ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
oleh Umar Bin Khattab RA, Nabi SAW bersabda:
صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ
فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ
“…(Qashar itu) adalah sedekah dari Allah SWT
kepadamu, maka terimalah sedekah-Nya”. [HR Muslim]
Catatan
Alvers
Suatu
ketika, Ya’la bin Umayyah bertanya kepada Umar bin Kaththab RA tentang firman
Allah SWT :
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ
يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا
“Dan
apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar
shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.”(QS An Nisa’: 101].
(Apakah
kita tetap melakukan shalat dengan cara qashar) sementara kita dalam keadaan damai?.
Umar menjawab: Aku dulu heran dan bertanya-tanya sepertimu kemudian aku bertanya kepada Rasul SAW mengenai hal
tersebut (qashar dalam keadaan damai) dan beliau menjawab dengan hadits di atas
yaitu : “…(Qashar itu) adalah sedekah dari Allah SWT kepadamu, maka terimalah
sedekah-Nya”. [HR Muslim]
Dalam
riwayat lain, Nabi SAW bersabda :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا
يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى عَزَائِمُهُ
Sungguh
Allah senang ketika rukhshahnya (seperti qashar dll) dilaksanakan, sebagaimana Allah
senang ketika ibadah azimah (ibadah asal seperti shalat tanpa qashar)
dilaksanakan [Baihaqi]
Dan
dalam riwayat lainya disebutkan :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ
كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
Sungguh
Allah senang ketika rukhshahnya dipakai, sebagaimana kebencian Allah jika
seorang hamba bermaksiat” [HR Ahmad]
Maka
melakukan shalat qashar (Meringkas jumlah raka’at shalat yang empat menjadi dua
raka’at) bukanlah tanda kelemahan seseorang ataupun satu perkara yang makruh (dibenci), Justru sebaliknya Allah
menyukai kita untuk mengambil rukhsah (dispensasi) dari-Nya karena Allah
menyukai kemudahan untuk kita. Allah SWT berfirman :
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا
يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. [QS
Al-Baqarah : 185]
Utsman
RA pernah shalat bersama kami (‘Abdurrahman bin Yazid) di Mina sebanyak empat
raka’at. Hal itu lantas diceritakan pada ‘Abdullah bin Mas’ud, kemudian Ibnu
Mas’ud mengucap: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Aku pernah shalat bersama
Rasulullah SAW di Mina sebanyak dua raka’at, bersama Abu Bakar Ash Shiddiq di
Mina sebanyak dua raka’at, bersama ‘Umar bin Al Khattab di Mina sebanyak dua
raka’at. Lalu ‘Abdullah bin Mas’ud berkata :
فَلَيْتَ حَظِّى مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ
رَكْعَتَانِ مُتَقَبَّلَتَانِ
Andai
saja ‘Utsman mengganti empat raka’at menjadi dua raka’at yang diterima.” [HR Bukhari]
Menurut
Imam Nawawi, perkataan Ibnu Mas’ud RA tersebut mengisyaratkan bahwa apa yang
dilakukan ‘Utsman RA itu menyelisihi amalan Rasulullah, Abu Bakr RA dan ‘Umar RA
namun ia masih membolehkan shalat dengan sempurna (tanpa qashar di perjalanan)
karena ia pernah shalat di belakang ‘Utsman RA dengan sempurna tanpa qashar (di
perjalanan). Seandainya qashar shalat itu wajib dilakukan, tentunya ia tidak akan
melakukuannya di belakang siapa pun. [Syarh Shahih Muslim]
Shalat di perjalanan dengan qashar itu
diperbolehkan dengan syarat (1). Bepergian yang bukan karena tujuan maksiat
(maksiyat bis safar) dan memiliki tujuan yang jelas. (2). Jaraknya jauh (16 farsakh
= Kira-kira 80 KM). (3) Tidak bermakmum kepada imam yang melakukan sholatnya
dengan sempurna (4 raka’at). (4).
Dilakukan masih dalam perjalanan yaitu setelah melewati batas desanya sampai
tiba di tujuan dimana di tujuan tersebut ia berniat tinggal di situ dalam masa
sebentar yaitu kurang dari 4 hari 4 malam selain hari datang-pulangnya.
Di samping qashar, musafir juga diperbolehkan untuk melakukan shalat
Dzuhur Ashar dengan digabung dalam satu waktu. Jika dikerjakan di waktu yang
awal (Dzuhur) maka disebut dengan Jama’ taqdim. Jika dikerjakan di waktu yang kedua
(Ashar) maka disebut dengan Jama’ Ta’khir. Demikian pula Maghrib dan isya’.
Adapun syarat jama’ taqdim adalah (1). Mendahulukan shalat yang
pertama (dhuhur atau maghrib). (2). Berniat jama’ taqdim pada shalat yang
pertama (dhuhur atau maghrib).(3). Dilakukan tanpa jeda waktu yang lama dengan
ukuran melakukan 2 reka’at. Dalam jama’
ta’khir maka musafir haruslah berniat menunda pelaksanaan shalat (jama’ ta’khir)
ketika masuknya waktu shalat yang pertama (Dhuhur dan Maghrib). Di sini tidak harus
mendahulukan shalat yang awal (Dhuhur dan Maghrib). Jadi boleh tidak berurutan.
Imam Ghazali berkata : “Seorang yang
hendak melakukan perjalanan hendaknya menyiapkan bekal, baik bekal dunianya
maupun akhiratnya. bekal dunia itu seperti makan, minum dan uang sakunya. Dan bekal
akhirat berupa ilmu yang dibutuhkan terkait dengan cara bersuci baik wudlu
maupun tayammum, puasa, shalat dan ibadah selama di perjalanan. Karena perjalanan
itu terkadang mendatangkan dispensasi seperti Qashar, Jama’, meninggalkan puasa
dan terkadang memperberat dengan dibutuhkannya ilmu yang sekiranya tidak
dibutuhkan saat dia mukim di rumah seperti ilmu untuk mengetahui kiblat dan waktu-waktu
shalat, mengingat kalau di rumah cukup dengan mendengar adzan dan melihat
mihrab (pengimaman) masjid”. [Ihya Ulumuddin]
Wallahu
A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk terus semangat mencari ilmu
sebagai bekal di dunia maupun di akhirat.
Salam
Satu Hadits,
Dr.
H. Fathul Bari Alvers
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Sarana
Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo
Mondok! Mondok Itu Keren Lho!
NB.
Hak
Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan
menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan Share tanpa
mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia
adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam
Alhaddad]
0 komentar:
Post a Comment