ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar RA, Rasul SAW bersabda :
مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَمُوتَ بِالْمَدِينَةِ
فَلْيَفْعَلْ، فَإِنِّي أَشْفَعُ لِمَنْ مَاتَ بِهَا
Barang
Siapa yang mampu mati di Madinah, silahkan dia lakukan. Karena aku akan memberi
syafaat bagi mereka yang mati di Madinah.” [HR Ahmad]
Catatan
Alvers
Kematian
adalah suatu hal yang pasti menimpa manusia, namun demikian ia menjadi suatu
misteri yang tak seorangpun tahu dimana dan kapan ia akan meninggal. Allah SWT
berfirman :
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Dan
tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [QS Luqman : 34]
Hal
ini mengecualikan Nabi Musa AS, dimana beliau meminta untuk diwafatkan di tanah
suci dan pada waktu yang dimintanya. Rasul SAW bersabda :
Malaikat
maut (dengan menjelma sebagai manusia) diutus untuk mendatangi Nabi Musa AS.
Ketika sampai di sana, Nabi Musa AS menamparnya, sampai lepas matanya. Kemudian
Malaikat tersebut kembali menemui Rabbnya. Ia mengadu,
أَرْسَلْتَنِى إِلَى عَبْدٍ لاَ يُرِيدُ
الْمَوْتَ
“Engkau
mengutusku kepada hamba yang tidak menghendaki kematian.”
Kemudian
Allah mengembalikan matanya, dan berfirman :
يَضَعُ يَدَهُ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ فَلَهُ
بِمَا غَطَّتْ يَدُهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ سَنَةٌ
“Kembali
temui Musa, sampaikan kepadanya, ‘Silahkan dia letakkan tangannya di punggung
sapi, maka usia Musa akan ditambahkan sejumlah bulu yang ditutupi tangannya,
setiap satu bulu dihitung satu tahun.’
Nabi
Musa bertanya: “Wahai Rabbku, lalu setelah itu apa yang terjadi?” Allah
menjawab, “Setelah itu, mati.”Nabi Musa berkata,
“Kalau
begitu, sekarang saja.” Lalu Nabi Musa memohon kepada Allah agar didekatkan ke
tanah suci (Baitul Maqdis), sejauh lemparan sebuah batu. [HR. Bukhari – Muslim]
Permintaan
Nabi musa agar diwafatkan saat itu dilakukan karena kecintaannya kepada Allah
SWT bukan karena faktor musibah yang menimpa karena meminta kematian karena faktor
musibah adalah hal yang dilarang. Rasulullah SAW bersabda :
لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمُ المَوْتَ
لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ مُتَمَنِّيًا لِلْمَوْتِ فَلْيَقُلْ:
اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا
كَانَتِ الوَفَاةُ خَيْرًا لِي
“Janganlah
salah seorang di antara kalian berangan-angan untuk mati karena musibah yang menimpanya.
Kalau memang harus berangan-angan, hendaknya dia mengatakan, “Ya Allah,
hidupkanlah aku jika kehidupan itu baik untukku. Dan matikanlah aku jika
kematian itu baik bagiku.” [HR Bukhari – Muslim]
Kalimat
“matikanlah aku jika kematian itu baik bagiku” itu mengisyaratkan permintaan kebaikan
urusan akhirat dan terhindar dari kejelekan dunia. Hal ini selaras dengan doa Rasulullah
SAW :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ فِعْلَ الخَيْرَاتِ،
وَتَرْكَ المُنْكَرَاتِ، وَحُبَّ المَسَاكِينِ، وَأَنْ تَغْفِرَ لِي
وَتَرْحَمَنِي، وَإِذَا أَرَدْتَ فِتْنَةً فِي قَوْمٍ فَتَوَفَّنِي غَيْرَ
مَفْتُونٍ
“Ya
Allah, sesungguhnya aku memintamu berbuat kebaikan, meninggalkan kemungkaran,
mencintai orang-orang miskin, ampunilah aku dan rahmatilah aku, dan bila Engkau
menghendaki fitnah pada hamba-hamba-Mu, wafatkanlah aku dalam keadaan tidak
terkena fitnah.” [HR Tirmidzi]
Bukankah
misi kita hidup di dunia adalah untuk menjalani ujian dengan sabar dan terus
beramal baik. Maka musibah yang menimpa adalah sarana agar kita bersabar dan
menerima pahala kebaikan. Jika kita cepat meninggal maka akan sedikit kesempatan
untuk beramal baik. Rasulullah SAW bersabda :
لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ، وَلَا
يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ، إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمُ
انْقَطَعَ عَمَلُهُ، وَإِنَّهُ لَا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلَّا خَيْرًا
Janganlah
berangan-angan untuk mati dan janganlah meminta mati sebelum datang waktunya karena
orang mati itu amalnya akan terputus, sedangkan umur seorang mukmin tidaklah
bertambah melainkan akan menambah kebaikan.” [HR Muslim]
Maka
hadits “Barang Siapa yang mampu mati di Madinah” itu bukan diartikan bolehnya meminta
mati dengan segera secara umum seperti yang dilakukan banyak orang saat tertimpa
musibah namun lebih menunjukkan akan keutamaan tanah madinah dan syafaat Nabi Muhammad
SAW.
Al-Mubarakfuri
berkata : Maksud hadits “Barang Siapa yang mampu mati di Madinah” itu adalah
anjuran seseorang untuk menetap di madinah karena ia akan mendapatkan syafaat
Nabi yang khusus bukan yang umum sebagai nilai plus kemuliaannya. At-Thibi
berkata : Seseorang diperintahkan untuk mati di sana padahal itu adalah di luar
kemampuan manusia karena itu hanyalah kekuasaan Allah. Demikian itu maksdunya
adalah perintah untuk menetap di madinah dan tidak meninggalkannya sehingga hal
itu menjadi sebab kematiannya di sana. Maka dalam hadits tersebut terdapat
(Majas mursal dengan alaqah) mengucapkan akibat (musabbab) dengan dikehendaki
sebab sebagaimana firman Allah swt “Janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan
islam” [Tuhfatul Ahwadzi]
Anjuran
pada hadits utama di atas dipraktekkan oleh Umar bin Khatab RA, Ia berdoa:
اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيلِكَ
، وَاجْعَلْ مَوْتِي فِي بَلَدِ رَسُولِكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ya
Allah, berikanlah aku anugrah mati syahid di jalan-Mu, dan jadikanlah
kematianku di tanah Rasul-Mu shallallahu ‘alaihi wa sallam. [ HR. Bukhari]
Ketika
mendengar doa ini, Hafshah RA bertanya “bagaimana bisa demikian (wafat di
madinah)?” maka Umar RA menjawab :
يأتيني
به الله إذا شاء
Allah
akan merealisasikan hal tersebut jika ia berkehendak. [Al-Adzkar Lin Nawawi]
Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka
hati kita untuk meminta diwafatkan di tanah yang mulia dengan amal yang mulia,
husnul khatimah dan mendapat syafaat Nabi Muhammad SAW.
Salam satu Hadits
DR.H.Fathul Bari, SS.,M.Ag
0 komentar:
Post a Comment