ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah RA, Nabi SAW bersabda :
تَحَرَّوْا
لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di
bulan Ramadhan. [HR Bukhari]
Catatan Alvers
Ketika melihat garis finish di depan mata, Sang joki berusaha memacu
kuda balapnya agar keluar sebagai juara. Bagaimana dengan kita, ketika melihat
garis finish ramadhan didepan mata, akankah kita semakin memacu diri untuk
bersungguh-sungguh dalam beribadah supaya keluar ramadhan menjadi pemenang
lailatul qadar dan “la’allakum Tattaqun”? Ataukah sebaliknya semakin
memperlambat laju ibadah karena bosan atau sibuk dengan mempersiapkan hari
raya?
Memang tabiat nafsu, ia senang hal baru dan lambat laun akan merasa
bosan. Demikianlah di bulan ramadhan dimana di awalnya banyak orang yang
melakukan taraweh namun lambat laun mereka berguguran hingga di akhir ramadhan
nyaris jumlah jamaah tidak berbeda dengan hari-hari biasa di luar ramadhan
padahal di masa-masa akhir ramadhan itulah terdapat pahala besar yaitu lailatul
qadar.
Keberadaan banyak masjid yang tutup karena Pandemi covid-19 ini
janganlah kita jadikan alasan untuk tidak beribadah seperti tarawih dan qiyamul
lail, bukankah ibadah itu tidak hanya dilakukan di masjid? Di rumahpun kita
masih bisa beribadah, bahkan pahalanya tidak akan berkurang dari tahun lalu.
Bukankah malaikat akan tetap mencatat semua ibadah yang ditinggalkan karena
adanya udzur?.
Jika kita tetap saja merasa berat hati karena tidak bisa beri’tikaf di
masjid sebab masjidnya ditutup maka dalam kondisi seperti ini boleh saja kita
mengikuti pendapat ulama yang membolehkan i’tikaf di musholla dalam rumah. Imam
Nawawi berkata :
وَجَوَّزَهُ
بَعْضُ أَصْحَابِ مَالِكٍ وَبَعْضُ أَصْحَابِ الشَّاِفعِيِّ لِلْمَرْأَةِ
وَالرَّجُلِ فِي مَسْجِدِ بَيْتِهِمَا
Sebagian ulama mazhab maliki dan ulama mazhab
syafi’i memperbolehkan beri’tikaf bagi laki-laki dan perempuan di masjid dalam
rumahnya. [Al-Minhaj Syarah Muslim]
Nah sekarang sudah tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak giat
beribadah pada 10 terakhir ramadhan ini untuk mencari lailatul qadar
sebagaimana sabda Nabi SAW pada hadits utama di atas. Sayyidah A’isyah RA
berkata: “Rasulullah SAW sangat
bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi
kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” [HR. Muslim]. Bahkan beliau
mengatakan:
كَانَ
النَّبِىُّ – صلى
الله عليه وسلم –
إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ
أَهْلَهُ
“Apabila Nabi SAW memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan),
beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri), menghidupkan
malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” [HR. Bukhari]
Cukuplah kiranya motivasi keberadaan amalan pada malam lailatul qadar
lebih baik dari amalan selama 1000 bulan atau 83 tahun alias seumur hidup kita
dan ditambah dengan pengampunan dari dosa-dosa kita yang pernah kita lakukan
sebelumnya. Baginda Nabi SAW bersabda :
مَنْ
قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ
Barangsiapa menghidupkan malam lailatul qadar dengan ibadah karena iman
dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan
diampuni.” [HR. Bukhari]
Anas bin malik RA berkata : “Ketika datang bulan ramadhan, Rasulullah
SAW bersabda: “Sesungguhnya bulan ini telah hadir kepada kalian. Di bulan ini
ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan.
مَنْ
حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلَا يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلَّا مَحْرُومٌ
Barangsiapa terhalang (tidak mendapatkan) dari lailatul qadar maka dia telah terhalang dari semua kebaikan.
