ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, Rasul SAW bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu itu wajib hukumnya atas setiap orang Islam. [HR Ibnu Majah]
Catatan Alvers
Manusia diciptakan dengan tujuan utama untuk beribadah. Allah SWT berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. [QS Ad-Dzariyat : 56]
dan beribadah itu membutuhkan ilmu sebab ibadah tanpa didasari ilmu maka ia akan tertolak. Syeikh Ibnu Ruslan berkata :
وَكُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ ... أَعْمَالُهُ مَرْدُودَةٌ لَا تُقْبَلُ
Setiap orang yang beramal tanpa ilmu maka amalannya tertolak, tidak diterima. [Az-Zubad]
Bahkan Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata :
مَنْ عَمِلَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ
“Siapa yang beribadah kepada Allah tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang ia perbuat lebih banyak daripada maslahat yang diperoleh.[Az-Zuhd Lil Imam Ahmad]
Maka menuntut ilmu itu wajib hukumnya sebagaimana hadits utama di atas. Dalam hadits tersebut tidak disebutkan batasan waktunya sehingga menuntut ilmu atau belajar itu tidak mengenal batasan usia. Dalam satu ungkapan populer disebutkan “Thalabul Ilmi Minal Mahdi ilal lahdi” (Belajar itu mulai dari ayunan hingga ke liang lahad). ungkapan ini sering disebut sebagai hadits bahkan saya menemukan tulisan seorang Dosen STKIP yang dimuat dalam Jurnal ber-ISSN Tunas Bangsa menyebut ungkapan tersebut sebagai hadits riwayat Muslim dan ini tidaklah benar. Bahkan Syeikh ABu Ghuddah menyatakan bahwa hadits tersebut adalah maudlu’ (palsu). [Qimatuz Zaman Indal Ulama]
Terlepas dari statusnya maka pernyataan “Belajar itu mulai dari ayunan hingga ke liang lahad” adalah benar maknanya karena pernyataan tersebut memuat motivasi menuntut ilmu tanpa batasan usia. Kita diperintahkan mengajari anak sejak usia balita sebagaimana dalam hadits disebutkan :
اِفْتَحُوا عَلَى صِبْيَانِكُمْ أَوَّلَ كَلِمَةٍ بِلَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Ajarilah anak-anak kalian ketika mulai bisa bicara untuk mengaucapkan “La Ilaha Illallah”. [HR Baihaqi]
Begitu pula ketika anak berumur tujuh tahun kita diperintahkan untuk mengajarkan shalat, Rasul bersabda :
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ
“Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat pada usia tujuh tahun. [HR Abu Dawud]
Menurut hemat kami, anjuran men-adzani bayi sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW dimana beliau adzan di telinga al-Hasan bin ‘Ali dan iqamat di telinga kiri pada hari ia dilahirkan.” [HR Al-Baihaqi] ini adalah upaya dalam mengajarkan agama islam sejak anak kita lahir. Bahkan boleh jadi jauh sebelum lahir manusia telah diberi pelajaran oleh Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman),
اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” ...”[ QS Al-A'raf : 172]
Lantas sampai kapan menuntut ilmu itu? Ibnul Mubarak sutu ketika ditanya :”Sampai kapan kau akan mendengarkan (mempelajari) hadits?” Ibnul Mubarak menjawab : “Ilal Mamat” (sampai mati). [Al-Kamil Libni Adiy] Ada orang bermimpi bertanya kepada Muhammad bin Al-Hasan setalah ia wafat : “Bagaimana kondisimu ketika naza’ (Sakaratul Maut)?” Ia menjawab :
كُنْتُ مُتَأَمِّلًا فِى مَسْأَلَةٍ مِنْ مَسَائِلِ الْمُكَاتَبِ فَلَمْ أَشْعُرْ بِخُرُوْجِ رُوْحِى
Saat itu aku sedang fokus memikirkan permasalahan hukum budak mukatab sehingga aku tidak merasakan keluarnya ruhku. [Ta’limul Muata’allim]
Maka dari itu menuntut ilmu itu sepanjang hayat dikandung badan karena ilmu itu bagiakan lautan yang tiada habis-habisnya. Rasul SAW bersabda:
مَنْهُوْمَانِ لاَ يَشْبَعَانِ : مَنْهُوْمٌ فِي عِلْمٍ لَا يَشْبَعُ ، وَمَنْهُوْمٌ فِي دُنْيَا لَا يَشْبَعُ
Ada dua orang yang begitu rakus dan tidak pernah merasa kenyang yaitu penuntut ilmu (agama) dan pencari dunia. [HR Al-Hakim]
Dalam hadits lain juga disebutkan :
لَنْ يَشْبَعَ الْمُؤْمِنُ مِنْ خَيْرٍ يَسْمَعُهُ حَتَّى يَكُوْنَ مُنْتَهَاهُ الْجَنَّةَ
Seorang mukmin tidak akan kenyang dari ilmu yang ia dengarkan sehingga tempat terakhirnya adalah surga. [HR Turmudzi]
Dan memang demikian, Allahpun mengajarkan hal itu. Bukankah Allah SWT berfirman :
وَقُلْ رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا
dan katakanlah : “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan [QS Thaha: 114]
Maka dari itu, Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
أَنَا أَطْلُبُ الْعِلْمَ إِلَى أَنْ أَدْخُلَ الْقَبْرَ
Aku akan menuntut ilmu hingga aku masuk ke dalam kubur. [Syaraf Ashabil Hadits Lil Khatib Baghdady]
Memang demikian, apalagi di zaman now ilmu itu harus terus di update dan di upgrade. Seorang tabi’in, Sa’id bin Jubair berkata :
لَا يَزَالُ الرَّجُلُ عَالِمًا مَا تَعَلَّمَ فَإِذَا تَرَكَ الْعِلْمَ وَظَنَّ أَنَّهُ قَدِ اسْتَغْنَى وَاكْتَفَى بِمَا عِنْدَهُ كَانَ أَجْهَلَ مَا يَكُوْنُ
Seseorang akan tetap menjadi berilmu selama ia mau belajar, jika ia sudah tidak mau lagi belajar dan ia menyangka ilmunya sudah cukup baginya maka ia menjadi orang yang paling bodoh. [Al-Faqih Wal Mutafaqqih]
Bahkan menurut hemat Fathul Bari, belajar itu terus dilakukan bahkan ketika seseorang menghadapi kematiannya. Bukankah Rasul SAW bersabda :
لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Ajarilah orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian ucapan “laa ilah illallah” . [HR Muslim]
Kata “Laqqinu” dalam kamus disebutkan :
لَقَّنَهُ الْكَلَامَ: أَلْقَاهُ عَلَيْهِ لِيُعِيْدَهُ، فَهَّمَهُ إِيَّاهُ، دَرَّبَهُ وَعَلَّمَهُ بِالتِّكْرَارِ
“Seseorang men-talqin perkataan kepadanya (orang lain)” itu artinya ia mengucapkan perkataan tersebut untuk diulangi atau ditirukan, memahamkan perkataan tersebut kepadanya, mengajarkan perkataan tersebut dengan cara mengulang-ngulang. [Kamus Al-Ma’any]
Bahkan belajar itu masih terus dilakukan setelah seseorang masuk ke dalam kubur. Bukankah Talqin itu juga dilakukan pasca dikuburnya seseorang. Imam Nawawi berkata :
يُسْتَحَبُّ تَلْقِينُ الْمَيِّتِ عَقِبَ دَفْنِهِ
“Disunnahkan mentalqin mayit setelah menguburnya” [Al-Majmu]
Dengan demikian, belajar itu dilakukan kapan saja, tidak ada batasan usia dan tidak ada kata terlambat untuk belajar. Konsep belajar seumur hidup seperti ini di barat dikenal dengan istilah Long Life Education, life long education, long life learning. Istilah ini awalnya dikemukakan John Amos Comenius asal Republik Ceko (1592) dan seorang filsuf amerika, John Dewey (1859). Selanjutnya UNESCO memakai istilah tersebut pada tahun 1972. Di Indonesia sendiri, konsepsi pendidikan seumur hidup mulai disosialisasikan tahun 1970 melalui Tap MPR No. IV / MPR / 1970 jo. Tap No.IV/ MPR / 1978 Tentang GBHN. Maka bandingkan dengan Nabi SAW yang lahir pada tahun 571 M. Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu menuntut ilmu dimanapun, kapanpun dan dengan media apapun.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment