ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Abdullah Ibnu Mas’ud RA, Shafwan bin Assal Al-Muradi berkata: aku
mendatangi Rasulullah SAW waktu itu beliau sedang bersandar kepada mantelnya di
masjid. Saya berkata kepadanya: Ya Rasulullah! Saya datang untuk menuntut ilmu.
Beliau bersabda:
مَرْحَبًا بطالبِ الْعِلْمِ، طَالِبُ الْعِلْمِ
لَتَحُفُّهُ الْمَلائِكَةُ وَتُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا، ثُمَّ يَرْكَبُ بَعْضُهُ
بَعْضًا حَتَّى يَبْلُغُوا السَّمَاءَ الدُّنْيَا مِنْ حُبِّهِمْ لِمَا يَطْلُبُ
Selamat
datang penuntut ilmu. Penuntut ilmu dihargai dan disanjung oleh malaikat dan
dilindunginya dengan sayapnya. Kemudian mereka belomba-lomba untuk mencapai
langit dunia karena senang kepada apa yang ia tuntut. [HR Thabrani]
Catatan
Alvers
Dalam
bahasa arab, tidak ditemukan istilah santri karena memang bukan berasal dari
bahasa arab. Kata Santri dalam artian penuntut ilmu dalam bahasa arab disebut
“thalibul ilmi”. Maka semua sahabat Nabi, mereka itu adalah penuntut ilmu dari
nabi SAW. Rasul SAW memberi ucapan selamat datang kepada penuntut ilmu dan memberi
kabar gembira bahwa malaikat memuliakannya sebagaimana dalam hadits utama di
atas.
Dalam
penelusuran kami, ada
beberapa arti etimologi dari kata santri sebagai berikut :
(1)
“sattiri” (bahasa tamil) berarti orang yang tinggal di sebuah rumah miskin (Zuhud)
atau bangunan keagamaan secara umum (pondok) [Kapita Selekta PAI]
Di
Zaman Rasul SAW, ada sebuah bangunan
yang dikenal dengan nama shuffah. Pada awalnya shuffah ini menjadi
tempat tinggal bagi orang yang datang berhijrah dari mekkah dan tidak memiliki
harta. Dikisahkan oleh Abu Hurairah :
قَدْ رَأَيْتُ سَبْعِينَ مِنْ أَصْحَابِ
الصُّفَّةِ مَا مِنْهُمْ رَجُلٌ عَلَيْهِ رِدَاءٌ إِمَّا إِزَارٌ وَإِمَّا كِسَاءٌ
قَدْ رَبَطُوا فِي أَعْنَاقِهِمْ فَمِنْهَا مَا يَبْلُغُ نِصْفَ السَّاقَيْنِ
وَمِنْهَا مَا يَبْلُغُ الْكَعْبَيْنِ فَيَجْمَعُهُ بِيَدِهِ كَرَاهِيَةَ أَنْ
تُرَى عَوْرَتُهُ
Sungguh,
aku melihat sekitar tujuh puluh orang dari Ashabush Shuffah, tidak ada
seorangpun dari mereka yang memiliki rida' (selendang), atau kain, atau baju
panjang kecuali mereka ikatkan dari leher mereka. Di antara mereka ada yang
kainnya sampai ke tengah betisnya dan ada yang sampai ke mata kaki. Kemudian
dia lipatkan dengan tangannya karena khawatir auratnya terlihat. [HR Bukhari]
Namun
dalam perkembangannya, sahabat dari kalangan Anshar juga ada yang tinggal di
sana kendati mereka memiliki rumah di Madinah dan memiliki harta yang cukup.
Diantaranya adalah Ka’ab bin Malik al-Anshari RA, Hanzhalah bin Abi ‘Amir RA,
dan Haritsah bin Nu’man RA.
Begitu
pula keadaan santri di pondok pesantren, mereka diajari untuk hidup sederhana
dan qana’ah, mulai dari makan setiap hari dengan menu yang sederhana. Pakaian
sederhana, kasur dan alat tidur yang sederhana pula. Santri ketika pulang ia
akan merasakan bahagia dengan apapun kondisinya karena sudah terbiasa hidup
sederhana.
(2)
"cantrik" (bahasa jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru
kemanapun ia pergi dengan tujuan belajar dari gurunya mengenai suatu keahlian.
