ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :
وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ
زَوْجَتَانِ يُرَى مُخُّ سُوقِهِمَا مِنْ وَرَاءِ اللَّحْمِ مِنْ الْحُسْنِ لَا
اخْتِلَافَ بَيْنَهُمْ وَلَا تَبَاغُضَ قُلُوبُهُمْ قَلْبٌ وَاحِدٌ
Setiap orang dari mereka (penghuni surga) memiliki dua istri (bidadari) yang mana sumsum tulangnya dapat kelihatan dari betis-betis mereka dari balik daging karena teramat sangat cantiknya. Tidak ada perselisihan (pertengkaran) di sana dan tidak ada pula saling benci. [HR Bukhari Muslim]
Catatan Alvers
“Bidadari Bermata Bening” adalah judul novel best seller
karya penulis terkenal Indonesia, Habiburahman El Shirazy yang merupakan
penulis sejumlah novel best seller lainnya, seperti Ayat-Ayat Cinta, Ketika
Cinta Bertasbih, dan lainnya. Novel setebal 337 halaman ini sebenarnya sudah
terbit pada tahun 2017 silam, namun sekarang baru ramai diperbincangkan setelah
diangkat menjadi serial web Indonesia yang ditayangkan perdana pada akhir Maret
2023 melalui aplikasi Viu.
Dalam resensi disebutkan bahwa novel tersebut
mengisahkan tentang seorang santriwati cantik yang bernama Ayna Mardea. Ia
mondok dan menjadi khadam di pesantren karena tidak memiliki biaya untuk
meneruskan kuliah seperti teman lainnya. Dengan kecantikan, kepintaran dan kebaikan
perilakunya, dalam perjalanan hidupnya ada tiga orang laki-laki dengan
kepribadian dan latar belakang yang berbeda jatuh hati kepadanya. Ayna
kebingungan untuk menentukan siapa yang harus ia pilih karena ada campur tangan
keluarganya. Aynapun meminta petunjuk Allah SWT dalam menentukan pilihan dengan
melaksanakan shalat istikharah dan iapun pasrah dengan takdirnya.
Nama Ayna Mardea tadi mengingatkan saya akan nama Ayna
Mardea kedua, yang kalau ditulis dalam bahasa arab “al-‘Ayna’ Al-Mardliyah”
yang kalau diartikan seperti judul novel di atas, artinya bidadari bermata
bening lagi cantik jelita. Kisah ini yang sebutkan dalam kitab “Irsyadul Ibad
ila Sabilir Rasyad” (Petunjuk Bagi Hamba Allah Menuju Jalan Kebenaran) oleh
Syekh Zainuddin Al-Malibari. Al-Malibari merujuk kepada nama daerah kelahiran
beliau di India Selatan (bukan malioboro ya sebagaimana sering diplesetkan).
Beliau adalah ulama besar yang merupakan murid dari Syekh Ibnu Hajar Al Haitami
yang disebutnya dalam kitab beliau sendiri “Fathul mu’in” dengan sebutan
“syaikhuna” (guru kami).
Di samping kitab fathul mu’in yang menjadi kitab wajib di
pesantren salaf, Beliau juga memiliki karya terkenal yaitu Hidayatul Adzkiya’,
yang disyarahi oleh banyak ulama diantaranya oleh Sayyid Bakri bin Muhammad
Syatha dengan judul Kifayatul Atqiya’. So, kisah ayna mardea kedua ini bukan
kisah kaleng-kaleng dan imaginasi belaka apalagi cerita pengantar tidur.
Syekh Zainuddin Al-Malibari berkata : Al-Yafi’i
menceritakan bahwa Syeikh Abdul Wahid bin Zahid bercerita : Suatu hari ketika
kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman
untuk membaca sebuah ayat al-Qur’an. Lalu salah seorang dari mereka membaca :
إنَّ الله اشْتَرَى مِنَ
المُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بأنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka” [QS
At-Taubah : 111]
Lalu seorang pemuda sekira usia 15 tahun yang mana ia
mendapat harta warisan yang cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal, Ia
berkata:”Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri
dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?” “Ya, benar.” kata Abdul Wahid.
Anak muda itu melanjutkan:”Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku
mulai sekarang aku jual dengan surga.”
Abdul Wahid berkata “tajamnya pedang itu sungguh lebih
berat wahai pemuda, aku khawatir engkau tidak sanggup dan lemah nanti”. Pemuda
itu meyakinkan : “Akankah aku lemah setelah aku berbaiat kepada Allah?. Pemuda
itu lalu menginfakkan semua hartanya dengan menyisakan seekor kuda, pedang dan
biaya keperluannya saja.
Tibalah waktu berangkat ke medan perang dan ternyata
pemuda itu yang terlihat datang pertama. Dia mengucapkan salam. Abdul Wahid
berkata : Semoga kau beruntung dalam “perdagangan” (peperangan) ini. Sepanjang
jalan, pemuda itu siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia
membantu keperluan pasukan, juga mengurus kuda-kuda perang, serta menjaga
pasukan jika mereka sedang tidur istirahat.
Setibanya di Romawi dan kami sedang beristirahat,
tiba-tiba dia berteriak:
وَاشَوْقَاهْ إِلَى الْعَيْنَاءِ
الْمَرْضِيَّةِ
”Betapa rindunya aku kepada ‘Aina’ Al-Mardliyah”
Para prajurit menduga bahwa pikirannya mulai kacau
(karena ketakutan menghadapi peperangan). Lalu Abdul Wahid bertanya siapakah
Aina’ Al-Mardliyah itu?.
Ia menjawab: “Tadi sewaktu aku tertidur sebentar, aku
bermimpi ada seseorang menyuruhku menemui Aina’ Al-Mardliyah. Lalu Ia membawaku
memasuki taman yang indah dengan sungai yang jernih airnya dan dipinggirnya
nampak para gadis-gadis cantik yang mengenakan perhiasan-perhiasan yang sangat
indah. Manakala melihat kedatanganku, mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami Aina’ Al-Mardliyah”
Akupun mengucap salam dan bertanya : “Adakah di antara
kalian yang bernama Aina’ Al- Mardhiyah?” Mereka menjawab salamku dan berkata:
لَا نَحْنُ خَدَمُهَا وَإِمَاؤُهَا
فَامْضِ أَمَامَكَ
“Tidak, kami ini adalah pembantu dan budaknya. Berjalanlah
terus ke depan.”
Beberapa kali aku sampai pada taman-taman dan sungai yang
lebih indah dari sebelumnya mulai sungai susu, sungai khamr dan sungai madu
dengan gadis-gadis cantik yang lebih cantik dari sebelumnya tapi jawaban mereka
sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku berjalan terus ke depan. Hingga
akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di
pintu kemah terdapat seorang gadis dengan perhiasan yang tak bisa kuceritakan
keindahannya. Tatkala ia melihat kehadiranku ia nampak gembira dan
memanggil-manggil ke dalam kemah: “Hai Aina’ Al- Mardhiyah, ini suamimu telah
datang.
Perlahan aku masuk ke dalam kemah dan kulihat seorang
bidadari yang sangat sangat cantik duduk di atas ranjang emas yang ditaburi
permata dan yaqut. Ia mengucapkan selamat datang atas kedatanganku. Lalu aku
mendekatinya dan dia berkata: “Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat
kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu. Nanti malam kau
akan berbuka puasa bersamaku”.
“Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku tidak sabar
lagi untuk segera bertemu dengannya”.
Belum lagi percakapan itu selesai, tiba-tiba sekelompok
pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit
dan menyerang mereka. Iapun berhasil membunuh sembilan orang tadi namun ia
sendiri terluka parah. Selesai pertempuran aku melihat ia nampak tersenyum lebar
hingga ruhnya berpisah dari badannya dan iapun meninggal dunia. (untuk segera
bertemu dengan ayna mardea).
Wallahu A’lam Semoga Allah al-Bari membuka hati dan
fikiran kita untuk menjadikan kisah-kisah sebagai motivasi diri
untuk semakin semangat dan bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah SWT dan
semakin baik kepada sesama manusia.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share
sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata :
_Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka
sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment