ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Abdullah bin
Umar RA, Nabi SAW bersabda:
اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ
بِاللَّيْلِ وِتْرًا
“Jadikanlah akhir shalat
kalian di malam hari dengan Witir.
[Muttafaqun ‘alaih].
Catatan Alvers
Shalat witir itu sunnah
dilakukan setiap malam sebagaimana dipahami dari hadits utama di atas. Namun
sebagian orang hanya mengerjakannya pada bulan ramadhan yaitu setelah
menunaikan shalat tarawih. Entah karena mengira demikian atau karena
motivasinya mucul hanya pada bulan ramadhan saja padahal shalat witir itu
merupakan sunnah muakkadah dan lebih utama dari semua shalat sunnah rawatib
[Fathul Mu’in]. Itulah mengapa Rasul SAW selalu membangunkan Aisyah untuk
melaksanakannya. Sayyidah Aisyah RA berkata : Rasul SAW
melakukan shalat malam dan jika beliau telah melaksanakan shalat witir, maka
beliau berseru:
قُومِي
فَأَوْتِرِي يَا عَائِشَةُ
"Bangunlah dan lakukanlah Shalat Witir, wahai
Aisyah!" [HR Muslim]
Bahkan Imam Abu hanifah menghukumi
wajib [Fiqhus Sunnah] karena Rasul SAW bersabda :
الْوِتْرُ حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Shalat Witir adalah wajib
bagi setiap muslim”.
[HR Abu Dawud]
Namun pendapat dinilai lemah
karena Sayyidina Ali KW berkata :
الْوِتْرُ لَيْسَ بِحَتْمٍ
كَصَلَاتِكُمْ الْمَكْتُوبَةِ وَلَكِنْ سَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ فَأَوْتِرُوا
يَا أَهْلَ الْقُرْآنِ
Shalat witir tidaklah wajib
sebagaimana shalat wajib kalian, akan tetapi Rasul menganjurkannya (sunnah).
Dan beliau bersabda : sesungguhnya Allah adalah witir (ganjil) dan menyukai
dengan sesuatu yang ganjil, maka lakukanlah shalat witir wahai para ahli
Qur'an. [HR Turmudzi]
Waktu mengerjakan shalat witir
itu dijelaskan oleh Nabi SAW :
إِنَّ اللَّهَ زَادَكُمْ صَلَاةً
وَهِيَ الْوِتْرُ فَصَلُّوهَا فِيمَا بَيْنَ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلَاةِ
الْفَجْرِ
Sesungguhnya Allah telah
menambah untuk kalian satu shalat yaitu shalat Witir. Maka lakukanlah shalat
witir di antara shalat Isya` sampai shalat fajar. [HR Ahmad]
Adapun waktu pelaksanaannya
kondisional. Baginda Nabi SAW bersabda :
مَنْ خَافَ أَنْ لَا يَقُومَ مِنْ
آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ
فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ فَإِنَّ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ
وَذَلِكَ أَفْضَلُ
Barang siapa yang khawatir
tidak bangun di akhir malam, maka lakukanlah witir di awal malam. Dan yang
berharap akan bangun di akhir malam, maka witirlah di akhir malam, karena
shalat di akhir malam itu disaksikan dan itu yang lebih utama. [HR Muslim].
Terjadi perbedaan dalam waktu
untuk melaksanakan shalat witir antara Sayyidina Abu bakar RA dan Sayyidina
Umar . Abu Qotadah RA berkata : Nabi SAW bertanya kepada Abu Bakar, ”Kapankah
kamu melaksanakan witir?” Abu Bakr menjawab, “Aku melakukan witir di permulaan
malam”. Dan beliau bertanya kepada Umar, “Kapankah kamu melaksanakan witir?”
Umar menjawab, “Aku melakukan witir pada akhir malam”. Kemudian beliau besabda
kepada Abu Bakar :
أَخَذَ هَذَا بِالْحَزْمِ
“Orang ini melakukannya dengan
kehati-hatian (khawatir tidak bangun malam).”
Dan kepada Umar beliau bersabda
:
أَخَذَ هَذَا بِالْقُوَّةِ
“Sedangkan orang ini
melakukannya dengan kekuatan (yakin akan bangun malam).” [HR Abu Daud]
Dan dalam waktu pelaksanaan
witir, Sayyidina Utsman RA sama dengan Sayyidina Abu Bakar RA, sedangkan Sayyidina Ali KW sama dengan Sayyidina Umar
RA. Adapun Imam Syafi’i, beliau memilih waktunya
Sayyidina Abu Bakar yaitu awal malam. [Fathul Mu’in] Dari Abu Hurairah r.a. ia
berkata, “Kekasihku (nabi SAW) telah mewasiatkan tiga hal kepadaku, yaitu puasa
tiga hari setiap bulan, dua rakaat salat Duha, dan shalat Witir sebelum aku
tidur.” [HR Bukhari]
Jika seseorang telah ber-witir
sebelum tidur maka tatkala bangun malam ia boleh untuk melakukan shalat malam,
karena Rasulpun pernah melakukan yang demikian.Ummu Salamah RA menceritakan :
كَانَ يَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ
الوِتْرِ وَهُوَ جَالِس
Rasulullah pernah melakukan
shalat dua rakaat dalam keadaan duduk setelah shalat Witir. [HR. Tirmidzi]
Dan ia tidak perlu shalat
witir lagi karena Rasul SAW bersabda :
لاَ وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ
Tidak ada dua Witir dalam satu
malam. [HR. Tirmidzi]
Shalat witir minimal dilakukan
1 rekaat meskipun tanpa didahului oleh shalat sunnah sebelumnya dan maksimalnya
adalah 11 rekaat. [Fathul Muin] Jika shalat witir dilakukan lebih dari itu maka
tidak sah semua shalatnya. [i’anatut Thalibin]
Jika seseorang hendak
melakukan witir lebih dari satu rekaat maka boleh baginya untuk melakukan
dengan cara “Fashl” (terpisah) yaitu setiap dua rekaat salam dan satu rekaat
terakhir salam sebagaimana lazim dilakukan dan ini adalah yang afdhal. [Fathul
Muin]
وَلَوْ صَلَّى كُلَّ أَرْبَعٍ بِتَسْلِيْمٍ
وَاحِدٍ أَوْ سِتًّا بِتَسْلِيْمٍ وَاحِدٍ
جَازَ كَمَا اعْتَمَدَهُ شَيْخُنَا الشِّهَابُ الرَّمْلِيُّ
Dan boleh juga dilaksanakan
dengan setiap 4 rekaat salam atau 6 rekaat salam (lalu ditambah 1 rekaat salam)
sebagaimana dikuatkan oleh guru kami As-Syihab Ar-ramli. [I’anatut Thalibin]
Dan boleh juga dengan cara
“Washal” (sambung) dengan melakukan 1 atau 2 tasyahhud sepanjang shalat witir.
[Fathul Muin] Jika seseorang hendak melakukan shalat witir sebanyak 3 rekaat maka
lakukanlah dengan shalat 2 rekaat salam lalu ditambah 1 rekaat dan makruh
hukumnya jika 3 rekaat witir dilakukan dengan cara seperti shalat maghrib yaitu
2 kali tasyahhud karena Rasul SAW bersabda :
لَا تُوْتِرُوا بِثَلَاثٍ تَشَبَّهُوا
بِصَلاَةِ الْمَغْرِبِ
Jangan lakukan shalat witir
tiga rekaat dimana kalian menyerupakannya dengan shalat maghrib. [HR Al-Hakim]
Dan “washal” lebih dari tiga
rekaat juga pernah dilakukan oleh Rasul SAW. Sayyidah Aisyah RA menceritakan :
وَيُوتِرُ بِخَمْسٍ لَا يَقْعُدُ
بَيْنَهُنَّ إِلَّا فِي آخِرِهِنَّ
Rasul SAW melakukan shalat
witir 5 rekaat dimana beliau tidak duduk (tasyahhud) kecuali di akhirnya. [HR Abu Dawud]
Jika seseorang shalat witir
sebanyak rekaat dengan formasi 2+1 misalnya maka ketika shalat pertama berniat
witir 2 rekaat. Pertanyaan yang timbul adalah apakah 2 rekaat tersebut
dikatakan witir (ganjil) padahal ia adalah genap? Menjawab hal ini Syekh Nawawi
Banten berkata :
وَيُتَخَيَّرُ فِي غَيْرِهَا بَيْنَ
نِيَّةِ صَلَاةِ اللَّيْلِ وَمُقَدِّمَةِ الْوِتْرِ وَسُنَّتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ
مِنَ الْوِتْرِ لِأَنَّهُمَا بَعْضُهُ
Seseorang dapat memilih niat
pada selain (satu rakaat terakhir witir) antara niat shalat malam atau niat
mukaddimah witir atau niat shalat sunnah witir, atau shalat dua rakaat bagian
dari shalat witir; karena dua rakaat tersebut merupakan bagian dari witir
(secara keseluruhannya)
[Nihayatuz Zain]
Sayyid Abdur Rahman Al-Masyhur
berkata :
لاَ
يَلْزَمُ النَّاوِيَ لِرَكْعَتَيْنِ مِنْ نَحْوِ التَّرَاوِيْحِ وَالْوِتْرِ اِسْتِحْضَارُ
مِنْ التَّبْعِضِيَّةِ عِنْدَ ابْنِ حَجَرٍ
Tidak wajib bagi seseorang
yang niat shalat sebanyak dua rekaat dari tarawih atau witir untuk menyebutkan
kata “min” (Dua rekaat yang sedang dilakukan adalah bagian dari rangkaian witir
atau tarawih) menurut pendapat Ibnu Hajar.
[Bughyatul Mustarsyidin]
Sayyidah Aisyah RA
menceritakan bahwa Rasul SAW pada dua rekaat terakhir dimana setelah itu beliau
melakukan satu rekaat terakhir witir, beliau membaca surat Al-A’la dan surat
Al-Kafirun, dan satu rakaat witir terakhir membaca Surat Al-Ikhlas dan
Muawwidzatain. [HR Al-Hakim]
Dan diriwayatkan bahwasannya
setelah salam dari shalat witir Nabi SAW membaca :
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
“Aku
mensucikan Raja (Allah) yang maha suci (dari segala kekuarangan)”
Sebanyak 3 X dan beliau mengeraskan suara
pada bacaan yang ketiga. [HR An-Nasa’i]
Wallahu A'lam.
Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk terus melaksanakan shalat witir
secara istiqamah setiap malam walaupun selepas ramadhan.
Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul
Bari, S.S.,M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Ngaji dan Belajar
Serasa Wisata Setiap Hari
Ayo Mondok! Mondok
Itu Keren Lho!
NB.
Hak cipta berupa
karya ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Dilarang mengubahnya tanpa izin
tertulis. Silahkan Share tanpa mengedit artikel ini. Sesungguhnya orang yang
copas perkataan orang lain tanpa
menisbatkan kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya
adalah tercela [Imam Alhaddad]
0 komentar:
Post a Comment