ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Abu Humaid As-Sa’idy RA, Rasul SAW bersabda :
هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ
Hadiah
untuk para pejabat / pegawai adalah Ghulul (Gratifikasi). [HR Ahmad]
Catatan
Alvers
Setiap
kita pastilah senang ketika menerima hadiah. Begitu pula sebaliknya, kitapun
senang untuk memberi hadiah kepada orang yang kita cintai. Hadiah itu akan
menjadi perekat hubungan diantara kita dengan orang yang kita cintai. Rasul SAW
bersabda :
تهادوا تحابوا
“Hendaknya
kalian saling bertukar hadiah niscaya kalian saling mencintai.” [HR Thabrani]
Dalam
hadits yang lain, Rasul SAW bersabda:
تَهَادَوْا فَإِنَّ الْهَدِيَّةَ تُذْهِبُ
وَحَرَ الصَّدْرِ وَلَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ شِقَّ فِرْسِنِ
شَاةٍ
“Hendaknya
kalian saling memberi hadiah, karena hadiah dapat menghilangkan kebencian yang
ada dalam dada. Janganlah seorang wanita meremehkan arti suatu hadiah yang ia
berikan kepada tetangganya, walau hanya sebagian dari tulang kambing dengan
dagingnya yang sedikit.” [HR Tirmidzi]
Sebagaimana
disebutkan dalam hadits tersebut, hadiah bisa memupuk kasih sayang dan
menghilangkan kebencian. Mengapa demikian? Karena hadiah tersebut diberikan
dengan penuh ketulusan, keikhlasan dan kasih sayang. Hal ini akan berbeda jika
seseorang memberikan hadiah kepada pejabat atau pegawai, karena hadiah tersebut
diberikan karena keterpaksaan atau karena ada “udang dibalik batu”, ada
keuntungan yang ditunggu. Maka dari itu kita ketahui mengapa hadiah untuk
pejabat itu dilarang sebagaimana hadits utama di atas.
Sebagai
orang yang baik tentunya kita akan merasa
berterimakasih ketika mendapatkan layanan yang baik dari seorang pegawai atau pejabat, apalagi jika berkaitan dengan suatu proyek.
Sebagai wujud rasa terimakasih tersebut seringkali dirupakan dalam bentuk hadiah
kepadanya. Namun hadiah tersebut walaupun dengan niatan baik ini
hukumnya terlarang. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya yang demikian itu
telah menjadi kewajiban dari pejabat tersebut dan iapun telah
mendapatkan imbalannya berupa
gaji yang diberikan oleh instansi atau perusahaan tempat dia bekerja. Sehingga dengan demikian , ia tidak berhak untuk menerima berupa hadiah tersebut.
Hadiah
untuk pejabat seperti itu dikenal dengan istilah
gratifikasi. Menurut Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001, Gratifikasi didefinisikan
sebagai pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Setiap gratifikasi dianggap sebagai pemberian suap dan akan
diberikan sanksi sesuai Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001
dengan Pidana penjara seumur hidup atau 4 - 20 tahun dan pidana denda dari Rp
200 juta - Rp 1 miliar. [kpk go id]
Dalam
islam, gratifikasi juga terlarang hukumnya. Hal ini sebagaimana pernyataan
keras Nabi SAW ketika seorang bernama Ibnul Latabiyah yang bertugas memungut
sedekah dari kalangan keluarga Bani Sulaim menghadap Rasul SAW dan berkata:
هَذَا مَالُكُمْ وَهَذَا هَدِيَّةٌ
“Ini
hartamu dan yang ini adalah hadiah (yang
aku dapatkan).”
Mendengar
hal ini, Rasul SAW bersabda :
فَهَلَّا جَلَسْتَ فِي بَيْتِ أَبِيكَ وَأُمِّكَ
حَتَّى تَأْتِيَكَ هَدِيَّتُكَ إِنْ كُنْتَ صَادِقًا
“Mengapa
engkau tidak duduk-duduk saja di rumah ayah dan ibumu, lalu lihatlah: adakah
engkau mendapatkan hadiah atau tidak?” Jika engkau benar. [HR Bukhari]
Dikisahkan
oleh Furat bin Muslim bahwa suatu ketika Umar ibn Abdul Aziz sangat ingin makan
buah apel akan tetapi ia tidak punya cukup uang untuk membelinya. Kemudian kami
melakukan satu perjalanan bersamanya dan berpapasan dengan beberapa pemuda
biara yang membawa beberapa bungkus buah apel. Lalu Ia mengambil satu bungkus
dari buah apel tersebut dan menciumnya, kemudian mengembalikan bungkusan
tersebut. Aku bertanya mengapa (dikembalikaa), ia menjawab: “Aku tidak membutuhkannya.”
Aku bertanya: “Bukankah Rasulullah saw, Abu Bakar dan ‘Umar juga menerima
hadiah?” Ia menjawab:
إِنَّهَا لِأُولَئِكَ هَدِيَّة وَهِيَ
لِلْعُمَّالِ بَعْدهمْ رِشْوَة
“Hal
itu bagi mereka adalah hadiah, tetapi bagi para pekerja/pejabat setelahnya termasuk
risywah (sogokan).” [Fathul Bari] Wallahu A’lam.
Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita agar tidak memberi ataupun menerima
gratifikasi ataupun serupanya, yang nantinya “harus” dikembalikan dengan
penyelewengan wewenang atas suatu jabatan dan tugas.
Salam
Satu Hadits,
Dr.
H. Fathul Bari Alvers
NB.
Hak
Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan
menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan Share tanpa
mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia
adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam
Abdullah Alhaddad]
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Sarana
Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo
Mondok! Mondok itu Keren!
0 komentar:
Post a Comment