ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Abud Darda’ RA, Rasul SAW bersabda :
الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ
فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوْ احْفَظْهُ
Orang
tua itu adalah pintu surga paling tengah. Jika kau mau, Silahkan sia-siakan
pintu itu, atau kau menjaganya [HR Turmudzi]
Catatan
Alvers
Problematika
keluarga yang sering terjadi bermuara dari ketidakcocokan antara kemauan anak
dan kemauan orang tua. Tidak jarang suami istri cekcok karena urusan orang tua
atau mertua. Baca edisi odoh sebelumnya dengan judul “Menantu VS Mertua”. Tidak
hanya sekarang, bahkan hal ini telah terjadi di zaman Nabi dan para sahabat
beliau.
Ada
seorang lelaki datang meminta petunjuk atas masalah yang menimpanya. Ia berkata
:
إِنَّ لِيَ امْرَأَةً وَإِنَّ أُمِّي
تَأْمُرُنِي بِطَلَاقِهَا
Aku
punya istri dan ibuku menyuruhku untuk menceraikannya.
Maka
Abud Darda’ menjawab dengan mengemukakan hadits utama di atas : “Orang tua itu adalah pintu surga paling
tengah. Jika kau mau, Silahkan sia-siakan pintu itu, atau kau menjaganya” [HR
Turmudzi]
Bahkan
lebih jauh lagi terjadi di zaman Nabi Ibrahim AS. Dimana Saat itu Nabi Ibrahim mengunjungi
rumah putranya, namun Nabi ismail tidak ada di tempat. Nabi Ibrahim bertanya
tentang kehidupan keluarganya, Maka istri Ismail menjawab: “Kami
mengalami banyak keburukan, hidup kami sempit dan penuh penderitaan yang
berat.” Istri Ismail mengadukan kehidupan yang dijalaninya bersama suaminya
kepada Ibrahim. Nabi Ibrahim berkata :
فَإِذَا جَاءَ زَوْجُكِ فَاقْرَئِى عَلَيْهِ
السَّلاَمَ ، وَقُولِى لَهُ يُغَيِّرْ عَتَبَةَ بَابِهِ
“Jika
suamimu datang sampaikan salam dariku dan katakan kepadanya agar mengubah
palang pintu rumahnya.”
Setelah
Nabi Ismail mendengar hal ini maka beliau berkata :
ذَاكِ أَبِى وَقَدْ أَمَرَنِى أَنْ أُفَارِقَكِ
الْحَقِى بِأَهْلِكِ
“Dia
adalah ayahku dan sungguh dia telah memerintahkan aku untuk menceraikanmu, maka
kembalilah ke keluargamu (karena engkau telah aku ceraikan).” [HR Bukhari]
Lantas
mungkin dibenak anda masih bertanya-tanya, apakah si anak wajib menuruti
kehendak orang tua yang menyuruh untuk menceraikan istri anaknya? Atau dia akan
dianggap sebagai anak durhaka dan melawan orang tua jika menolaknya?
Hal
serupa pernah dialami oleh Abdullah putra sahabat Umar RA. Ia berkata :
كَانَتْ تَحتِى اِمْرَأَةٌ وَكُنْتُ
أُحِبُّهَا، وَكَانَ عُمَرُيَكْرَهُهَا، فَقَالَ لِى :طَلِّقْهَا، فَأَبَيْتُ
“Aku
mempunyai seorang istri dan akupun mencintainya namun Umar (ayahku) tidak menyukainya.
Umar berkata kepadaku: “Ceraikanlah istrimu”.
Namun
aku tidak mau menceraikannya (karena sangat mencintainya), maka sahabat Umarpun
datang kepada Nabi SAW untuk mengadukan permasalahan ini, Maka Nabi SAW berkata
kepadaku: “Ceraikan istrimu'” [HR Tirmidzi]
Mengomentari
hadits tersbut, Imam Muhammad bin Ali As-Syawkani dalam kitabnya, Nailul Awthar
berkata :
قَوْلُهُ : ( طَلِّقْ امْرَأَتَكَ ) هَذَا
دَلِيلٌ صَرِيحٌ يَقْتَضِي أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى الرَّجُلِ إذَا أَمَرَهُ أَبُوهُ
بِطَلَاقِ زَوْجَتِهِ أَنْ يُطَلِّقَهَا وَإِنْ كَانَ يُحِبُّهَا فَلَيْسَ ذَلِكَ
عُذْرًا فِي الْإِمْسَاكِ . وَيَلْحَقُ بِالْأَبِ الْأُمُّ
Perkataan
Nabi “Ceraikan istrimu”, ini merupakan dalil yang jelas yang menunjukkan bahwa
wajib bagi seseorang untuk menceraikan istrinya jika diperintah oleh ayahnya
meskipun ia mencintainya, maka cintanya tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk
tidak menceraikannya. Dan (perintah) ibu dalam hal ini statusnya disamakan
dengan bapak. [Nailul Awthar]
Namun
dalam hal ini bukanlah suatu kesepakatan karena masih ada pendapat pendapat
yang lain. Suatu ketika, Ada orang bertanya kepada Al-Hasan Al-Bashri: “Ibuku menyuruhku untuk menceraikan istriku?” Beliau
menjawab :
ليس الطلاق من برها في شيء
Menceraikan
istri sama sekali bukan termasuk perilaku berbakti kepada ibu (Birrul Walidain)
[Husein bin Harb, Al-Birr Was-Shilah]
Ada
juga riwayat dimana ada orang bertanya kepada Imam Ahmad: “Ayahku menyuruhku untuk menceraikan istriku, (Apakah
aku harus menceraikannya)?” Imam Ahmad berkata: “Jangan kamu talaq”. Orang
tersebut bertanya lagi, “Tetapi bukankah Umar pernah menyuruh sang anak
menceraikan istrinya ?”
Imam
Ahmad menjawab:
حتى يكون أبوك مثل عمر رضي الله عنه
“(Jangan
kamu menceraikan istrimu), Sehingga Ayahmu seperti Umar (Umar memutuskan sesuatu
tidak dengan hawa nafsu) [Muhammad bin Muflih Al-Maqdisy, Al-Adab As-Syar’iyyah]
Maka
dengan demikian, Imam Syihabuddin Mahmud bin Abdillah Al-Husaini Al-Alusi,
memberikan batasannya :
لو كان الوالد مثلاً في غاية الحمق أو سفاهة
العقل فأمر أو نهى ولده بما لا يعد مخالفته فيه في العرف عقوقاً لا يفسق ولده
بمخالفته حينئذٍ لعذره وعليه فلو كان متزوجاً بمن يحبها فأمره بطلاقها ولو لعدم
عفتها فلم يمتثل لأمره لا إثم عليه ، نعم الأفضل طلاقها امتثالاً لأمر والده
Jika
sang ayah misalnya mengalami gangguan akal (tidak normal) lalu ia menyuruh atau
melarang anaknya dengan sesuatu yang secara adat istiadat anak tidak dianggap durhaka
maka anak tersebut tidak menjasi fasiq karena ia melanggarnya karena adanya
udzur tersebut. Bahkan jika ia menikah dengan wanita yang dicintainya lalu
ayahnya menyuruh menceraikannya –meskipun dengan alasan sang istri tidak pandai
menjaga diri- kemudian sang anak tidak menurutinya maka anak tersebut tidak
berdosa. Ya demikian, namun yang lebih baik adalah menceraikannya karena patuh
kepada perintah (baik) orang tuanya. [Tafsir Ruhul Ma’ani]. Wallahu A’lam.
Semoga Allah Al-Bari menjadikan kita sebagai orang tua yang bijak dan sebagai
anak yang birrul walidain.
Salam
Satu Hadits,
Dr.
H. Fathul Bari Alvers
NB.
Hak
Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan
menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan Share tanpa
mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia
adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam
Abdullah Alhaddad]
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Sarana
Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo
Mondok! Nggak Mondok Nggak Keren!
0 komentar:
Post a Comment