ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Abu Hatim al-Muzani RA, Rasulullah SAW bersabda :
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ
دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي
الْأَرْضِ وَفَسَادٌ
Jika
datang kepada kalian (untuk meminang puteri kalian) seseorang yang kalian
ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putri kalian). Jika
tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan. [HR Turmudzi]
Catatan
Alvers
Viral
di Medsos, seorang syeikh berceramah dalam bahasa Arab ”Jangan kau nikahkan
putrimu dengan lelaki yang bakhil meskipun dia suka qiyamul lail di malam hari,
berpuasa di siang hari, sujudnya lama, menangisnya (ketika bermunajat) sangat
lama. Orang bakhil akan dimusuhi bahkan oleh binatang, ia tidak punya teman
kecuali dirinya snediri. Jangan kau nikahkan putrimu dengannya karena itu akan
menyebabkan engkau memasukkan putrimu ke dalam neraka (dunia) sebelum neraka
(akhirat). Ini benar. Ini adalah nasehat kepada sesama muslim. Sebagian orang
tua hanya menanyakan tentang agama saja kepada calon menantu dan tidak
menanyakan dan meneliti bagaimana akhlaknya. Padahal Nabi SAW menyebutkan dua
perkara yaitu agama dan akhlaknya. (sebagaimana terdapat pada hadits utama di
atas). Ada lelaki yang bagus sekali agamanya namun akhlaknya jelek, ia suka
memutus tali silaturahmi, pelit. Lelaki seperti ini akan membuat putrimu
sengsara maka jangan sampai lelaki seperti ini menjadi suami dari putrimu”.
Berbicara
tentang bakhil, maka kita sepakat bahwa bakhil atau kikir adalah sifat yang tak
terpuji bahkan Rasul SAW sendiri sangat menghindari sifat kikir sehingga
memerintahkan kita agar berlindung kepada Allah dari sifat bakhil. Beliaupun
juga berdoa :
اللَّهمَّ إنِّي أعوذُ بِكَ منَ البُخلِ
Ya
Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari sifat bakhil. [HR Bukhari]
Kiranya
diperlukan komitmen dalam diri agar kita menjauhi sifat bakhil. Jangan sampai
kita melarang orang lain bakhil sementara kita sendiri bakhil. Ummul Banin,
Saudarinya Umar bin Abdul Aziz berkata :
أُفٍّ لِلْبَخِيْلِ لَوْ كَانَ الْبُخْلُ قَمِيْصًا مَا
لَبِسْتُهُ, وَلَوْ كَانَ طَرِيْقًا مَا سَلَكْتُهُ
Sungguh
jelek orang bakhil, Jika sifat bakhil itu berupa baju maka aku tidak akan
memakainya. Jika ia berupa jalan maka aku tidak akan melewatinya. [Ihya
Ulumiddin]
Dari
buruknya sifat bakhil maka ia bisa menutupi kebaikan-kebaikan. Suatu ketika
orang-orang memuji dengan menceritakan seorang wanita kaya yang ahli ibadah
namun ia bakhil. Maka Rasul SAW bersabda :
فَمَا خَيْرُهَا إِذَنْ؟
Lantas,
apa kebaikannya dia? [Makarimul Akhlaq]
Sifat
kikir akan menjadi lebih buruk lagi jika dimiliki oleh seorang pemimpin.
Makanya Rasul SAW tidak merestui pemimpin yang bakhil. Satu ketika Rasul SAW
bertanya : “Siapa pemimpin kalian wahai Bani Salimah?” Mereka menjawab: Juddu
bin Qais, hanya saja kami menganggapnya seorang yang kikir. Rasul SAW bersabda:
وَأَيُّ دَاءٍ أَدْوَى مِنَ الْبُخْلِ؟ بَلْ سَيِّدُكُمْ عَمْرُو
بْنُ الْجَمُوحِ
“Tiada
penyakit yang lebih buruk daripada sifat kikir. Jadikan saja ‘Amr bin Al-Jamuu’
sebagai pemimpin kalian”. [Al-Adab Al-Mufrad]
Sifat
bakhil jika dimiliki oleh seorang pemimpin maka kebakhilannya akan merugikan
orang banyak, demikian pula sifat bakhilnya pemimpin dalam skala keluarga akan
merugikan anak istri. Diriwayatkan dari Aisyah RA, bahwa Hindun binti Utbah
datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya :
“Wahai Rasulullah, Abu Sufyan (suami) itu adalah orang yang pelit, ia
tidak memberi nafkah yang cukup untukku dan anakku sehingga aku mengambil
hartanya tanpa sepengetahuannya. (Apakah boleh) ?
Beliau
menjawab :
خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ
“Ambillah
darinya harta yang bisa mencukupi untukmu dan anakmu dengan ma'ruf
(sewajarnya)." [HR Bukhari]
Suami
yang tidak menunaikan kewajiban untuk menafkahi anak istrinya maka ia berdosa.
Rasul SAW bersabda :
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ
"Cukuplah
seseorang itu berdosa jika ia menyia-nyiakan orang-orang yang berada dalam
tanggungannya." [HR Nasa'i].
Maka
benarlah statemen Syeikh di atas yang melarang orang tua menikahkan putrinya
dengan lelaki yang bakhil meskipun dia banyak beribadah mengingat besarnya
bahaya yang akan terjadi dalam rumah tangganya. Jauh sebelum itu, Bisyr Ibnu
Harits Al-Hafi Rahimahullah (Wafat 227 H) telah mengingatkan kepada para orang
tua. Ia berkata :
لَا تُزَوِّجِ الْبَخِيْلَ وَلَا تُعَامِلْهُ
Jangan
kau menikahkan putrimu dengan lelaki yang bakhil dan jangan pula engkau bergaul
dengannya. [Al-Adab As-Syar’iyyah]
Benarkah
orang yang beriman itu bisa bersifat bakhil? Pertanyaan ini pernah diajukan
kepada Nabi SAW. Sabahat bertanya : “Apakah seorang mukmin ada kemungkinan
menjadi penakut?” Beliau menjawab: “Iya”. Lalu ditanyakan lagi kepada beliau:
أَيَكُوْنُ الْمُؤْمِنُ بَخِيْلًا
“Apakah
seorang mukmin ada kemungkinan bersifat kikir?”
Beliau
menjawab: “Iya”. Lalu ditanyakan lagi kepadanya: “Apakah seorang mukmin ada
kemungkinan menjadi tukang bohong?” Beliau menjawab: “Tidak”. [HR Baihaqi]
Dalam
riwayat lain disebutkan :
إِنَّ الْمُؤْمِنَ ليُطبع عَلَى خلالٍ شَتَّى: عَلَى
الْجُودِ، وَالْبُخْلِ، وَحُسْنِ الْخُلُقِ
“Sesungguhnya
seorang mukmin itu diberi tabi’at dari segala sifat: Diberi tabi’at dermawan,
kikir, dan juga akhlak mulia”. [HR Ibnu Adi]
Untuk
memperjelas status keberadaan ahli ibadah namun kikir maka saya ajak alvers
untuk mencermati beberapa redaksi dari riwayat hadits yang menceritakan wanita
ahli ibadah yang bakhil di atas. Dalam satu riwayat disebutkan :
اِمْرَأَةٌ مُتَعَبِّدَةٌ غَنِيَّةٌ غَيْرُ أَنَّهَا
بَخِيْلَةٌ
Wanita
yang ahli ibadah lagi kaya namun ia bakhil . [Makarimul Akhlaq]
Dan
dalam riwayat lain disebutkan :
صَوَّامَةٌ قَوَّامَةٌ إِلَّا أَنَّ فِيْهَا بُخْلًا
Wanita
yang banyak puasa dan banyak qiyamul lail hanya saja ia bakhil. [Mawsu’atul
Akhlaq Al-Islamiyah]
Redaksi
ini menyatakan bahwa wanita itu adalah ahli ibadah, suka puasa dan suka shalat
malam namun ia bakhil. Jadi jelaslah bahwa mungkin saja orang yang ahli ibadah
itu memiliki sifat bakhil. Hal ini tidak menafikan bahwa dalam prakteknya yang
banyak ditemukan adalah orang yang ahli ibadah itu kebanyakan tidak bakhil.
Hubaiys bin Mubassyir berkata : “Aku pernah duduk di majlisnya Imam Ahmad bin
Hambal dan Yahya bin Ma’in yang dihadiri banyak orang. Mereka bersepakat bahwa
mereka tidak menemukan orang yang shalih namun bakhil”. [Mawsu’atul Akhlaq
Al-Islamiyah]
Dengan
demikian, penting sekali bagi seseorang agar ia menjauhi sifat bakhil. Yahya
bin Muadz berkata :
مَا فِي الْقَلْبِ لِلْأَسْخِيَاءِ إِلَّا حُبٌّ وَلَوْ
كَانُوا فُجَّارًا وَلِلْبُخَلَاءِ إِلَّا بُغْضٌ وَلَوْ كَانُوا أَبْرَارًا
Tidak
ada sesuatu di dalam hati orang dermawan melainkan cinta meskipun mereka
orang-orang jelek dan sebaliknya, tidak ada sesuatu di dalam hati orang bakhil
melainkan kebencian meskipun mereka orang-orang baik. [Mawsu’atul Akhlaq
Al-Islamiyah]
Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka fikiran kita
untuk menjauhi sifat bakhil dan berusaha menjadi orang yang dermawan sehingga
kita bisa mengumpulkan agama dan akhlak dalam satu kepribadian.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share
sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata :
_Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka
sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment