ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, Rasul ﷺ bersabda :
مَنْ
أَخَذَ مِنْ الْأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى
سَبْعِ أَرَضِينَ
“Barang
siapa yang mengambil tanah (meskipun) sedikit tanpa haknya maka dia akan
ditenggelamkan dengan tanahnya pada hari kiamat sampai ke dasar tujuh lapis
bumi. [HR Bukhari]
Catatan Alvers
“Manusia itu
tercipta dari tanah, jadi jika ada orang yang suka membuat masalah dan
marah-marah maka mungkin saja ia tercipta dari tanah sengketa”. Itulah meme
yang sering beredar di medsos. Memang sengketa tanah itu sering memicu
pertikaian bahkan pembunuhan sebagaimana berita 4 orang bersaudara ditemukan
tewas mengenaskan di sebuah hutan di Maluku Tenggara pada 5 5 2020 dan usut
punya usut ternyata mereka terbunuh setelah saling bertikai karena motif
sengketa tanah warisan. [kompas com] Ada juga kejadian dimana kakak membunuh
adik gegara berselisih paham berebut batas tanah sebagaimana terjadi di
Grobogan, Jawa Tengah pada tahun 2019 . [tribunnews com]
Menyerobot tanah milik orang lain yang menjadi biang keladi
sengketa tanah adalah perbuatan zhalim yang banyak terjadi di masyarakat,
seperti terjadi di tanah sawah atau pekarangan bahkan perumahan. Perbuatan ini
dianggap sepele pada masa sekarang padahal merampas tanah termasuk suatu
perbuatan yang tergolong dosa besar dan pelakunya diancam di akhirat dengan
adzab yang pedih. Rasul ﷺ bersabda :
أَعْظَمُ الْغُلُولِ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ ذِرَاعٌ مِنْ الْأَرْضِ تَجِدُونَ الرَّجُلَيْنِ جَارَيْنِ فِي الْأَرْضِ
أَوْ فِي الدَّارِ فَيَقْتَطِعُ أَحَدُهُمَا مِنْ حَظِّ صَاحِبِهِ ذِرَاعًا
Pencurian dan pengkhianatan terbesar di sisi Allah Azza
wa jalla adalah satu hasta tanah dimana engkau menemukan dua orang yang bersebelahan
dalam sebidang tanah atau rumah kemudian salah seorang mengambil satu hasta
dari bagian temannya. [HR Ahmad]
Dan diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib KW, Rasul ﷺ bersabda :
وَلَعَنَ
اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ الْأَرْضِ
Dan Allah melaknat orang mengubah tanda-tanda pembatas
tanah. [HR Muslim]
Dikisahkan oleh Urwah bin Az-Zubair RA bahwa terdapat dua
orang sahabat dari kaum Anshar bertengkar tentang masalah tanah dimana salah
seorang di antara mereka telah menanam pohon kurma di atas tanah sementara
tanah tersebut milik yang lain. Maka Rasul ﷺ memutuskan tanah tersebut tetap menjadi milik si empunya dan
menyuruh pemilik pohon kurma untuk mencabut pohon kurmanya dan beliau bersabda:
مَنْ
أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً فَهِيَ لِمَنْ أَحْيَاهَا ولَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ
Barang siapa yang membuka lahan yang mati (tak bertuan)
maka lahan tersebut menjadi hak miliknya dan (pemilik) akar yang dzalim tidak
mempunyai hak. [HR Daruquthni]
Rasul SAW juga bersabda:
مَنْ
زَرَعَ فِيْ أَرْضِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ فَلَيْسَ لَهُ مِنَ الزَّرْعِ
شَيْءٌ, وَ لَهُ نَفَقَتُهُ
“Barangsiapa
menanam di tanah suatu kaum dengan tanpa izin maka tidak ada baginya (hak) dari
tanaman itu sedikitpun, dan baginya biaya penanamannya.” [HR
Tirmidzi]
Menyerobot tanah akan dapat merugikan pemilik tanah
karena hal itu menyebabkannya tidak bisa memanfaatkan tanah milikinya sehingga
dengan demikian wajar jika dalam fiqh, ia berhak mendapat ganti ruginya. Imam
Syafi’i berkata :
وَلَوْ
اغْتَصَبَهُ أَرْضًا فَغَرَسَهَا نَخْلًا أَوْ أُصُولًا أَوْ بَنَى فِيهَا بِنَاءً
أَوْ شَقَّ فِيهَا أَنْهَارًا كَانَ عَلَيْهِ كِرَاءُ مِثْلِ الْأَرْضِ بِالْحَالِ
الَّذِي اغْتَصَبَهُ إيَّاهَا وَكَانَ عَلَى الْبَانِي وَالْغَارِسِ أَنْ يَقْلَعَ
بِنَاءَهُ وَغَرْسَهُ فَإِذَا قَلَعَهُ ضَمِنَ مَا نَقَصَ الْقَلْعُ الْأَرْضَ
Barang siapa yang meng-ghashab sebidang tanah kemudian ia
menanaminya dengan korma atau pohon atau mendirikan bangunan di atas tanah
tersebut, atau membuat aliran sungai di atasnya, maka ia wajib membayar biaya
sewa dari tanah yang di ghashabnya dan ia diharuskan untuk menghancurkan
bangunannya dan mencabut tanamannya dan jika ia mencabutnya maka ia harus
memberi ganti rugi atas berkurangnya kwantitas tanah akibat pencabutan tanaman
tadi. [Al-Umm]
Memiliki sebidang tanah itu artinya memiliki tanah
tersebut mulai bagian atas hingga kebagian bawahnya sehingga tidak boleh
memanfaatkan tanah orang lain baik bagian atas maupun bagian bawahnya tanpa
ijin. Ibnu
Hajar Al-Asqalani berkata :
وَأَنَّ
مَنْ مَلَكَ أَرْضًا مَلَكَ أَسْفَلَهَا إِلَى مُنْتَهَى الْأَرْضِ وَلَهُ أَنْ يَمْنَعَ
مَنْ حَفَرَ تَحْتَهَا سَرَبًا أَوْ بِئْرًا بِغَيْرِ رِضَاهُ وَفِيْهِ أَنَّ مَنْ
مَلَكَ ظَاهِرَ الْأَرْضِ مَلَكَ بَاطِنَهَا بِمَا فِيْهِ مِنْ حِجَارَةٍ ثَابِتَةٍ
وَأَبْنِيَةٍ وَمَعَادِنَ وَغَيْرِ ذَلِكَ وَأَنَّ لَهُ أَنْ يَنْزِلَ بِالْحَفْرِ
مَا شَاءَ مَا لَمْ يَضُرَّ بِمَنْ يُجَاوِرُهُ
Orang yang memiliki tanah maka ia memiliki bagian bawah
sampai pada dasarnya bumi. Ia boleh melarang orang lain menggali terowongan,
atau sumur dibawah tanah miliknya tanpa ijin. Dan orang yang memiliki permukaan
bumi, maka ia memiliki apa yang ada di dalamnya seperti bebatuan atau bangunan,
atau barang tambang dll. Dan ia boleh menggalinya ke bawah sedalam mungkin selama
tidak membahayakan tetangganya. [Fathul Bari]
Penyerobotan tanah seberapun ukurannya merupakan perbuatan
dosa besar sehingga besar pula siksa akhiratnya. Rasul ﷺ bersabda :
أَيُّمَا
رَجُلٍ ظَلَمَ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ كَلَّفَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يَحْفِرَهُ
حَتَّى يَبْلُغَ آخِرَ سَبْعِ أَرَضِينَ ثُمَّ يُطَوَّقَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ
“Siapa saja
orang yang mendzalimi (dengan menguasai tanpa ijin) sejengkal tanah (orang
lain), niscaya Allah akan menyuruhnya untuk menggali tanahtersebut hingga
tembus lapisan tanah ketujuh kemudian tanah tadi dibebankan diatas lehernya
hari kiamat sampai seluruh manusia diadili. [HR Ahmad]
Maksud dari kata “Syibran” atau sejengkal adalah
مَا بَيْنَ
طَرَفَيِ الْخِنْصَرِ وَالْإِبْهَامِ بِالتَّفْرِيْجِ الْمُعْتَادِ
Jarak antara ujung jari kelingking dan ibu jari yang
dibentangkan secara wajar. [almaany com]
Atau sekira 15.456 cm menurut kalangan syafi’iyyah.
[Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh]
Kata “syibran” ini bukanlah batasan sehingga disalah
pahami dengan bolehnya mengghashab tanah jika kurang dari ukuran 15 cm, namun
kata “syibran”tersebut hanya untuk menggambarkan ukuran yang sedikit sehingga
mengghashab tanah yang kurang dari ukuran sejengkal tetaplah diharamkan. Maka
dari itu dalam hadits utama di atas disebutkan dengan kata “Syai’an” dengan
bentuk nakirah yang berfaidah “lit taqlil” yang berarti sesuatu yang sedikit
sekali.
Dalam hukum positif, menguasai tanah orang lain merupakan
bentuk perbuatan mengambil hak orang lain secara melawan hukum. Bentuknya bisa
dengan menempati tanah, melakukan pemagaran, dan lain-lain. Pelakunya masuk
kategori ayat (1) barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan
creditverband sesuatu hak tanah yang telah bersertifikat, sesuatu gedung,
bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang belum bersertifikat,
padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak di atasnya
adalah orang lain. Pada pasal 385 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.[gresnews com]
Wallahu A’lam.
Semoga Allah al-Bari membuka hati kita untuk tidak menyerobot tanah orang lain
dalam berbagai bentuknya dan semoga Allah menghindarkan kita dari kedzaliman orang
lain atas hak milik kita.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Ngaji dan Belajar
Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok
Itu Keren!
NB.
Silahkan Share
sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi ﷺ menghiasi dunia maya dan semoga menjadi amal
jariyah kita semua.
0 komentar:
Post a Comment