Dan tidaklah terhalang dari kebaikan lailatul qadar kecuali orang yang
benar-benar terhalang (dari kebaikan dan keberuntungan). [HR Ibnu Majah]
Lailatul Qadar berawal dari Kisah Empat laki-laki dari Bani Israil yang
beribadah kepada Allah selama delapan puluh tahun dengan tanpa maksiat sekejap
matapun. Lalu Nabi SAW menyebut Ayub, Zakaria, Hizqil bin ‘Azuz dan Yusa’ bin
Nun.” Para sahabatpun takjub dengan kondisi mereka. Lalu Jibril datang kepada
Nabi seraya berkata: “Wahai Muhammad, umatmu takjub dengan ibadah mereka selama
delapan puluh tahun dan tidak bermaksiat kepada Allah sekejap matapun.
Sesungguhnya Allah telah menurunkan sesuatu yang lebih baik dari itu. Lalu
Malaikat Jibril membacakan ayat ini kepada Nabi SAW :
إِنَّا
أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
(2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3)
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada
malam lailatul qadar. Dan tahukah kamu apakah malam lailatul qadar itu? Makam
lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. [QS Al-Qadar : 1-3]
Lalu Rasulullah SAW beserta para sahabat bergembira”. [ad-Durr
al-Mantsur]
Dahulu Rasul SAW mengetahui kapan lailatul qadar itu, beliau bersabda :
إِنِّي
كُنْتُ أُرِيْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ثُمَّ نُسِّيْتُهَا وَهِيَ فِى الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
Sesungguhnya aku telah diperlihatkan malam lailatul qadar, kemudian aku
dibuat lupa. Dan(yang pasti) malam lailatul qadar itu di sepuluh terakhir
(ramadhan). [HR Ibnu Hibban]
Imam Ibnu Hajar Al-Haytami berkata :
وَحِكْمَةُ
إِبْهَامِهَا فِي الْعَشْرِ إِحْيَاءُ جَمِيْعِ لَيَالِيهِ وَهِيَ مِنْ خَصَائِصِنَا
وَبَاقِيَةٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Hikmah disamarkannya waktu lailatul qadar pada 10 hari terakhir adalah
agar kita menghidupkan semua malamnya dengan ibadah dan lailatul qadar itu
merupakan keistimewaan khusus untuk kita, ummat Nabi Muahmmad SAW dan ia akan
tetap ada sampai hari kiamat. [Tuhfatul Muhtaj]
Namun demikian Nabi SAW memberikan batasan yaitu 10 hari terakhir bulan
ramadhan sebagaimana hadits utama di atas dan Rasul SAW masih menambahkan
dengan memberi tanda-tanda datangnya lailatul Qadar secara fisik di antaranya
udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu
Abbas, Rasulullah SAW bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh
kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi
hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” [HR.
Al-Baihaqi]
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Rasul SAW memberi tanda-tanda
lailatul qadar pada pagi harinya? Bukankah malam lailatul qadar telah lewat
tadi malamnya sehingga tidak ada manfaatnya baginya?. Menjawab hal ini, Sayyid
bakri berkata :
وَفَائِدَةُ
ذَلِكَ مَعْرِفَةُ يَوْمِهَا إِذْ يُسَنُّ الْاِجْتِهَادُ فِيْهِ كَلَيْلَتِهَا
Manfaat dari tanda-tanda tersebut adalah mengetahui bahwa siangnya itu
adalah siang dari lailatul qadar karena disunnahkan juga beribadah di siang
harinya sebagaimana dianjurkan beribadah pada malam harinya. [I’anatut
Thalibin]
Jawaban ini menurut saya logis, karena pada kenyataannya bahwa
terjadinya malam hari itu tidaklah bersamaan di berbagai penjuru dunia.
Bukankah jika di indonesia sudah masuk pagi hari sementara di arab saudi masih
malam hari?.
