaan
cara baca Al-Quran seperti dalam kisah ini tidaklah menjadi masalah karena hal
itu di ajarkan oleh Rasul SAW. Variasi membaca Al-Qur’an seperti ini lazim
dikenal dengan istilah Qira’at, seperti istilah
Qira’at sab’ah, Qira’at Asyrah dll. Namun jika perbedaan cara baca ini
tidak diajarkan oleh Rasul maka hal ini dinilai sebagai kekeliruan yang harus
diluruskan, terlebih jika dapat merubah makna. Ziyad bin Sumayyah, wali Bashrah
suatu ketika melihat banyaknya kesalahan di kalangan orang arab dalam membaca
Al-Quran. Maka iapun meminta Abul Aswad Ad-Du’ali (w. 69 H/ 688 M) untuk
menyusun kaidah yang dapat menjaga lisan dari kesalahan baca. semula Abul Aswad
Ad-Du’ali acuh tak acuh akan tetapi emudian ia menanggapi serius masalah ini setelah
ia mendengar seseorang membaca ayat :
ان الله برئ من المشركين ورسوله
Dengan
dibaca “wa Rasulih”. Betapa tidak, bacaan ini menjadikan maknanya berubah dan keliru
secara fatal. Ayat yang semestinya dibaca “Wa Rasuluh” yang berarti Rasul
berlepas diri dari kaum musyrikin maka jika dibaca “wa Rasulih” artinya menjadi
“Allah berlepas diri dari Rasul”. Mendengar bacaan ini, Abul Aswad berkata:
عز وجه الله تعالى من أن يبرأ من رسوله
Maha
suci Allah dari berlepas diri dari Rasul-Nya.
Lalu
iapun bergegas menyusun kaidah harakat (berupa titik) dalam mushaf [Tarikhul
Qur’an Al-Karim, Thahir Al-Kurdi]
Dalam
perkembangannya, tidak hanya tepat bacaanya tapi ulama memperhatikan bagusnya
bacaan (Tajwid). Syaikh Muhammad Makki
Nashr al-Juraisi, Imam Masjid az-Zahid Kairo Mesir :
إعلم أن الواجب في علم التجويد ينقسم إلى واجب
شرعي وهو ما يثاب على فعله و يعاقب على تركه أو صناعي وهو ما يحسن فعله و يقبح
تركه و يعزر على تركه التعزير اللائق عند أهل تلك الصناعة
Ketahuilah
bahwa perkara yang wajib dalam ilmu tajwid terbagi menjadi dua bagian : (1.)
Wajib Syar'i : yakni seseuatu yang berpahala jika dikerjakan dan berdosa bila
ditinggalkan (2.) Wajib Shona'i : sesuatu yang baik untuk dikerjakan dan jelek
jika ditinggalkan, dan bagi yang meninggalkan akan dita'zir dengan ta'zir (hukuman)
yang sesuai. [Nihayah al-Qaul al-Mufid fi Ilm at-Tajwid]
Lebih
lanjut beliau memaparkan : Adapun wajib syar'i meliputi perkara yang berhubungan
dengan makhorijul huruf yang bisa merubah makna atau bahkan merusak makna, maka
hukumnya berdosa bagi orang yang meninggalkannya. Sedangkan yang wajib shona'i sebagaimana
penjelasan ulama dalam kitab-kitab tajwid, seperti idghom, ikhfa', iqlab, tarqiq,
tafkhim, dan sebagainya, hukumnya tidak berdosa bagi orang yang
meninggalkannya" .
Membaca
Al-Quran terlebih di dalam shalat, haruslah memperhatikan huruf-hurufnya. Surat Fatihah memiliki 141 huruf yang
merupakan bacaan wajib dalam sholat tidak boleh gugur hurufnya satupun. Jika
seseorang dengan sengaja dan mengetahui keharamannya merubah satu huruf seperti Dlod dengan huruf lain semisal dzo’ pada
kata “Dlollin” menjadi “dzollin” atau merubah harakat yang menjadikan maknanya
berubah seperti lafadz “an’amta” dibaca “an’amti”, maka sholatnya menjadi batal
namun jika tidak sengaja maka perlu membenarkan bacaannya saja.[Lihat Fathul
Muin]
Adapun
mengucap kalimat “Al-Fatihah” menjadi “Al-Fatekah” sebagaimana viral di bahas
di medsos maka menurut hemat kami hal ini tidak perlu terlalu di persoalkan
karena penyebutan ini tidaklah berkaitan dengan sah atau tidaknya sholat serta
kalimat “Al-Fatihah” yang dimaksud itu bukan termasuk al-Qur’an. Apalagi hal ini diucapkan oleh orang yang
masih taraf belajar dimana belajarnya akan diganjar dua kali oleh Allah seperti
keterangan hadits utama di atas.
Selanjutnya,
Pengucapan kalimat “Al-Fatekah” tersebut termasuk ranah loghat dan dialek dimana hal
ini lumrah terjadi tidak hanya pada dialek jawa namun dalam dialek arab sendiri
seperti mengucap kata masjid menjadi masgid, qolbi menjadi albi, Saqqaf menjadi
segaf dll. Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari memberikan kefasihan kepada kita
semua dalam membaca al-Quran dan menjauhkan diri kita dari sifat sombong dan
memperolok-olok orang lainnya.
Salam
Satu Hadits,
Dr.
H. Fathul Bari Alvers
NB.
Hak
Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan
menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan Share tanpa
mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain
tanpa menisbatkan kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan
keduanya adalah tercela [Imam Abdullah Alhaddad]
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Sarana
Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo
Mondok! Nggak Mondok Nggak Keren!
0 komentar:
Post a Comment