Friday, September 13, 2024

SAHABAT NABIPUN GUYON

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

إِنِّي لَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا

“Sesungguhnya aku tidak bicara kecuali dengan perkataan yang benar.” [HR Tirmidzi]

 

Catatan Alvers

 

Satu ketika para sahabat bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا

“Wahai Rasulullah, apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?”

Maka Rasulullah SAW menjawab dengan redaksi hadits di atas yaitu “Sesungguhnya aku tidak bicara kecuali dengan perkataan yang benar (meskipun ketika bergurau).” [HR Tirmidzi]

 

Bergurau yang dalam istilah hadits tadi disebut dengan kata “Du’abah” yang didefinisikan oleh Ibnu Hajar sebagai :

اَلْمُلَاطَفَةُ فِي الْقَوْلِ بِالْمِزَاحِ وَغَيْرِهِ

“Perilaku berlemah lembut dalam ucapan dengan bersenda gurau dan lainnya.”

Selanjutnya beliau berkata : “Jika dapat mendatangkan kebaikan seperti menghibur hati orang lain maka bergurau itu dianjurkan”. [Fathul Bari]

 

Al-Munawi berkata : “Bergurau itu dibutuhkan dan dianjurkan, akan tetapi pada tempat-tempat tertentu saja. Maka tidak semua waktu itu baik untuk bergurau dan tidak semua waktu itu dinilai baik untuk serius”. Penyair (Dalam Bahar Thawil) berkata :

أُهَازِلُ حَيْثُ الْهَزْلُ يَحْسُنُ بِالْفَتَى * وَإِنِّي إِذَا جَدَّ الرِّجَالُ لَذُو جِدٍّ

Aku bergurau diwaktu yang mana bergurau dengan pemuda dinilai baik dan jika orang-orang sedang serius maka akupun juga serius. [Faidlul Qadir]

Hadits utama di atas menegaskan bahwa bergurau itu boleh saja namun sekiranya tidak melanggar syariat agama. Inilah yang dimaksud dengan perkataan Ibnu Mas’ud RA :

خَالِطِ النَّاسَ وَدِينَكَ لَا تَكْلِمَنَّهُ

Bergaullah kalian dengan manusia namun jangan buat agama kalian rusak. [Shahih Bukhari]

 

Demikian pula para sahabat. Qurrah bertanya “Apakah para sahabat Nabi juga bercanda?” Maka Ibnu Sirin berkata :

مَا كَانُوا إِلا كَالنَّاسِ , كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَمْزَحُ

Mereka tak ubahnya seperti orang-orang lainnya (dalam bercanda) dan Ibnu Umar juga bercanda. [HR Thabrani]

 

Ibnu Umar ditanya : Apakah Para sahabat Nabi tertawa?. Ia menjawab:

نَعَمْ ، وَالْاِيْمَانُ فِي قُلُوْبِهِمْ أَعْظَمُ مِنَ الْجِبَالِ

Ya, padahal Iman yang ada dalam hati mereka lebih besar dari gunung. [Mushannaf Abdur Razzaq]

 

Nabi SAW bukanlah orang yang selalu serius dan tegang, akan tetapi beliau juga berlemah lembut dengan para sahabat dengan mengajak mereka bersenda gurau. Dikisahkan dari Anas bin Malik RA bahwasannya satu ketika Rasul SAW pergi ke pedalaman untuk menemui seseorang di sana yang bernama Zahir bin Haram. Ketika itu Zahir sedang sibuk menjual dagangannya. Tiba-tiba Rasul merangkul dari arah belakang tanpa diketahui oleh Zahir. Ia berkata : “Lepaskan aku, siapa ini?”. Zahir segera menoleh ke arah belakang dan ketika zahir mengetahui bahwa orang yang memeluknya adalah Rasul SAW maka ia menempelkan punggungnya ke dada beliau. Rasul berteriak :”Ayo, silakan siapa yang mau membeli budak ini?” Zahir berkata : “Wahai Rasul, Aku ini tidak akan laku kalo dijual”. Rasul menjawab : “Tapi engkau ini disisi Allah tidaklah demikian” dalam riwayat lain Rasul SAW bersabda :

بَلْ أَنْتَ عِنْدَ اللهِ غَالٍ

“Bahkan engkau di sisi Allah harganya mahal” [HR Ibnu Hibban]

 

Di antara banyak teman, tentunya ada teman yang suka bersenda gurau, bahkan terkadang sampai berbuat usil. Tak terkecuali di kalangan sahabat nabi dan Nabipun pernah menjadi korban keusilannya. Siapakah yang berani usil kepada Nabi? Dialah yang bernama Nu’aiman Al-Anshari, sahabat yang suka bercanda. Ia senang untuk memberi hadiah kepada Nabi. Satu ketika Ia menghadap nabi membawa hadiah (sebotol madu) dan ia berkata  : “Wahai Rasul, aku membeli ini untukmu sebagai hadiah”. Tidak berselang lama, penjual madu datang dan Nu’aiman mengarahkan kepada Nabi dan memintanya untuk membayarnya. Rasulpun memprotes Nu’aiman : “Bukankah ini hadiah darimu?”. Nua’iman berkata :

يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ عِنْدِي ثَمَنُهُ وَأَحْبَبْتُ أَنْ تَأْكُلَ مِنْهُ

“Wahai Rasulullah, Aku sedang tidak punya uang untuk membayarnya namun aku ingin engkau memakan madu tersebut”.

Mendengar jawaban ini maka Rasul tertawa lalu membayar uang madu tersebut. [Ihya Ulumiddin]

 

Di lain waktu, Abu bakar bepergian ke Bushra bersama dengan Nua’iman dan suwaybith bin Harmalah. Di perjalanan itu Nua’iman meminta bekal makanan ding dibawa oleh suwaybith namun suwaybith menyuruhnya untuk menunggu Abu bakar datang. Nua’imanpun ingin memberi pelajaran kepada suwaybith. Ia pergi  ke tempat kumpulnya pedagang unta dan berkata “ Silahkan siapa yang mau membeli budak Arab yang cekatan namun ia banyak bicara, jika dia berkata aku orang merdeka maka jangan pedulikan ucapannya”.  Ada seseorang yang membeli dengan harga sepuluh ekor unta muda. Maka Nua’iman menunjuk sambil berkata “Itu dia budak yang aku jual”. Maka sang pembeli menangkapnya. Suwaybith berkata : “Aku ini orang merdeka, dia bohong”. Pembeli menjawab : “Penjual tadi telah mengatakan bahwa kamu akan ngomong demikian padahal kau adalah budaknya”. Maka pembeli membawa suwaibith pergi. Ketika Abu bakar datang dan mencari suwaibith maka Nua’iman menceritakan apa yang terjadi. Abu bakar membawa unta-unta muda tadi untuk membawa pulang suwaibith. Cerita ini akhirnya sampai kepada Nabi SAW. Ummu salamah yang meriwayatkan hadits ini lalu berkata :

فَضَحِكَ مِنْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ حَوْلًا

Nabi dan para sahabat tertawa dengan kejadian tersebut selama satu tahun. [HR Ahmad]

 

Demikianlah kehidupan Nabi dan para sahabatnya yang dihiasi sesekali dengan senda gurau. Namun demikian Imam Ghazali memberi catatan akan hal ini. Ia berkata :

مِنَ الْغَلَطِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَتَّخِذَ الْإِنْسَانُ الْمِزَاحَ حِرْفَةً يُوَاظِبُ عَلَيْهِ وَيُفْرِطُ فِيْهِ ثُمَّ يَتَمَسَّكُ بِفِعْلِ الرَّسُوْلِ صلى الله عليه وسلم

Merupakan kesalahan besar jika seseorang menjadikan guyonan sebagai pekerjaan sehari-hari dan ia bergurau melampaui batas kemudian ia berhujjah dengan apa yang dilakukan oleh Rasul SAW. [Ihya Ulumiddin]

Sebagai tambahan, saya menggaris bawahi bahwa yang dilakukan Nu’ayman di atas tidak boleh dilakukan karena sudah terdapat larangan menjual orang merdeka. Allah SWT telah berfirman dalam hadits qudsy: Tiga orang yang mana Aku memusuhi mereka pada hari kiamat, yaitu (1) orang yang bersumpah atas namaku lalu ia mengingkarinya,

وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ

“(2) orang yang menjual orang merdeka lalu memakan (uang dari) harga jualnya”,

dan (3) seseorang yang memperkerjakan pekerja namun selesai pekerjaannya, ia tidak juga membayarkan upahnya ". [HR Bukhari]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk serius di waktu serius dan sesekali bercanda di waktu yang sesuai sehingga kehidupan menjadi lebih berwarna bersama-sama orang-orang di sekeliling kita.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

0 komentar:

Post a Comment