ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Sayyidah Aisyah RA, Rasul SAW bersabda :
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي
شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ
أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ
Ya
Allah, barangsiapa memegang urusan umatku (mendapat amanah jadi pemimpin) dan ia
menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia. Dan barang siapa memegang urusan
umatku dan bersikap sayang kepada mereka, maka sayangilah mereka. [HR Muslim]
Catatan
Alvers
Dalam
sebuah pemilihan, apakah pilpres, pilgub, pileg atau pilkades, kalah dan menang
adalah hal yang biasa. Justu jika semua menang maka akan tidak biasa dan akan
menimbulkan masalah yang serius. Yang pasti, “yang menang janganlah sombong dan
yang kalah janganlah berbohong (membuat alasan)”. Jika menang, menanglah dengan
sikap mulia dan jika kalah, tetaplah bersikap mulia. Kalah bukan berarti tujuan
mengabdi untuk masyarakat tidak tercapai, bukankah masih bisa dilakukan dengan banyak
cara?. Yang menang hendaknya sadar bahwa
jabatan kepemimpinan yang diraih bukan untuk dibangga-banggakan melainkan sebagai
usaha untuk mengabdi dan melayani, bukankah pemimpin itu adalah pelayan?
Istilah
pemimpin adalah pelayan dikenal dengan istilah Servant
Leader
ini dipakai untuk pertama kalinya oleh Robert K. Greenleaf [1904-1990] pada
tahun 1970 dalam tulisannya yang berjudul The Servant as Leader. Ide ini setelah
Greenleaf membaca buku “Journey to the East” karangan Hermann Hesse. Di sana
dikisahkan seseorang yang bernama leo yang menjadi pelayan (abdi) dari sekelompok
orang yang melakukan suatu perjalanan spiritual.Leo menjalankan tugas
layanannya dengan baik hingga Leo menghilang. Sejak saat itu rombongan ini
menjadi berantakan dan perjalanan spiritual itu pun gagal.
Rombongan
itu akhirnya tersadar bahwa Leo yang selama itu dikenalnya sebagai seorang
“pelayan” pada kenyataannya adalah pemimpin mereka yang sesungguhnya. Leo
adalah roh pembimbing, seorang “pemimpin” yang besar dan terhormat.
Greenleaf
kemudian berkesimpulan bahwa “para pemimpin besar dilihat pertama-tama sebagai
pelayan”, dan kenyataan ini adalah kunci kepada kebesarannya.
Selanjutnya
ada 10 karakteristik
seorang servant-leader yang diindentifikasikan dari karya Robert
Greenleaf : 1. Mendengarkan (Listening).
2. Empati (Empathy). 3. Penyembuhan (healing). 4. Kesadaran (Awareness). 5.
Persuasi (Persuasion). 6. Konseptualisasi (Conceptualization). 7. Visioner (Foresight).
8. Kepengurusan (Stewardship). 9. Komitmen memajukan masyarakatnya (Commitment
to the growth of people). 10. Membangun komunitas (Building community). [kompasiana
com/indrapradja]
Jauh
sebelumnya, hal itu telah dikenal dalam islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW (570 –632 M). dikisahkan oleh Yahya
bin Aktsam, ia berkata, “Pada suatu malam aku menginap di rumah Amirul mukminin
al-Ma’mun. Aku terbangun di tengah malam karena rasa haus yang sangat, maka aku
pun bangkit (mencari air). Tiba-tiba Amirul mukminin berkata, “Wahai Yahya, apa
gerangan yang terjadi?” Aku menjawab, “aku sangat haus, Demi Allah wahai Amiral
mukminin.”
Lalu,
Khalifah Ma’mun lompat dari trmpat tidurnya lalu membawa satu kendi air
untukku. Aku berkata, “Wahai Amirul mukminin, mengapa tidak kau suruh pembantu
atau budak saja?” Beliau menjawab, “Tidak.” Karena bapakku meriwayatkan hadits
dari Kakek dan dari Buyut dari Uqbah bin ‘Amir ia berkata, “Rasulullah SAW
bersabda,
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
‘Pemimpin
suatu kaum adalah pelayan mereka. [HR As-Salmi dalam Adabus Shuhbah]
Senada
dengan hadits tersebut :
سَيِّدُ الْقَوْمِ فِي السَّفَرِ خَادِمُهُمْ فَمَنْ
سَبَقَهُمْ بِخِدْمَةٍ لَمْ يَسْبِقُوْهُ بِعَمَلٍ إِلاَّ الشَّهَادَةَ
Pemimpin
satu kaum dalam perjalanan adalah pelayan mereka. Maka barang siapa mendahului
untuk memberikan pelayanan maka ia tidak akan dikalahkan dengan amalan apapun
selain mari syahid [HR Al-Baihaqi]
Imam
Ghazali menceritakan bahwa suatu saat, Abu Ali Ar-Ribathi mengadakan perjalan
ke daerah pedalaman bersama Abdullah Ar-Razi. Ar-Razi berkata : “Siapakah yang
jadi amir (pemimpin) dalam perjalanan ini, aku atau kamu?”. Ar-Ribathi menjawab
: "Kamu pemimpinnya". Ar-Razi berkata : "Kalau begitu kamu wajib
taat padaku!". Ia lalu mengambil karung, memasukan barang-barang mereka kedalamnya
dan menggendongnya di atas punggung. Setiap kali Ar-Ribathi berkata padanya “berikan
padaku (aku saja yang membawanya)” maka Ar-Razi berkata : "bukankah sudah
kamu bilang kalau aku yang jadi pemimpinnya dan kamu akan mentaatiku?."
Malam
itu hujan turun, Ar-Razi berdiri semalaman dengan membentangkan kain untuk melindungi
Ar-Ribathi dari air hujan, sementara Ar-Ribathi duduk di bawahnya. Ar-Ribathi berkata
di dalam hati :
لَيْتَنِي مِتُّ وَلَمْ أَقُلْ أَنْتَ الْأَمِيْرُ
"Seandainya
aku tidak pernah mengatakan 'kamulah pemimpinya' hingga akhir hayatku.[Ihya
Ulumuddin]
Subhanallah,
itulah gambaran yang ideal dari hakikat seorang pemimpin dan rakyatnya dimana pemimpin
bersikeras melayani dan tak ingin dilayani sementara rakyat suka rela membantu
dan tidak mau hanya ongkang-ongkang kaki dan menuntut ini dan itu. Pemimpin
yang hanya mau enaknya saja dan menyusahkan rakyatnya maka ia akan mendapat doa
jelek dari Nabi dalam hadits di atas. Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari
membuka hati kita untuk menjadi orang yang menjalankan amanat baik sebagai
pemimpin maupun sebagai rakyat.
Salam
Satu Hadits,
Dr.
H. Fathul Bari Alvers
NB.
Hak
Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan
menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan Share tanpa
mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia
adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam
Abdullah Alhaddad]
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Sarana
Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo
Mondok! Mondok itu Keren!
kok sekarang dah gak update lagi ya tadz? padal selalu aku tunggu tunggu?
ReplyDeletedi tunggu update terbarunya tadz
ReplyDelete