ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Urwah RA, Sayyidah Aisyah RA berkata
:
تَزَوَّجَنِي
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي
شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي
Rasulullah SAW menikahiku pada bulan Syawal
dan menggauliku (pertama kali juga) pada bulan Syawwal. Lalu manakah
istri-istri beliau SAW yang lebih beruntung dibanding aku?’” [HR Muslim]
Catatan Alvers
Selain berpuasa enam hari, ada hal lain yang
disunnahkan di bulan Syawwal ini yaitu melaksanakan pernikahan. Imam Nawawi berkata
:
فِيْهِ اِسْتِحْبَابُ التَّزْوِيْجِ وَالتَّزَوُّجِ وَالدُّخُوْلِ فِي
شَوَّالٍ وَقَدْ نَصَّ أَصْحَابُنَا عَلَى اسْتِحْبَابِهِ وَاسْتَدَلُّوا بِهَذَا
الْحَدِيْثِ
Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk
menikahkan dan menikah serta memulai “dukhul” (menggauli istri) di bulan Syawal,
dan
para ulama Syafi’iyyah
telah menerangkan disunnahkannya hal itu dengan menggunakan hadits ini sebagai
dalilnya. [Al-Minhaj Lin
Nawawi]
Dahulu pada masa jahiliyyah, orang-orang
menganggap sial menikah pada bulan syawal sehingga menikah di bulan syawal
dianggap pamali atau pantangan. Maka Syariat menentangnya dan membatalkan
anggapan sial menikah pada bulan syawal tersebut. Dan untuk itu, Rasul SAW
menikahi Sayyidah Aisyah pada bulan syawal begitu pula Ummu Salamah RA.
[Latha’iful Ma’arif]
Adapun yang melatar belakangi pamali tersebut
terdapat beberapa versi, menurut Al-hafidz Ibnu Rajab, latar belakangnya adalah
kejadian wabah. Beliau berkata :
أَنَّ طَاعُوْنًا
وَقَعَ فِي شَوَّالٍ فِي سَنَةٍ مِنَ السِّنِيْنَ فَمَاتَ فِيْهِ كَثِيْرٌ مِنَ الْعَرَائِسِ
فَتَشَائَمَ بِذَلِكَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ
Dahulu pernah terjadi wabah tha’un di bulan
syawal dan banyak pengantin baru yang menjadi korbannya sehingga banyak
diantara mereka meninggal dunia. Maka orang-orang jahiliyyah beranggapan bahwa
bulan syawal adalah bulan sial, khususnya untuk menikah. [Latha’iful
Ma’arif]
Dan menurut Imam Nawawi, pamali tersebut
berkaitan dengan nama syawal itu sendiri. Imam Nawawi berkata :
كاَنُوا يَتَطَيَّرُوْنَ بِذَلِكَ لِمَا فِي اسْمِ شَوَّالٍ مِنَ
الْاِشَالَةِ وَالرَّفْعِ
Orang-orang pada masa Jahiliyyah menjadikan
(bulan syawal) sebagai “Tathayyur” (kesialan) untuk menikah
karena menganggap makna yang terdapat dalam nama bulan Syawwal itu berasal dari
kata “al-Isyalah”
yang bermakna mengangkat. [Al-Minhaj Lin Nawawi]
Ibnu mandzur menjelaskan maksud makna “isyalah”
(mengangkat) tersebut. Orang-orang pada masa jahilyah berkata :
إِنَّ الْمَنْكُوحَةَ
تَمْتَنِعُ مِنْ نَاكِحِهَا كَمَا تَمْتَنِعُ طَرُوقَةُ الْجَمَلِ إِذَا لُقِحَتْ وَشَالَتْ
بِذَنَبِهَا
Wanita yang dinikahi (pada bulan syawal) akan
menjadi “enggan” kepada pria yang menikahinya sebagaimana unta betina menolak ketika
dikawinkan dengan pertanda ia mengangkat ekornya [Lisanul Arab]
Senada dengan hal ini, Al-Qari berkata :
كَانُوا لَا
يَرَوْنَ يُمْنًا فِي التَّزَوُّجِ وَالْعُرْسِ فِي أَشْهُرِ الْحَجِّ
Orang jahiliyyah beranggapan bahwa tidak ada
keberkahan pada pernikahan yang dilangsungkan pada bulan-bulan haji.
(Syawal-Dzul Qa’dah-Dzul hijjah) [Tuhfatul Ahwadzi]
Boleh jadi anggapan ini juga didasarkan pada
nama “Syawal” yang salah satu maknanya adalah sedikit, dan demikianlah pada bulan
syawal binatang seperti unta memiliki susu yang sedikit sehingga orang-orang
jahiliyah beranggapan bulan syawal adalah bulan yang tidak berkah untuk
menikah.
