ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Anas Bin Malik RA, Rasul SAW bersabda :
أَقِيمُوا
صُفُوفَكُمْ وَتَرَاصُّوا فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي
“Luruskan shaf kalian
dan hendaknya kalian saling merapat, karena aku melihat kalian dari balik
punggungku” [HR Bukhari]
Catatan Alvers
Di masa pandemi covid-19 ini ada hal yang baru
dalam tatanan kehidupan. Tidak hanya dalam interaksi sosial, pendidikan namun
juga dalam hal ibadah, salah satunya adalah shalat. Di dalam tatanan baru ini,
Kita dianjurkan untuk “Shaff Distancing” merenggangkan posisi antar jamaah
dalam satu shaf dengan jarak satu meter ketika melaksanakan shalat berjamaah
padahal biasanya dilakukan dengan merapatkan shafnya.
Anas Bin Malik RA menceritakan bahwa selepas
iqamat (hendak shalat berjamaah) maka Rasul SAW menghadap ke arah kami (para
sabahat yang menjadi makmum) lalu beliau bersabda sebagaimana hadits
utama di atas. Lafadz “Aqimu Shufufakum” yang bermakna tegakkanlah
shaf-shaf kalian, maksudnya adalah luruskanlah, terbukti dalam lain kesempatan
Rasul SAW menyerukan dengan kata “Sawwu Shufufakum” sebagai gantinya.
Beliau bersabda :
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ , فَإِنَّ
تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاةِ
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena
lurusnya shaf adalah bagian dari mendirikan shalat”. [HR Bukhari]
Ibnu Hazm memahami dari lafadz “iqamatis
shalat” (mendirikan shalat) ini bahwa meluruskan shaf itu hukumnya wajib
mengingat dalam al-qur’an mendirikan shalat merupakan perintah “Aqimus
shalat” [QS Al-Baqarah : 43] sedangkan meluruskan shaf merupakan bagian
dari mendirikan shalat. Namun Ibnu Daqiqil Id menyangkal pendapat tersebut
dengan alasan bahwa lafadz “Aqimus shalat” pada hadits tersebut
ditafsiri dengan hadits yang lain dengan “Tamamis shalat”, yaitu :
سَوُّوا
صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلَاةِ
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena
lurusnya shaf itu bagian dari kesempurnaan shalat”. [HR Muslim]
Maka lafadz “iqamatis shalat”
(mendirikan shalat) diartikan dengan kesempurnaan shalat, bukan keabsahan
shalat dan sebagaimana dimaklumi bahwa kesempurnaan itu adalah sesuatu yang
melebihi dari keabsahan. [Lihat Fathul Bari]
Imam Nawawi berkata :
وَهُوَ
مَأْمُوْرٌ بِهِ بِإِجْمَاعِ الْأُمَّةِ وَهُوَ أَمْرُ نَدْبٍ
Meluruskan Shaf adalah hal yang diperintahkan
menurut ijma para ulama dan hal itu merupakan perintah yang bersifat sunnah
(bukan wajib). [Al-Minhaj Syarah Muslim]
Ibnu Rajab berkata : “Dan hadits
(perintah meluruskan shaf) tersebut menjadi dalil disunnahkannya imam untuk
menghadap ke arah makmum setelah iqamat dan menyuruh mereka agar meluruskan
barisan shalatnya”. [Fathul Bari Libni Rajab]
Meskipun hukumnya sunnah, meluruskan shaf itu
sangat-sangat diperhatikan Oleh Nabi SAW. Nu'man bin basyir RA berkata : Pada
suatu hari Nabi SAW melihat ada seseorang yang tidak meluruskan shafnya, maka
beliau bersabda :
لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ
لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ
"Hendaklah kalian meluruskan shaf, atau
(kalau tidak) maka Allah akan “membengkok”-kan wajah kalian semua. " [HR Abu Dawud]
As-Sindi berkata : Maksud dari wajah disini
adalah hati sebagaimana riwayat lain menggunakan kata “Bayna qulubikum”.
