ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari
Abud Darda’ RA, ketika Rasul SAW mendengar ada seseorang salah dalam membaca
maka beliau bersabda :
أَرْشِدُوا أَخَاكُمْ
“Luruskanlah
kesalahan (bacaan) saudara kalian” [HR Al-Hakim]
Catatan Alvers
Imam Suyuthi
menjelaskan maksud dari hadits di atas bahwa terdapat seseorang sedang membaca
kemudian “Fa lahana” maksudnya “akhtha’a Fil qira’ah” (dia melakukan kekeliruan
dalam bacaannya) maka Rasul SAW bersabda “Fa Arsyidu Akhakum” maksudnya :
صَوِّبُوا خَطَأَهُ
“Benahilah
kesalahan (bacaan) saudara kalian” [Jami’ul Ahadits]
Dalam bahasa Arab,
salah dalam membaca harakat saja akan mempengaruhi dalam perubahan makna bahkan
kesalahan yang ditimbulkan akan menjadi fatal.
Di sinilah ilmu nahwu berperan penting agar seseorang tidak salah baca
dan selanjutnya tidak terjadi salah makna. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Mulaikah
(Tabi’in), bahwa terdapat seorang badui (Arab pedalaman) di zaman Khalifah Umar
RA, ia berkata : Siapakah yang bisa membacakan kepadaku apa yang telah
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Lalu ada seseorang yang membacakan
Surat Bara’ah hingga ayat ke 3 yaitu :
أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهِ
“Innallaha bari’un
minal musyrikina wa rasulihi” (dengan salah di baca jer yang berakibat salah
fatal) yang terjemahnya menjadi “Sesungguhnya Allah berlepas diri dari
orang-orang musyrik dan dari rasul-Nya”.
Sontak bacaan
tersebut membuat orang badui kaget, ia berkata : “Apakah Allah berlepas diri
dari orang-orang musyrik dan dari rasul-Nya. Jika demikian, maka aku juga akan
berlepas diri dari rasul-Nya”. Lalu ucapan badui yang mana ia melepaskan diri
dari Rasul-Nya, sampai ke telinga sang khalifah. Umar RA lalu memanggil sang
badui untuk klarifikasi atas ucapan kontroversialnya itu. Sang badui berkata :
Wahai Amirul mukminin, aku datang ke madinah dan aku tidak mengetahui Al-Qur’an
maka aku mencari orang yang bisa membacakan Qur’an kepadaku. Lalu ada seseorang
yang membacakan surat Al-Bara’ah hingga ayat : “Innallaha bari’un minal
musyrikina wa rasulihi” (Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang
musyrik dan dari rasul-Nya). Maka Umar RA berkata : Tidaklah demikian bacaannya
wahai badui, akan tetapi :
أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ
Dengan dibaca “wa
Rasuluhu” yang artinya “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari
kaum musyrikin”
Maka badui berkata
:
وَأَنَا وَاللهِ أَبْرَأُ مِمَّنْ بَرِئَ اللهُ وَرَسُولُهُ مِنْهُ
Dan demi Allah,
Aku berlepas diri dari orang yang mana Allah dan rasul-Nya berlepas diri
darinya.
Dengan kejadian
ini maka Umar RA melarang membacakan Al-Qur’an melainkan “Alimun Bil lughah”
(orang yang mengetahui ilmu bahasa Arab) dan beliau memerintahkan Abul Aswad
Ad-Du’aly agar menyusun ilmu nahwu. [Kanzul Ummal]
Maka dari kejadian
ini Sayyidina Umar RA memotivasi agar kaum muslimin belajar ilmu bahasa Arab,
ia berkata :
تَعَلَّمُوا الْعَرَبِيَّةَ فَإِنَّهَا مِنْ دِيْنِكُمْ
“Pelajarilah
bahasa Arab karena sesungguhnya ia adalah bagian dari agama kalian.” [Iqtidlaus
Shirath Al-Mustaqim]
Abu Hilal
menceritakan bahwa suatu ketika sekretaris Abu Musa (Al-Asy’ry, gubernur
bashrah) mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Khatthab RA dengan tulisan
yang salah. Dalam surat tertulis :
مِنْ أَبُو مُوْسَى
“Min Abu Musa”
(Dari Abu Musa,
yang semestinya di tulis “min Abi Musa”)
Maka Khalifah Umar
RA mengirim surat kepada Gubernur Abu Musa yang berisi :
إِذَا أَتَاكَ كِتَابِى هَذَا فَاجْلِدْهُ سَوْطًا وَاعْزِلْهُ مِنْ
عَمَلِكَ
“Jika telah sampai
suratku ini maka berilah hukuman cambuk kepadanya (sang sekretaris) dan
pecatlah ia”. [Kanzul Ummal]
Mempelajari ilmu
bahasa Arab merupakan keniscayaan dalam mempelajari agama Islam. Hal ini
dikarenakan Al-Quran yang menjadi sumber utama ajaran menggunakan bahasa Arab.
Allah SWT berfirman :
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya Kami
menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”
[QS Yusuf : 2]
Al-Ashmu’I
(Seorang ahli bahasa yang lahir di bashrah tahun 122 H) berkata :
أَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَى طَالِبِ الْعِلْمِ إِذَا لَمْ يَعْرِفِ
النَّحْوَ أَنْ يَدْخُلَ فِي قَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ مَنْ
كَذَبَ عَلَيَّ اَلْحَدِيْثَ
Yang paling aku
takutkan dari pelajar jika ia tidak mengerti ilmu nahwu, adalah dia termasuk
kategori yang di dalam hadits disebutkan “orang yang berdusta atas nama-Ku
(yakni Nabi SAW maka dia akan masuk neraka)”
Mengapa demikian?
Karena tatkala ia menyampaikan hadits dengan salah baca maka itu artinya hadits
tersebut tidak sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Nabi SAW, sehingga ia
termasuk orang yang berdusta atan nama Nabi SAW. [Umdatul Qari]
Maka Ilmu bahasa
Arab merupakan kunci pembuka semua ilmu (agama Islam) hingga Ibnul Imad
Al-Hanbaly menukil bahwa Imam Asy-Syafi’i berkata :
مَنْ تبَحَرَّ فِى النَّحْوِ اهْتَدَى إِلَى كُلِّ الْعُلُوْمِ
“Siapa yang
menguasai ilmu nahwu niscaya ia akan mudah memahami semua ilmu.” [Syadzarat
ad-Dzahab]
Wallahu A’lam
Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk mempelajari segala
macam ilmu yang menjadikan kita semakin paham ajaran agama Islam.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Ngaji dan Belajar
Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok
Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni
Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada.
Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus
setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment