Tuesday, October 15, 2024

PINJAM DULU SERATUS

*ONE DAY ONE HADITH*
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir RA, Rasul SAW bersabda :
لَا تُخِيفُوا أَنْفُسَكُمْ بَعْدَ أَمْنِهَا
“Jangan kalian meneror diri kalian sendiri (dengan berhutang), padahal sebelumnya kalian dalam keadaan aman.” [HR Ahmad]
_Catatan Alvers_
“Agar silaturahmi tidak terputus, Pinjam dulu seratus!” sering kita dengar statement ini di medsos. Dan ada juga yang berujar “hutang adalah pemutus silaturahmi paling tajam”. Dua statement tentang hutang tersebut bertentangan satu sama lain. Yang satu menjadikan sebagai sarana silaturahmi dan yang kedua justru sebagai pemutusnya. Yang satu menjadikan hutang bermakna positif namun yang kedua menjadikan hutang bermakna negatif. Lantas manakah yang benar?
Ketahuilah bahwa kendati berhutang itu hukumnya boleh di dalam Islam, namun demikian hendaknya kita tidak mudah-mudah dalam berhutang karena hutang akan mendatangkan berbagai risiko. Diantaranya (1) Hutang bisa menjadi penyebab hidup tidak tenang. Hidup yang awalnya tenang dan damai berubah menjadi hidup yang dipenuhi kesusahan. Orang bijak berkata “Jika minum kopi bikin tenang, Maka hidup tanpa hutang jauh lebih tenang”. Umar RA berkata :
أَلَا إِنَّ الدَّيْنَ أَوَّلُهُ هَمٌّ وَآخِرُهُ حُزْنٌ
Ketahuilah, Sesungguhnya hutang itu awalnya adalah kesusahan dan akhirnya adalah kesedihan. [Musykilul Atsar Lit Thahawi]
(2) Bahkan hutang bisa menjadikan seseorang hidup dalam keadaan mencekam dan dipenuhi ketakutan. Takut jika bertemu dengan orang yang menghutangi, takut ditagih hutangnya, takut tidak bisa membayar, takut didatangi debt collector, takut disita barang jaminannya. Rasul SAW jauh-jauh hari telah mengingaytkan kita, Beliau bersabda :
لَا تُخِيفُوا أَنْفُسَكُمْ بَعْدَ أَمْنِهَا
“Jangan kalian meneror diri kalian sendiri, padahal sebelumnya kalian dalam keadaan aman.”
Para sahabat bertanya, ‘Apakah itu, wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘Itulah hutang!’ [HR Ahmad]
(3) Hutang memang boleh saja namun seseorang bisa jadi terjerumus kepada perbuatan dosa akibat hutangnya. Ada seseorang berkata kepada beliau: “Betapa seringnya Engkau berlindung dari hutang, (mengapa demikian?)”. Beliau pun menjawab:
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ
Sesungguhnya seseorang yang berhutang, jika dia berbicara maka dia berdusta, jika dia berjanji maka dia tidak menepatinya. [HR Bukhari]
(4) Statement “hutang adalah pemutus silaturahmi paling tajam” ada benarnya juga. “Satu ketika Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah yang merupakan sahabat Nabi dari kalangan Anshar menderita sakit. Dan ada hal yang aneh, yaitu minim sekali teman yang menjenguknya. Iapun bertanya-tanya sebabnya sehingga ada yang memberitahukan bahwa mereka malu kepadanya karena mereka masih punya hutang yang belum dilunasi. Lalu Qays berkata : “Semoga Allah menghinakan harta yang telah mencegah kawan-kawan menjengukku”. Lalu ia menyuruh orangnya untuk memberikan pengumuman :
مَنْ كَانَ لِقَيْسٍ عِنْدَهُ مَالٌ فَهُوَ مِنْهُ فِي حِلٍّ
“Barangsiapa yang punya hutang kepada Qays maka Qays telah membebaskan hutangnya”.
Setelah itu, banyak sekali orang yang datang menjenguknya sampai-sampai daun pintu rumahnya patah.” [Al-Mustathraf]
(5) Hutang akan menjadi sumber perselisihan. Seseorang akan kemungkinan akan berselisih dalam urusan hutang seperti tanggal jatuh tempo atau besaran hutangnya. Mengapa demikian? Kaena manusia itu tempatnya salah dan lupa. Dan Kelupaan tersebut berlaku dalam hal apa saja terutama dalam urusan hutang. Ada orang berkata “Riset membuktikan, orang akan mulai amnesia jika ditanya soal utang.” (katanya sih!). Nabi SAW bersabda :
اَلْغَفْلَةُ فِي ثَلاَثٍ : اَلْغَفْلَةُ عَنْ ذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَالْغَفْلَةُ عَنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ إِلَى طُلُوْعِ الشَّمْسِ ، وَغَفْلَةُ الرَّجُلِ عَنْ نَفْسِهِ فِي الدَّيْنِ
Lupa itu (mudah) terjadi pada tiga perkara : 1. Lupa mengingat Allah azza wajalla, 2. Lupa (tidak) melakukan shalat subuh sehingga matahari terbit, 3. Lupanya seseorang dari hutangnya sendiri. [HR Baihaqi]
Dalam lain riwayat, pada bagian akhir hadits tadi terdapat tambahan :
حَتَّى يُرَكِّبَهُ
(seseorang lupa akan hutangnya sendiri) sehingga ia menumpuk hutangnya. [HR Baihaqi]
Oleh karena itu, untuk mengatisipasi perselihan tersebut maka Allah memerintahkan kita untuk mencatat hutang. Allah SWT berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya. [QS Al-Baqarah : 282]
(6) Hutang akan berpotensi menjadi sumber kedzaliman. Bagaimana tidak? Kata orang “Ia selalu mengatakan tidak punya uang namun dari statusnya ia sering plesiran sama keluarganya bahkan flexing barang yang dibelinya. Di situ kadang saya merasa sedih.” Ada lagi yang berkata “Zaman sekarang, yang diutangin lebih galak daripada yang mengutangi”. Kecenderungan menunda-nunda bayar hutang padahal mampu membayar adalah perilaku tidak terpuji bahkan Nabi SAW bersabda :
ﻣَﻄْﻞُ ﺍﻟْﻐَﻨِﻰِّ ﻇُﻠْﻢٌ ‏
“Penundaan (pembayaran hutang dari) seorang yang mampu adalah sebuah kezaliman”. [HR Bukhari]
(7) Hutang akan mendatangkan kehinaan di dunia. Sufyan Ats-Tsauri berkata :
الدَّيْنُ هَمٌّ بِاللَّيْلِ وَذُلٌّ بِالنَّهَارِ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يُذِلَّ عَبْدًا جَعَلَ عَبداً جَعَلَهُ قِلَادَةً فِي عُنُقِهِ
Hutang itu merupakan kesusahan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Jika Allah menghendaki untuk menjadikan seseorang hina maka Allah menjadikan hutang sebagai kalung (beban) di lehernya. [Al-Iqdul Farid]
Suatu ketika Umar RA melihat seseorang (Ibnu Juraij) sedang memakai penutup wajah (untuk menyamar karena malu memiliki hutang dari beberapa orang) maka Umar berkata : “Lukman Al-hakin pernah berkata : Menutup wajah itu mendatangkan prasangka di malam hari dan kehinaan di siang hari”, lalu orang tersebut menjawab:
إِنَّ لُقْمَانَ الْحَكِيْمَ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ دَيْنٌ
“Iya, karena itulah sesungguhnya Lukman Al-Hakim tidak pernah berhutang.” [Al-Iqdul Farid]
(8) Bahkan hutang juga akan mendatangkan kehinaan di akhirat kelak. Maka orang bijak berkata “Segeralah lunasi semua hutang karena kematian datang tanpa diundang”. Muhammad bin 'Abdullah bin Jahsy RA berkata; Suatu ketika Kami duduk di halaman masjid tempat diletakkannya jenazah sementara Rasulullah SAW duduk dihadapan kami, Rasul menengadahkan pandangan beliau ke arah langit, beliau melihat kemudian mengangguk-anggukkan pandangan dan meletakkan tangan diatas dahi lalu bersabda; "Subhaanallaah, subhaanallaah, kesulitan apa yang turun." Muhammad bin 'Abdullah RA terdiam; Kami diam sehari semalam dan kami tidak menilainya baik hingga pagi hari. Berkata Muhammad; Aku bertanya kepada Rasulullah SAW kesulitan apakah yang turun. Rasulullah SAW bersabda;
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلًا قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ عَاشَ ثُمَّ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ عَاشَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَقْضِيَ دَيْنَهُ
"Itu urusan hutang. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada ditangannya, andai seseorang mati syahid di jalan Allah kemudian hidup lagi kemudian mati syahid lagi di jalan Allah kemudian hidup lagi namun ia masih memiliki hutang (yang belum dilunasi) niscaya tidak masuk surga hingga ia melunasi hutangnya." [HR Ahmad]
Kembali ke pertanyaan di atas, manakah yang benar dari dua statement diatas. Apakah hutang itu menjadi penyambung silaturahmi atau pemutus silaturahmi? Jawab saya itu tergantung bagaimana pelaku menyikapinya. Jika hutang disikapi dengan positif yakni dijadikan sebagai sarana untuk saling tolong menolong dalam kebaikan, kedua orang saling terbuka dan jujur serta ikhlas maka hutang akan menjadi perbuatan yang positif bahkan menjadi sarana datangnya pertolongan Allah bagi keduanya. Namun jika keduanya berniat jelek semisal pemberi hutang mencari keuntungan riba dan penerima hutang berniat tidak membayar dari awal atau salah satu dari mereka seperti itu maka hutang akan menjadi hal yang negatif sebagaimana paparan di atas.
Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk tidak mudah berhutang kecuali dalam kondisi terpaksa. Mari kita berdoa semoga yang sedang terlilit hutang segera diberikan rizki untuk melunasinya.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

0 komentar:

Post a Comment