ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas RA, Nabi SAW bersabda:
ومَنْ اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيثِ قَوْمٍ وَهُمْ
لَهُ كَارِهُونَ أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ صُبَّ
فِي أُذُنِهِ الْآنُكُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa
yang menguping pembicaraan suatu kaum, sementara mereka membenci hal itu atau
lari darinya (agar tidak didengar orang lain), niscaya akan dituangkan timah panas
ke telinganya di hari kiamat. [HR Bukhari]
Catatan
Alvers
Tahukah
alvers bahwa pendengaran itu lebih dahulu berfungsi dari pada penglihatan, Mau
bukti? Cobalah dekati bayi yang baru lahir, lalu anda teriak dengan keras maka
ia akan terkejut dan menangis. Lalu coba anda memperlihatkan kepadanya sebuah
gambar, bukankah mata bayi itu tidak akan bergerak sama sekali karena memang
dia belum bisa melihat. Itulah mengapa bayi baru lahir dianjurkan untuk di
adzani di telinga kanan dan diiqamati di telinga kirinya dan tidak ada anjuran
memperlihatkan tulisan mushaf kepada bayi karena memang ia belum bisa melihat.
Sadarkah
anda bahwa indra pendengaran juga merupakan indra terakhir yang berfungsi
ketika manusia berada dalam sakaratul maut di saat mata sudah tidak berfungsi.
Itulah sebabnya kita dianjurkan untuk mentalqinnya dengan kalimat Tauhid, sebab
pada saat itu indra pendengarannya masih bisa mendengar, berbeda dengan indra
penglihatan.
Telinga
lebih sensitif daripada mata. Coba perlihatkan kepada orang dewasa di saat
tidurnya sebuah gambar bahkan gambar hantu yang menakutkan bukankah ia tidak
akan bereaksi? Berbeda ketika anda berkata-kata dengan keras maka ia akan
terbangun. Ini menandakan bahwa telinga masih bekerja meskipun dalam prosentase
yang minimum saat mata sudah terlelap maksimal. Jadi ukuran tidur itu adalah
mata sehingga seseorang tidak dikatakan tidur ketika matanya masih terbuka.
Selanjutnya,
Telinga tetap akan berfungsi tanpa adanya cahaya sementara mata tidak akan bisa
mendeteksi apapun di tengah kegelapan. Dan telinga bisa mendengar suara dari
berbagai arah sementara mata hanya berfungsi jika objek ada arah depanya saja.
Daripada
mata, telinga lebih penting untuk menjadi sarana menerima pengetahuan. Hal ini
terbukti banyak orang yang tunanetra yang mampu menjadi penghafal al-Qur’an
bahkan menjadi ulama besar ataupun ilmuwan namun tidak sebaliknya.
Maka
tidak heran, mengapa Allah mendahulukan penyebutan indra pendengaran (as-sam’)
daripada penyebutan indra penglihatan (al-bashar) dalam banyak ayat dari
Al-Qur’an seperti firman Allah:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ
لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur. [QS An-Nahl : 78]
Dalam
ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah memberikan kepada kita indra pendengaran
dengan tujuan supaya kita bersyukur, yaitu dengan menggunakannya sebagai sarana
ibadah yang semakin mendekatkan kita kepada-Nya bukan malah sebaliknya untuk
bermaksiat.
Banyak
orang yang tidak menyadari bahwa dosa semisal ghibah itu tidak hanya dikenakan
kepada orang yang membicarakan kejelekan orang lain namun juga dikenakan kepada
orang yang mendengarkannya. Penyair berkata :
وَسَمْعَكَ صُنْ عَنْ سَمَاعِ الْقَبِيْح :: كَصَوْنِ
اللِّسَانِ عَنِ النُّطْقِ بِه
فَإِنَّكَ عِندَ سَماعِ القَبِيْح :: شَرِيْكٌ لِقَائِلِهِ
فَانْتَبِهْ
jagalah
pendengaranmu dari mendengarkan kejelekan
sebagaimana
engkau menjaga lisanmu dari mengucapkan kejelekan itu. Sesungguhnya ketika
engkau mendengarkan kejelekan,
itu
artinya engkau telah berserikat dengan orang yang mengucapkannya (dalam
dosanya), maka waspadalah. [Tafsir As-Shawi]
Boleh
jadi ada yang bertanya-tanya, mengapa orang yang hanya mendengarkan mendapat
dosa padahal ia tidak melakukan apa-apa? Ya, benar ia hanya mendengar dan
dengan demikian ia berserikat dalam kejelekan. Bayangkan jika ada orang yang
ngomong kejelekan namun tidak ada yang mendengarkan, bukankah orang yang
ngomong akan berhenti dari berbicara kejelekan? Belum lagi semestinya, orang
yang mendengarkan kejelekan tersebut ia melarangnya dan menasehatinya sebab
jika tidak demikian boleh jadi orang yang mendengar itu senang terhadap
perkataan jelek tersebut. Sebagaimana kaidah :
إِنَّ الرِّضَا بِالْمَعْصِيَّةِ مَعْصِيَّةٌ
Sesungguhnya
ridla terhadap satu maksiat adalah perbuatan maksiat [Al-Jami Li Ahkamil
Qur’an]
Dengan
berdasar firman Allah swt :
إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا
وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ
إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ
... apabila kamu mendengar
ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka
janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang
lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa
dengan mereka... [QS An-Nisa : 140]
Diriwayatkan
bahwa suatu ketika Umar bin abdul aziz menangkap sekumpulan orang yang meminum
minuman keras lalu dari salah satu orang yang tertangkap ada yang melaporkan
bahwa dia adalah orang yang berpuasa. Maka khalifah Umar memberikan hukuman
kepada orang tersebut sambil berkata “Innakum idzan mitsluhum” sesuai dengan
ayat di atas. [Tafsir Al-Bahrul Muhith]
Dikisahkan
bahwa Maimun bin siyah (W 83 H) tidak menggunjing dan juga tidak membiarkan
seseorang menggunjingkan orang lain di hadapannya, Ia menegur orang yang
menggunjing hingga berhenti, jika tidak maka ia berdiri (lalu meninggalkannya).
[Hilyatul Awliya’] Hal ini dikarenakan Rasul saw melarang kita untuk bersama
dengan orang yang melakukan kemaksiatan. Rasul bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
فَلَا يَقْعُدَنَّ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا بِالْخَمْرِ
Barang
siapa yang beriman keapda Allah dan ahari akhir maka janganlah ia duduk-duduk
di meja jamuan yang di atasnya dihidangkan khamr. [HR Ahmad]
Termasuk
maksiat telinga juga adalah menguping pembicaraan orang lain sebagaimana hadits
utama di atas. Dan lebih besar lagi adalah telinga yang berzina. Rasul SAW bersabda
: Setiap anak keturunan Adam memiliki bagiannya
dari zina….Kedua tangan berzina dan zinanya adalah menyentuh, kedua kaki
berzina dan zinanya adalah berjalan, mulut berzina dan zinanya adalah mencium...dan
pada bagian akhir Beliau bersabda:
وَالْأُذُنُ زِنَاهَا الِاسْتِمَاعُ
Dan
telinga itu zinanya adalah mendengarkan. [HR Abu Dawud]
Sungguh
beruntung orang-orang yang mensyukuri nikmat pendengarannya dengan menjaganya
dari mendengarkan perkataan maksiat, Mereka dirindukan oleh Allah swt sehingga
dalam hadits qudsy Allah berfirman :
أَينَ الَّذينَ كانوا يُنَزِّهونَ أَسماعَهُم عَن
الخَنا أُسمِعهُم اليَومَ حَمدي وَالثَناءَ عَلَيَّ
Mana
orang-orang yang mensucikan pendengaran mereka dari perkataan jelek hari ini
aku akan memperdengarkan pujian atasku [Abul Barakat, Adabul Usyrah]
Namun
alih-alih bersyukur, Justru banyak sekali yang menyalah gunakan pendengaran
sebagai sarana bermaksiat. Mahabenar Allah yang berfirman :
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ
وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
Dan
Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan
hati. Amat sedikit sekali kalian bersyukur [QS Al-Mu’minun : 78]
Ingatlah
alvers bahwa pendengaran itu akan dimintai pertanggung jawaban kelak. Allah swt
berfirman :
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ
السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلاً
“Dan janganlah kalian
mengikuti apa yang kalian tidak mengetahuinya, sesungguhnya pendengaran,
penglihatan, dan hati itu semua akan ditanyai (dimintai pertanggung jawaban)”
[Al-Isra’: 36]
Maka
dari itu perbanyaklah doa yang diajarkan oleh Rasul SAW agar kita dijauhkan
dari kejelekan pendengaran. Yaitu :
اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ
سَمْعِي ، وَمِنْ شَرِّ بَصَرِي ، وَمِنْ شَرِّ لِسَانِي ، وَمِنْ شَرِّ قَلْبِي ،
وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّيْ
Ya
Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari kejelekan pada pendengaranku, dari
kejelekan pada penglihatanku, dari kejelekan pada lisanku, dari kejelekan pada
hatiku, serta dari kejelekan dari kemaluanku [HR Abu Daud]
Wallahu
A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk terus menjaga pendengaran
dari perkataan maksiat sehingga kita menjadi orang yang dirindukan Allah swt.
Salam
Satu Hadits,
Dr.
H. Fathul Bari Alvers
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Sarana
Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo
Mondok! Mondok Itu Keren Lho!
NB.
Hak
Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan
menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan Share tanpa
mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia
adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam
Alhaddad]
0 komentar:
Post a Comment