Dikalangan sahabat Nabi, Abu hurairah adalah orang yang sering bersama Nabi dan
banyak belajar dari beliau. Abu Hurairah berkata; "Sesungguhnya
kalian telah mengatakan bahwa Abu Hurairah adalah orang yang paling banyak
menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW dan kalian juga mengatakan tentang
sahabat Muhajirin dan Anshar yang menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW
dengan tidak sebanyak yang disampaikan oleh Abu Hurairah”. Beliau melanjutkan :
وَإِنَّ إِخْوَتِي مِنْ الْمُهَاجِرِينَ كَانَ
يَشْغَلُهُمْ صَفْقٌ بِالْأَسْوَاقِ وَكُنْتُ أَلْزَمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مِلْءِ بَطْنِي فَأَشْهَدُ إِذَا غَابُوا
وَأَحْفَظُ إِذَا نَسُوا
Sungguh
saudara-saudaraku dari kalangan Muhajirin mereka disibukkan dengan berdagang di
pasar-pasar sedangkan aku selalu mendampingi (mulazamah) Rasulullah SAW dalam
keadaan perutku hanya terisi makanan pokok sehingga aku hadir saat mereka tidak
hadir dan aku dapat menghafal hadits ketika mereka lupa. [HR Bukhari]
Di
lain riwayat, Abu Hurairah RA berkata :
صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
ثَلاَثَ سِنِينَ ، لَمْ أَكُنْ فِى سِنِىَّ أَحْرَصَ عَلَى أَنْ أَعِىَ الْحَدِيثَ
مِنِّى فِيهِنَّ
“Saya
(Abu Hurairah) menemani Rasulullah SAW selama 3 tahun, tidaklah ada dari usiaku
yang lebih gigih untuk memahami hadits kecuali pada kurun waktu 3 tahun
tersebut. [HR Bukhari]
Seperti
itu pula keadaan santri, mereka memiliki lebih banyak waktu untuk belajar
karena ia tidak disibukkan bermain seperti game online, menonton sepakbola atau
kegiatan keluarga sehingga mereka memiliki lebih banyak waktu untuk menuntut
ilmu dan juga mereka tidak dipalingkan niatnya oleh TV, Radio dan medsos
(4) "shastri" (bahasa sansekerta)
yang berarti melek huruf sebagai lawan kata buta huruf. Kata shastri merupakan
derivasi dari kata shastra yang berarti kitab suci. Sehingga dikhususkan untuk
orang yang melek huruf-huruf dalam kitab suci. [Indonesia: whiter islam]
Pada
zaman Nabi, Shuffah di atas juga difungsikan sebagai tempat untuk aktifitas
pendidikan membaca dan menghafal al-Qur’an secara benar dan hukum Islam di
bawah bimbingan nabi secara langsung. Maka seperti itu pula pesantren digunakan
untuk mempelajari Al-Qur’an hadits serta kitab kuning.
(4)
“santri” (bahasa tamil) berarti guru mengaji [Tradisi Pesantren]
Di
antara sahabat Nabi, ada sahabat yang ditugaskan mengajar. Ubadah bin Shamit RA
berkata : Saya dulu mengajarkan Ahli Shuffah cara menulis, dan membaca Al-Quran
[HR Ahmad]
Di
pesantrenpun demikian, para santri senior diberi tugas mengajar baik di dalam
pondok maupun di luar pondok (masyarakat).
(5)
“Sant-Tra” (gabungan dua kata) yaitu "sant" yang berarti manusia baik
dan "tra" berarti suka menolong [Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia]
Para
sahabat nabi mereka memiliki jiwa sosial yang tinggi hingga mendapat pujian
dari Allah swt :
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ
بِهِمْ خَصَاصَةٌ
mereka
(kaum Anshar) mengutamakan (Kaum Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun
mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu)...[QS. Al-Hasyr: 9]
Di
Dalam pesantren, seorang santri akan berada dengan puluhan santri lain dalam
satu ruangan kamar. Kebersamaan inilah yang akan menumbuhkan jiwa sosial,
saling membantu satu sama lain. Sering kali ditemukan, orang tua yang mengirim
makannan untuk anaknya akan tetapi yang ikut senang adalah teman-temannya.
Dengan
demikian, Saya bisa katakan bahwa secara terminologi, santri itu adalah orang
yang tinggal di pondok pesantren, bisa baca kitab suci atau bahasa arab, meneladani
kyai (guru) dalam akhlaqul karimah serta memiliki jiwa sosial yang tinggi. Maka
jamak saya temukan motivasi orang tua memondokkan anaknya karena melihat anak
tetangga yang mondok memiliki tatakrama kepada orang tua dan berakhlakul
karimah. Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati para orang tua berikut
putra putrinya agar mau memondokkan dan mondok di pesantren. Ayo Mondok, Nggak
Mondok Nggak keren!
Salam
Satu Hadits,
Dr.
H. Fathul Bari Alvers
NB.
Hak
Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan menjiplaknya
akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan Share tanpa mengedit artikel
ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain tanpa
menisbatkan kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan
keduanya adalah tercela [Imam Abdullah Alhaddad]
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Sarana
Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo
Mondok! Nggak Mondok Nggak Keren!
0 komentar:
Post a Comment