Membengkokkan hati maksudnya dengan timbulnya saling membenci dan permusuhan
(dalam hati) dan selanjutnya akan menyebabkan muka saling berpaling satu sama
lain. [Hasyiyah As-Sindy]
Oleh karena itulah Umar RA menugaskan
beberapa orang untuk meluruskan shaf, beliau tidak bertakbir (memulai shalat)
hingga dilaporkan bahwa shaf shalat telah lurus. Sayyidina Ali KW dan Sayyidina
Ustman RA mengamat-ngamati barisan shalat sambil keduanya berkata : “luruskan”.
Adapun Ali KW berkata : Wahai Fulan Majulah engkau, Wahai Fulan mundurlah
engkau [HR Turmudzi]
Disamping meluruskan shaf, Rasul SAW juga
memerintahkan dalam hadits utama diatas “Wa tarasshu”. As-Suyuthi menjelaskan
maknanya, ia berkata :
تَلَاصَقُوا
بِغَيْرِ خَلَلٍ
Saling mendekatlah kalian tanpa adanya celah. [Jami’ul Ahadits]
Di dalam hadits lain disebutkan mengenai
kadar jaraknya, yaitu :
رُصُّوا
صُفُوفَكُمْ وَقَارِبُوا بَيْنَهَا وَحَاذُوا بِالْأَعْنَاقِ فَوَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ إِنِّي لَأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ كَأَنَّهَا
الْحَذَفُ
“Rapatkan
shaf-shaf kalian dan dekatkanlah antar shaf, luruskanlah leher-leher, Demi dzat
yang jiwaku berada pada kekuasaan-Nya, Sungguh aku melihat setan itu masuk di
antara celah barisan kalian seakan-akan ia seperti kambing “Hadzaf”. [HR Abu
Dawud] Menurut Imam Nawawi “Hadzaf”
adalah kambing yang kecil berwarna hitam yang banyak ditemukan di yaman. [Aunul Ma’bud]
Dalam riwayat lain
disebutkan : “Ghanamun Ufrun” (kambing-kambing berwarna putih bercampur
debu). [HR At-Thayalisi] Maka Rasul SAW memerintahkan agar tidak
membiarkan adanya celah dalam shaf, beliau bersabda :
وَلَا
تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ
قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ
“Jangan kalian biarkan
ada celah-celah untuk setan (dalam shaf shalat). Barangsiapa yang menyambung
shaf, maka Allah akan menyambungnya (dengan rahmat Allah). Barangsiapa yang
memutus shaf, maka Allah akan memutus (rahmat Allah darinya). [HR Abu Daud]
Sebaliknya, Beliau menyatakan betapa mulianya
perilaku menutup celah shaf shalat. Rasul SAW
bersabda :
مَنْ سَدَّ
فُرْجَةً رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً
Barangsiapa yang mengisi satu celah (dalam
barisan shalat) maka Allah akan mengangkatnya satu derajat. [HR Ahmad]
Rasul SAW Juga bersabda :
وَمَا
تَخَطَّى عَبْدٌ خَطْوَةً أَعْظَمَ أَجْرًا مِنْ خَطْوَةٍ مَشَاهَا رَجُلٌ إِلَى
فُرْجَةٍ فِي الصَّفِّ فَسَدَّهَا
Tidaklah seseorang melangkah kaki dengan satu
langkah yang lebih besar pahalanya ketimbang langkah kaki dimana ia menuju
celah yang terdapat dalam shaf shalat sehingga ia menutup celah tersebut. [HR Baihaqi]
Tatatanan orang-orang yang
shalat dengan berbentuk shaf yang lurus dan rapat merupakan tatanan lama yaitu
sejak 14 abad yang silam namun baru untuk ummat ini. Dikatakan :
إِنَّ
عِبَادَةَ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كاَنَتْ عَلَى طَرِيْقِ الْحَلَقَةِ وَلَمْ
يَكُنِ الصَّفُّ فِيْهِمْ
Ibadahnya bani isra’il itu dilakukan secara
halaqah (membentuk lingkaran) dan bukan berupa shaf. [Faidlul Bari]
Ibnu Rajab berkata : Al-Walid bin Abdillah
berkata “ Para sahabat tidak berbaris (shaf) ketika shalat sampai turunnya Ayat
:
وَإِنَّا
لَنَحْنُ الصَّافُّونَ
dan sesungguhnya kami benar-benar
bershaf-shaf. [QS As-Shafinat : 165]
dan telah diriwayatkan mengenai ciri-ciri
ummat ini di dalam kitab-kitab terdahulu bahwa :
صَفُّهُمْ
فِي الصَّلاَةِ كَصَفِّهِمْ فِي الْقِتَالِ
barisan mereka tatkala shalat seperti barisan
mereka dalam perang. [Fathul Bari Libni Rajab]
Bagaimana bentuk barisan pasukan perang itu?
Allah SWT berfirman :
إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفّاً كَأَنَّهُمْ
بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang
berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti
suatu bangunan yang tersusun kokoh. [QS As-Shaff : 4]
Dan demikianlah barisan malaikat di hadapan
Allah SWT, Rasul SAW bersabda :
وَجُعِلَتْ
صُفُوْفُنَا عَلَى مِثْلِ صُفُوفِ الْمَلَائِكَةِ
Dan shaf-shaf kita dijadikan seperti
shaf-shafnya para malaikat [HR Thabrani]
Namun demikian, merapatkan shaf di masa pandemi
ini haruslah ditinggalkan khususnya di daerah-daerah zona merah dimana tingkat
penyebaran virus dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Merapatkan Shaf akan
mengakibatkan kontak fisik yang tentu saja berpotensi menyebarkan virus
ke orang lain sehingga hal ini haruslah dihindari, sesuai dengan kaidah fiqhiyyah, “la dlarara wala dlirara” (tidak boleh
membahayakan diri sendiri dan orang lain).
Dengan demikian, kondisi ini menjadi udzur
dalam meninggalkan anjuran merapatkan shaf sebagaimana kondisi panas dianggap
sebagai udzur. Imam Ramli berkata :
إنْ
كَانَ تَأَخُّرُهُمْ عَنْ سَدِّ الْفُرْجَةِ لِعُذْرٍ كَوَقْتِ الْحَرِّ
بِالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ لَمْ يُكْرَهْ لِعَدَمِ التَّقْصِيرِ
Jika tidak rapatnya shaf itu karena udzur
seperti saat panas di masjidil haram maka hal itu tidaklah dihukumi makruh mengingat
tidak adanya unsur kelalaian (sembrono). [Nihayatul Muhtaj]
Dan mengomentari lafadz ini, Syeikh Syibramalisi berkata :
أَيْ
فَلاَ تَفُوْتُهُمْ الْفَضِيْلَةُ
Maksudnya, dengan demikian hal itu tidak
mengakibatkan gugurnya fadilah berjamaah [Hasyiyah asy-Syibramalisi]
Maka dari itu, taatilah
anjuran pemerintah dalam “shaff distancing” tanpa berat hati karena hal itu
tidaklah mengurangi pahala fadilah berjamaah apalagi membatalkan shalat. Dan
ini semua untuk keselamatan kita dan jamaah lainnya.
Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati kita untuk
melakukan atau meninggalkan segala sesuatu berdasarkan kepada tuntunan Syariat
Nabi SAW.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Ngaji dan Belajar
Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok
Itu Keren!
NB.
Hak cipta berupa
karya ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Dilarang mengubahnya tanpa izin
tertulis. Silahkan Share tanpa mengedit artikel ini. Sesungguhnya orang yang
copas perkataan orang lain tanpa
menisbatkan kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan
keduanya adalah tercela [Imam Al-haddad]
0 komentar:
Post a Comment