ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW
bersabda :
ثَلَاثَةٌ
لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ
وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
Ada tiga golongan yang doanya tidak ditolak, orang
yang berpuasa sampai berbuka, pemimpin yang adil dan orang yang didzalimi.” [HR Tirmidzi]
Catatan Alvers
Bulan Ramadhan adalah bulan dimana doa-doa dikabulkan sehingga kita
dianjurkan untuk memperbanyak berdoa. Syeikh Muhammad As-Safarini berkata :
Sebaiknya seseorang mencari waktu-waktu mustajabah untuk berdoa seperti malam
laylatul qadar, hari arafah, bulan ramadhan dst. [Ghidaul Albab]
Imam Nawawi berkata :
يُسْتَحَبُّ
لِلصَّائِمِ أَنْ يَدْعُوَ فِي حَالِ صَوْمِهِ بِمُهِمَّاتِ الْآخِرَةِ
وَالدُّنْيَا لَهُ وَلِمَنْ يُحِبُّ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ
Dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk berdoa dalam
kondisi berpuasa dengan memohon perkara-perkara penting dari urusan akhirat dan
dunia untuk dirinya dan orang-orang yang dicintainya serta untuk kaum muslimin. [Al-Majmu’]
Hal ini dikarenakan
terdapat dalam hadits utama di atas. As-sindi berkata : Hadits ini menunjukkan
bahwa doa orang yang berpuasa sepanjang siangnya adalah mustjabah. [Hasyiyah As-Sindi]
Dalam Al-Quran yang menerangkan masalah puasa yaitu dalam QS Al-Baqarah
ayat 183-187 kalau kita perhatikan tidak semua ayat tersebut membicarakan
tentang puasa. Ayat 183 menyatakan kewajiban berpuasa sebagaimana puasa ummat
terdahulu. Kemudian Ayat 184 menyatakan keringanan meninggalkan puasa. Ayat 185
menyatakan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an dan kewajiban berpuasa
bagi orang yang melihat hilal ramadhan. Dan ayat selanjutnya adalah :
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا
دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. [QS Al-Baqarah: 186]
Perhatikanlah, ayat ini tidaklah membicarakan puasa melainkan
membicarakan tentang status Allah yang dekat dengan hamba-hamba-Nya dan
mengabulkan doa. Lalu dilanjutkan dengan Ayat 187 yang membicarakan tentang
kebolehan bergaul suami istri dan makan minum pada malam hari ramadhan hingga
waktu fajar tiba.
Keberadaan ayat doa dimana Allah mengijabahi permohonan orang yang
berdoa di tengah-tengah ayat yang
menerangkan puasa ramadhan seakan-akan menjadi isyarat bahwa doa di tengah
bulan ramadhan itu mustajabah, dikabulkan Allah SWT sehingga bulan ramadhan
dinobatkan sebagai bulan doa,waktu yang paling
agung untuk berdoa dan paling besar segala doa untuk dikabulkan di dalamnya.
Menguatkan keberadaan
doa mustajabah di bulan ramadhan, At-Tirmidzi berkata : Ayat “Ud’uni Astajib
lakum” (berdoalah kepadaku niscaya aku kabulkan untuk kalian) [QS Ghafir :
60] pada awalnya ayat ini diperuntukkan untuk para nabi namun kemudian
diberikan kepada Ummat ini sebagai keistimewaan Ummat Nabi Muhammad SAW. Namun
tatkala urusan mereka tercampur baur dengan syahwat yang menguasai hati mereka,
maka hal ini menyebabkan mereka terhalang. Puasa menjadikan seseorang terbebas
dari syahwatnya dan jika seseorang hatinya bersih dari syahwat maka hatinya
akan bening sehingga ia dapat berdoa dengan hati yang bersih dari kegelapan
syahwat serta dipenuhi dengan cahaya maka saat itulah doanya mustajabah.
[Hasyiyah As-Sindi]
Dalam hadits yang
lain, Rasul SAW bersabda :
إِنَّ
لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَةً مَا تُرَدُّ
Sesungguhnya orang yang berpuasa memiliki doa yang tidak
tertolak pada saat berbuka. [HR Ibnu Majah]
Hadits ini menegaskan bahwa waktu berbuka merupakan waktu yang
mustajabah. Hal ini dikuatkan oleh hadits di atas dalam versi yang lain.
Maksudnya hadits riwayat Tirmidzi di atas dengan nomor 3255
memakai kalimat “hatta Yufthir” yang artinya “sehingga”, itu artinya
mengisyaratkan orang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka. Namun dalam
riwayat Tirmidzi yang lain dengan nomor 2499 ditulis “Hina Yufthir” yang
artinya “ketika berbuka”. Yaitu :
ثَلَاثَةٌ
لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ
وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
Ada tiga golongan yang doanya tidak ditolak, orang
yang berpuasa ketika berbuka, pemimpin yang adil dan orang yang didzalimi.” [HR Tirmidzi]
Al-Mubarakfuri berkata :
وَالصَّائِمُ
حِينَ يُفْطِرُ لِأَنَّهُ بَعْدَ عِبَادَةٍ حَالَ تَضَرُّعٍ وَمَسْكَنَةٍ
orang yang berpuasa ketika berbuka (doanya mustajabah)
dikarenakan saat itu adalah saat rampungnya ibadah dalam kondisi merendahkan
hati dan penuh kelemahan. [Tuhfatul Ahwadzi]
Kalimat “Inda” dan “Hina” keduanya bermakna ketika, yang menjadi
pertanyaan kapankah kita membaca doanya? Apakah sebelum makan, ketika makan
atau setelah makan buka puasa? Menjelaskan hal tersebut, Sayyed Bakri berkata :
وَيُسَنُّ أَنْ
يَقُوْلَ أي الْمُفْطِرُ عَقِبَ الْفِطْرِ أي عَقِبَ مَا يَحْصُلُ بِهِ الْفِطْرُ
لَا قَبْلَهُ وَلَا عِنْدَهُ
Disunnahkan bagi orang yang berbuka untuk
membaca doa setelah berbuka maksudnya setelah membatalkan puasa (dengan meminum
seteguk air atau sesuap nasi), bukan sebelum makan atau ketika makan. [I’anatut Thalibin]
Redaksi tersebut memakai kata “Aqiba al-Fithr”, begitu pula yang
digunakan dalam kitab As-Sirajul Wahhaj, Mughnil Muhtaj. Diksi Kata “Aqiba”
(setelah) itu lebih tepat digunakan dari pada kata “Inda” (ketika) karena kata
“inda” juga bisa diartikan “sebelum”. [Hasyiyah Al-Jamal] dan kitab Al-Minhajul
Qawim memilih kata “Ba’da al-Ifthar” (setelah berbuka). Alasan lain adalah
dikarenakan doa buka puasa berbunyi “wa Ala Rizqika Afthartu” (dan hanya dengan
rizkimu, Aku telah berbuka) [Fathul Wahhab] yang artinya doa itu dibaca setelah
ifthar.
Lantas doa apa yang dibaca ketika Ifthar? Banyak Doa yang dibaca Rasul
saat ifthar, diantara adalah doa yang familier kita kenal adalah :
اللَّهُمَّ
لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
Ya Allah, Hanya karena-Mu aku berpuasa dan hanya dengan
rizki-Mu aku berbuka puasa [HR Abu Dawud]
Di era medsos ini, marak share meme berbunyi “Doa ini salah! doa
tersebut bersumber dari hadits dla’if alias lemah sehingga tidak boleh
dipergunakan”. Dan dalam satu situs internet dikatakan : “Doa Berbuka yang
Tidak Benar. Terdapat satu doa berbuka yang tersebar di masyarakat, namun doa
bersumber dari hadis yang lemah (Yaitu Allahumma Laka Shumtu). Sebagai
muslim yang baik, selayaknya kita cukupkan doa setelah berbuka dengan doa yang
shahih ini (yakni Dzahabad Dzama’u yang dinilai hasan oleh albani), dan
tidak memberi tambahan dengan redaksi yang lain”.
Hal ini tidaklah benar. Pembuatnya lupa atau tidak mengerti perbedaan antara
hadits dla’if (lemah) dan hadits Mawdlu’ (palsu). Hadits tersebut memang lemah
sedangkan hadits lemah masih bisa dipergunakan untuk urusan keutamaaan amalan
seperti doa. Jadi hadits tersebut lemah bukan palsu, bahkan dalam footnoote
kitab Al-Adzkar yang ditulis oleh Syeikh Abdul Qadir Al-arnauth, Syeikh rujukan
salafi Pengganti Nashiruddin Albani sekeluarnya dari suriah [wiki], disebutkan
:
وَلَكِنْ
لَهُ شَوَاهِدُ قَوِيَ بِهَا
Akan tetapi hadits tersebut memiliki beberapa “syahid”
(hadits dari riwayat lain) yang menguatkannya. [Al-Adzkar Versi Maktabah Syamilah]
Dalam riwayat lain terdapat lanjutan do’a :
فَتَقَبَّلْ
مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Maka terimalah (ibadah puasa) dariku, sungguh Engkau maha
mendengar dan mengetahui [HR Daruqutni]
Ada baiknya juga ditambahi, doa berikut :
ذَهَبَ
الظَّمَـأُ وابْــتَلَّتِ
العُرُوقُ وثَــبَتَ
الأَجْرُ إِن شَاءَ اللهُ
Telah hilang dahaga dan urat-urat telah basah serta telah
diraih pahala, insya Allah. [HR Abu Daud]
Dan doa lainnya diriwayatkan dari Abdullah bin Abi Mulaikah, bahwasannya
ketika berbuka puasa Abdullah bin Amr bin Ash RA membaca doa :
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْ تَغْفِرَ لِي
Ya Allah, Aku memohon rahmat-Mu yang meliputi segala
sesuatu agar Engkau mengampuni aku. [HR Ibnu Majah]
Wallahu A'lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk terus beribadah
dalam ramadhan dan menggunakan sebagai kesepatan emas untuk berdoa dengan
keyakinan bahwa doa-doa kita pastilah suatu saat akan dikabulkan sesuai
janji-Nya.
Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari, S.S.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Serasa Wisata Setiap Hari
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren Lho!
NB.
Hak cipta berupa karya ilmiyah ini dilindungi oleh Allah
SWT. Dilarang mengubahnya tanpa izin tertulis. Silahkan Share tanpa mengedit
artikel ini. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia
adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam Alhaddad]
0 komentar:
Post a Comment