Begitu pula Ibnu Katsir berkata :
وَفِي دُخُولِهِ
عَلَيْهِ السَّلَامُ بِهَا فِي شَوَّالٍ رَدًّا لِمَا يَتَوَهَّمُهُ بَعْضُ النَّاسِ
مِنْ كَرَاهِيَّةِ الدُّخُولِ بَيْنَ الْعِيْدَيْنِ خَشْيَةَ الْمُفَارَقَةِ بَيْنَ
الزَّوْجَيْنَ وَهَذَا لَيْسَ بِشَيْئٍ
“Rasulullah
SAW menikahi sayyidah ‘Aisyah pada bula Syawal untuk membantah keyakinan yang
salah sebagian masyarakat yaitu berpantang menikah di antara dua ‘ied (bulan
Syawwal, Dzul Qa’dah dan Dzulhijjah), mereka khawatir akan terjadi perceraian.
Keyakinan seperti ini tidaklah benar.” [Al-Bidayah wan Nihayah]
Ya, ini semua adalah perkara yang tidak ada
dasarnya sama sekali karena hanya berdasarkan trauma terhadap kejadian masa
lalu dan berdasarkan dugaan dan perasaan saja. Maka jangan sampai hal yang tak
mendasar seperti ini menghalangi kita untuk melakukan sesuatu kebaikan karena
itu syirik, takut kepada selain Allah tanpa ada dasarnya. Rasul SAW bersabda :
مَنْ
رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَتِهِ فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa yang dihalangi oleh perasaan
sial untuk melakukan hajatnya maka ia telah berbuat syirik.” [HR Ahmad]
Sebagai tambahan wawasan,
bahwa Imam asy-Syaukani berbeda pendapat dengan mayoritas ulama. Ia berkata :
كاَنَ وُقُوْعُ ذَلِكَ مِنْهُ – صلى الله عليه وسلم – عَلَى طَرِيْقِ الْاِتِّفَاقِ وَكُوْنُهُ بَعْضَ أَجْزَاءِ
الزَّمَانِ فَإِنَّهُ لَا يَدُلُّ عَلَى الْاِسْتِحْبَابِ
Pernikahan Rasul pada
bulan syawal itu adalah sebuah kebetulan saja dan bulan syawal adalah bagian
dari zaman, maka hal ini tidak menunjukkan sebagai satu kesunnahan (menikah secara
khusus pada bulan syawal). [Nailul Authar]
Namun menurut pendapat saya, hadits di atas sudah
cukup dalam memberikan pemahaman bahwa menikah di bulan syawal akan
mendatangkan keberkahan tersendiri mengingat sayyidah Aisyah berkata “Lalu
manakah istri-istri beliau SAW yang lebih beruntung dan dekat di hatinya
dibanding aku?” Di sini sayyidah Aisyah menegaskan bahwa ia mendapatkan
keberuntungan melebihi istri-istri Rasul SAW yang lain berkat ia dinikahi oleh
Rasul pada bulan Syawal. Ditambah lagi dengan keterangan dalam lanjutan hadits
utama di atas dimana Urwah berkata :
وَكَانَتْ
عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ
Dan Aisyah senang agar para wanitanya digauli
pada bulan syawal. [HR Muslim]
Maka dari paparan di atas diketahui bahwa
menikah pada bulan apapun adalah hal yang baik. Bukankah Nabi SAW menikahi Khadijah
binti Khuwailid pada bulan Rabiul Awwal, menikahi Hafsah binti Umar bin Khattab
pada bulan Sya’ban, menikahi Zainab binti Jahsyi pada bulan Dzulqa’dah, menikahi
Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab pada bulan Muharram. Bahkan menikah pada bulan
yang dianggap sial seperti bulan syawal adalah suatu kebaikan karena itu yang
dicontohkan oleh Nabi dengan menikahi Aisyah di bulan Syawal yang mana saat itu
dianggap sebagai bulan sial untuk menikah. Imam Nawawi berkata “perkataan
Aisyah tersebut bertujuan untuk menolak terhadap anggapan sial orang Jahiliyyah
dan anggapan orang awam saat ini yang tidak menyukai menyelenggarakan
pernikahan pada bulan syawal (pamali)”. [Al-Minhaj Lin Nawawi]
Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati kita untuk melakukan
atau meninggalkan segala sesuatu berdasarkan kepada tuntunan Syariat Nabi SAW.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Ngaji dan Belajar
Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok
Itu Keren!
NB.
Hak cipta berupa
karya ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Dilarang mengubahnya tanpa izin
tertulis. Silahkan Share tanpa mengedit artikel ini. Sesungguhnya orang yang
copas perkataan orang lain tanpa
menisbatkan kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan
keduanya adalah tercela [Imam Al-haddad]
0 komentar:
Post a Comment