Lantas kapankah lailatul qadar itu?. Para ulama’ berbeda-beda dalam
menentukannya bahkan Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata:
وَقَدِ
اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ اِخْتِلَافًا كَثِيْرًا وَتَحْصُلُ
لَنَا مِنْ مَذَاهِبِهِمْ فِي ذَلِكَ أَكْثَرُ مِنْ أَرْبَعِيْنَ قَوْلًا
“Ulama berselisih pendapat dalam
menentukan malam lailatul qadar bahkan pendapat tersebut mencapai lebih dari
empat puluh pendapat (46 pendapat). [Fathul bari]
Di samping tanda-tanda fisik dalam hadits, ada pula tanda-tanda yang
dilihat secara pribadi. Imam Ibnu Hajar menyebutkan “Ada yang berkata dia
melihat semua benda bersujud, ada juga yang mengatakan semua tempat bersinar
bahkan di tempat-tempat gelap, ada juga yang mengatakan mendengar salam atau
ucapan dari malaikat dan ada juga yang mengatakan tandanya adalah doa yang
dipanjatkan malam itu terealisasi”. [Fathul Bari]
Memprediksi lailatul qadar, sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari di atas adalah 10 hari terakhir dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa
kemungkinan terbesarnya adalah malam 21 atau 23 sementara imam Nawawi
berpendapat bahwa lailatul qadar itu bisa berpindah-pindah harinya. Dan sesuai
tanda-tanda yang terdapat dalam hadits maupun tanda secara pribadi, Imam
Ghazali / Abul Hasan As-Sadzili /(Nadzam) al-Bajuri memberikan prediksinya yang
mengacu pada hari tanggal 1 bulan ramadhan. Berikut ringkasannya saya sebutkan
sesuai urutannya :
Ahad : malam 29/29/27
Senin : malam 21/21/29
Selasa : malam 27/27/25
Rabu : malam 29/19/27
Kamis : malam 25/25/Ganjil>10
*Jumat : malam 27/17/29*
Sabtu : malam 23 /23/21
Untuk memperoleh kemuliaan lailatul qadar tersebut merujuk kepada teks
hadits di atas “Man Qama” apakah kita harus menghidupkan seluruh malam dengan
ibadah ataukah cukup kita melakukan badah yang minimalnya sudah disebut dengan
“Qiyamul Lail”?. Sayyid bakri menjawab : Cukup minimalnya, dan ini juga
merupakan pendapat sebagian para Imam. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa
mendapat lailatul qadar itu dianggap cukup dengan shalat fardlu isya’ namun
yang jelas secara urf (adat) seseorang tidak disebut “Qama Al-Laylata”
(mendirikan ibadah pada suatu malam) kecuali ia beribadah pada seluruh malam
atau sebagian besar dari malam tersebut. [I’anatut Thalibin]
Namun demikian terdapat hadits :
مَنْ
صَلَّى الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ حَتَّى يَنْقَضِيَ شَهْرُ رَمَضَانَ
فَقَدْ أَصَابَ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Barang siapa melakukan shalat maghrib dan isya’ secara berjamaah sampai
akhir bulan ramadhan maka dia telah mendapati lailatul qadar dengan bagian yang
sempurna. [HR Baihaqi]
Sayyidah ‘Aisyah RA pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, beritahukan
kepadaku, jika aku mengetahui waktu malam lailatul qadr, apa yang akan aku baca
pada waktu itu?” Beliau menjawab: “Bacalah :
اللَّهُمَّ
إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Wahai Allah, sesungguhnya Engkau Maha pemberi maaf lagi Maha pemurah,
Engkau suka memberi maaf, maka maafkanlah aku”. [HR Tirmidzi]
Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk
semangat beribadah setiap malam sepanjang 10 malam terakhir ini guna mencari
lailatul Qadar. ”Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni Ya Allah
Engkau Maha Pengampun, Engkau suka mengampuni, ampunilah aku”.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
Hak cipta berupa karya ilmiyah ini dilindungi
oleh Allah SWT. Dilarang mengubahnya tanpa izin tertulis. Silahkan Share tanpa
mengedit artikel ini. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia
adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam Alhaddad]
0 komentar:
Post a Comment