ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Anas Bin Malik RA, Rasul SAW bersabda :
إِنَّ اللَّهَ
لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ يَأْكُلُ الْأَكْلَةَ أَوْ يَشْرَبُ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدُهُ
عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allah ridla (sangat suka) kepada hamba-Nya yang makan
atau minum lalu ia memuji-Nya. [HR Muslim]
Catatan Alvers
Makan makanan yang enak atau dalam bahasa keseharian
dikenal dengan kuliner kini menjadi tren sehingga warung-warung, stand makanan
hingga resto berjejer di sepanjang jalan di berbagai tempat. Bahkan tempat
wisata dengan pemandangan yang indah tidak akan lengkap jika disana tidak ada
tempat makan yang enak pula.
Bagi sebagian orang, kegiatan wisata kuliner dianggap hal
yang negatif karena dianggap sebagai perilaku memperturutkan hawa nafsu. Namun
ternyata kuliner dalam artian makan makanan yang enak bisa mendatangkan pahala?
Kok bisa? Simak ulasan odoh kali ini.
Manusia merupakan makhluk yang diistimewakan
oleh Allah. Allah SWT berfirman :
وَلَقَدْ
كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam... [QS Al-Isra : 70]
At-Thabari berkata : “Allah memuliakan
manusia dengan diberikannya “taslith” (kuasa) atas makhluk yang lain dan “taskhir”
(ditundukkannya) mereka untuk manusia”. [Fathul Qadir]
Allah juga menegaskan bahwa semua yang
ada di bumi ini disediakan untuk manusia. Allah SWt berfirman :
هُوَ الَّذِيْ
خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا
Dialah (Allah) yang menciptakan segala
yang ada di bumi untuk kalian. [QS Al-Baqarah : 29]
Dari banyaknya anugerah Allah, terkadang
manusia lupa sehingga Allah memerintahkan manusia untuk merenungkan apa yang ia
makan setiap hari. Allah SWT berfirman :
فَلْيَنظُرِ
الإِنسَانُ إِلَى طَعَامِه
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya”. [QS Abasa
24]
“Sesungguhnya Kami benar-benar telah
mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu
Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan
kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan”, [QS
Abasa : 25-31]
Lalu Allah menjelaskan tujuan itu semua,
yaitu :
مَّتَاعًا
لَّكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ
“sebagai kesenangan untuk kalian dan
untuk binatang-binatang ternak kalian”. [QS Abasa : 32]
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa Allah
menciptakan makanan sebagai “Mata’an” (kesenangan) untuk manusia. Dan dalam
ayat lain Allah memerintahkan kita memakan makanan dan mensyukurinya. Allah SWT
berfirman :
كُلُوا مِنْ
رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ
Makanlah rezeki (yang dianugerahkan)
Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. [QS Saba : 15]
Dengan demikian, jika seseorang memakan
makanan yang disenanginya lalu ia bersyukur maka hal itu wujud menjalankan
perintah Allah dan itu adalah perbuatan terpuji. Lihatlah Nabi Nuh, Ia digelari sebagai Hamba yang banyak bersyukur
sebagaimana Allah SWT berfirman :
إِنَّهُ كَانَ
عَبْدًا شَكُورًا
Sesungguhnya Nuh itu adalah hamba yang banyak bersyukur.
[QS ]
Mengapa demikian? Sa’d bin Mas’ud berkata :
لِأَنَّهُ
كاَنَ إِذَا أَكَلَ أَوْ شَرِبَ حَمِدَ اللهَ
Karena Nabi Nuh tatkala makan atau minum, ia memuji
Allah. [Tafsir Ibnu Katsir]
Maka mensyukuri makanan adalah sifat yang terpuji. Seorang
yang disebut memiliki derajat kewalian dan sirr yang setara dengan Syekh Abdul
Qadir al-Jailani, Syekh Abul Hasan As-Syadzili berpesan kepada muridnya :
كُلُوا مِنْ أَطْيَبِ الطَّعَامِ وَاشْرَبُوا
مِنْ أَلَذِّ الشَّرَابِ وَنَامُوا عَلَى أَوْطَأِ الْفِرَاشِ وَالْبَسُوا أَلْيَنَ
الثِّيَابِ
“Makanlah
makanan yang paling enak, minumlah minuman yang paling nikmat, tidurlah di atas
kasur yang paling empuk, pakailah pakaian yang paling lembut. [Al-Minahus
Saniyyah]
Banyak orang menganggap aneh dengan pesan tersebut sebab
dalam benak mereka tertanam bahwa perbuatan baik itu meninggalkan kesenangan
dunia yaitu menjauhi
makanan yang enak, minuman yang nikmat, tidur di atas
kasur yang empuk, pakaian yang lembut. Pesan tersebut sangatlah kontras dengan
keyakinan mereka selama ini. Namun pesan di atas adalah pesan seorang sufi
ternama yang tidak bisa diabaikan begitu saja setiap perkataannya. Apakah
tujuan dari pesan tersebut? Beliau menjelaskan :
فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا فَعَلَ ذَلِكَ
وَقَالَ الْحَمْدُ للهِ يَسْتَجِيْبُ كُلَّ عُضْوٍ فِيْهِ لِلشُّكْرِ
“Karena
jika seseorang di antara kalian melakukan hal itu (makan yang paling enak dst) lalu
mengucapkan ‘alhamdulillah’, maka itu akan menjadikan setiap anggota tubuhnya bersyukur”
[Al-Minahus Saniyyah]
Ya demikian alasan yang disampaikan dan memang benar
demikian. Jika seseorang makan makanan yang lezat maka tidak diragukan ketika ia
mengucap “Alhamdulillah” dipastikan bahwa hati dan lisannya kompak bersyukur
kepada Allah sehingga ia benar-benar bersyukur.
Syekh Abul Hasan As-Syadzili melanjutkan pesannya : “Hal
ini berbeda dengan seseorang yang makan roti gandum dengan garam (tanpa lauk),
memakai pakaian dengan bahan karung, tidur beralas tanah, mimun air yang agak
asin dan agak panas, lalu ia mengucap ‘alhamdulillah’ maka ia mengucap hamdalah
dengan perasaan ketidaksudian dan dongkol atas takdir Allah. Jika saja ia melihat
dengan mata batin maka ia akan mendapati bahwa ketidaksudian dan kedongkolan tersebut
lebih condong ke dosa daripada mereka yang sungguh-sungguh menikmati dunia.
Karena, mereka yang menikmati dunia itu melakukan hal yang mubah, sementara
orang yang merasa tidak sudi dan dongkol itu melakukan sesuatu yang haram di
sisi Allah SWT” [Al-Minahus Saniyyah]
Maka dalam hadits utama di atas, Rasul SAW menyatakan
bahwa Allah senang kepada orang yang makan lalu mensyukuri nikmat makanan tersebut
dan tentunya dalam hal ini ia memuji dengan sebenar-benarnya,
bukan hanya dibibir saja. Rasul SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah ridla (sangat suka) kepada hamba-Nya yang makan atau
minum lalu ia memuji-Nya. [HR Muslim]
Orang yang makan lalu ia memuji Allah maka ia akan mendapat
ampunan. Rasul SAW bersabda :
مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي
أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barang siapa yang makan lalu ia mengucapkan “Segala puji
bagi Allah yang telah memberikan makanan ini kepadaku dengan tanpa daya dan
kekuatan dariku” maka diampunilah dosanya yang telah lalu. [HR Tirmidzi]
Disamping itu, orang yang
makan dan mensyukurinya itu berpahala seperti orang yang berpuasa. Dahsyat
sekali bukan? Rasul SAW bersabda :
إِنَّ لِلطَّاعِمِ
الشَّاكِرِ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَا لِلصَّائِمِ الصَّابِرِ
“Sesungguhnya pahala bagi orang yang
bersyukur saat makan itu seperti pahala orang yang bersabar saat
berpuasa.” [HR Al-Hakim]
Namun demikian yang perlu
diingat janganlah sampai makannya berlebih lebihan “Wala Tusrifu” sampai perut
penuh dengan makanan dan minuman sehingga tidak tersisa ruang untuk bernafas. Kata
orang jawa “Ngono yo ngono tapi ojo ngono”
Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka fikiran kita
untuk mensyukuri semua nikmat yang diberikan Allah kepada kita sehingga kita tergolong
hamba-Nya yang bersyukur.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share
sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata :
_Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka
sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment