ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ
عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ
“Barang siapa yang mendzalimi saudaranya pada kehormatan atau sesuatu
(dari hartanya) maka hendaknya ia meminta maaf kepadanya hari ini. .” [HR
Bukhari]
Catatan Alvers
Apakah Anda pernah mendengar lagu ini? “Menggunjing itu sarang dosa,
Mengganggu orang itu sarang dosa, Mencaci orang itu sarang dosa, Memfitnah
orang itu sarang dosa, Dosa, dosa, dosa, dosa, dosa... Semua menuju jalan ke
neraka, Berbahaya bagi manusia, Hapuslah dengan amal ibadah, Agar bersih dari
noda dan dosa”... Ya, ini adalah lagu jadoel yang dinyanyikan oleh grup El-Hawa
tahun 1984, namun kembali populer karena banyak dipakai backsound di berbagai
platform medsos. Meskipun jadoel namun lagu ini berisi nasehat yang mengena
untuk orang di zaman sekarang agar tidak suka nge-ghibah.
Ghibah itu menyebutkan kejelekan orang lain, meskipun kekurangan
tersebut bersifat hal kecil dan remeh. Ada seorang wanita menyebutkan wanita
lain bajunya kepanjangan maka seketika itu Sayyidah Aisyah berkata :
قَدِ اغْتَبْتِيهَا فَاسْتَحِلِّيهَا
Sungguh engkau telah meng-ghibahinya maka mintalah maaf kepadanya. [Ihya
Ulumuddin]
Supaya terhindar dari ghibah, Imam Nawawi memberikan nasehat :
“Sebaiknya setiap orang menahan mulutnya dari perkataan kecuali jika
benar-benar ada maslahatnya. Jika berbicara dan diam itu nilainya sama maka
sunnahnya diam, karena dikhawatirkan perkataan yang mubah akan menariknya
kepada perkataan yang haram atau makruh. Itulah kebanyakan yang terjadi dan
selamat dari dosa tidak bisa disejajarkan dengan apapun”. [Riyadus Shalihin]
Ketika Nabi SAW mi’raj, beliau melihat orang-orang yang memiliki kuku
dari besi tembaga mereka mencakar-cakar wajah dan dada mereka sendiri dengan
kuku-kukunya. Beliau bertanya siapakah mereka? Maka Jibril menjawab :
هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ
وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ
Mereka itu adalah orang yang makan daging manusia (ghibah) dan
merendahkan harga diri orang lain. [HR Abu dawud]
Mengenai status dosa ghibah, Imam Qurtubi berkata :
لاَ خِلَافَ أَنَّ الْغِيْبَةَ مِنَ الْكَبَائِرِ ،
وَأَنَّ مَنِ اغْتَابَ أَحَداً عَلَيْهِ أَنْ يَتُوْبَ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
Tidak ada perbedaan pendapat bahwasannya ghibah adalah termasuk dosa
besar dan pelakunya wajib bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla. [Al-Jami’ Li
Ahkamil Quran]
“Lha kalo sudah terlanjur gimana?
Bagaimana cara bertaubat dari dosa ghibah? Apakah harus minta maaf
kepada orangnya?” itu pertanyaan yang sering terlontar mengenai masalah ghibah.
Menjawab hal ini maka kami kemukakan beberapa pendapat dari pada ulama mengenai
apakah perlu minta maaf kepada orangnya ataukah tidak.
Pertama, tidak wajib meminta maaf kepada orang yang dighibahi akan
tetapi cukuplah ia memohon ampunan kepada Allah. Al-Hasan Al-Bashri berkata :
يَكْفِيْهِ الْاِسْتِغْفَارُ دُوْنَ الْاِسْتِحْلَالِ
Cukup baginya istighfar (memohon ampunan kepada Allah untuk dirinya dan
orang yang dighibahi) tanpa wajib meminta maaf kepadanya. [Ihya]
Hal ini sesuai dengan hadits :
كَفَّارَةُ مَنْ اِغْتَبْتَهُ أَنْ تَسْتَغْفِرَ لَهُ
Pelebur dosamu atas orang yang telah kau ghibahi adalah engkau
memohonkan ampunan untuknya (kepada Allah). [Bulughul Maram]
Mujahid berkata : Pelebur dosa dari makan bangkai saudaramu (ghibah)
adalah agar engkau memujinya dan mendoakan kebaikan untuknya. [Ihya]
Imam Ghazali berkata : Tidak diwajibkan “Tachlil” (meminta maaf kepada
orang yang dighibahi) karena hal itu merupakan perbuatan sukarela dan perbuatan
sukarela itu bersifat keutamaan bukan kewajiban namun demikian dianggap sebagai
perbuatan baik. [Ihya]
Pertimbangan lainnya adalah meminta maaf kepada orang yang dighibahi
akan mendatangkan kesedihan baru baginya dan menambah sakit hatinya bahkan akan
menimbulkan permusuhan diantara keduanya. Maka dari itu, Syeikh Abdul Qadir
berkata :
يَحْرُمُ عَلَى الْقَاذِفِ وَنَحْوِهِ إِعْلَامُ
مَقْذُوْفٍ وَمُغْتَابٍ وَنَحْوِهِ
Orang yang menuduh zina dan semisalnya diharamkan untuk memberitahukan
kepada orang yang dituduh atau orang yang dighibahi dan semisalnya (bahwa ia
telah melakukan tuduhan atau ghibah kepadanya). [Mathalib Ulin Nuha]
Kedua, wajib meminta maaf kepada orang yang dighibahi. Ketika ditanya
mengenai cara bertaubat dari dosa ghibah, Atha’ bin Abi Rabah menjawab :
“Hendaklah engkau pergi ke saudaramu lalu katakan Aku telah berkata bohong mengenai
dirimu, aku telah berbuat dzalim kepadamu, aku telah berbuat kejelekan
kepadamu, Jika kau mau maka silahkan tuntutlah aku dan jika kau mau maka
maafkanlah aku”. [Ihya]
Ini sesuai dengan hadits utama di atas, “Barang siapa yang mendzalimi
saudaranya pada kehormatan (misalnya dengan ghibah) atau sesuatu (dari
hartanya) maka hendaknya ia meminta maaf kepadanya hari ini. .” [HR Bukhari]
dalam lanjutan hadits disebutkan :
قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ
إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ
تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Sebelum tibanya hari dimana tidak ada lagi dinar dan dirham. Pada saat
itu bila ia mempunyai amal shalih maka amal itu akan diambil sesuai kadar
kedzalimannya. Bila ia tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya
akan diambil kemudian dibebankan kepadanya. [HR Bukhari]
Di sisi lain hendaknya seseorang memberikan maaf kepada orang yang
meminta maaf kepadanya. Al-Hasan bin Ali RA berkata :
لَوْ أَنَّ رَجُلًا شَتَمَنِي فِي أُذُنِي هَذِهِ
وَاعْتَذَرَ إِلَيَّ فِي أُذُنِي الْأُخْرَى لَقَبِلْتُ عُذْرَهُ
Seandainya ada orang mengumpat kepadaku di satu telingaku ini lalu ia
meminta maaf di telingaku yang lain maka aku akan memaafkannya. [Al-Adab
As-Syar’iyyah]
Bahkan Imam Syafii berkata :
مَنِ اسْتُرضِيَ فَلَمْ يَرْضَ فَهُوَ شَيْطَانٌ
Barang siapa dimintai maaf namun ia tidak memaafkan maka ia dalah setan.
[Al-Adzkar]
Lantas bagaimana kalau orangnya tidak memaafkan? Imam Ghazali berkata :
“Cara meminta maaf bagi pelaku ghibah adalah hendaknya ia bersungguh-sungguh
memuji orang yang dighibahi dan berusaha agar ia senang kepada pelaku. Teruslah
berbuat demikian sampai hatinya menerima permintaan maaf pelaku. Namun jika
hatinya tidak juga memaafkan maka permintaan maaf pelaku dan perbuatan baiknya
tersebut akan menjadi pahala yang setimpal untuk dibarter dengan dosa ghibahnya
di hari kiamat”. [Ihya]
Bagaimana jika meminta maaf tidak bisa dilakukan?, apakah solusinya?
Imam Ghazali berkata :
فَإِنْ كَانَ غاَئِباً أَوْ مَيْتاً فَيَنْبَغِي أَنْ
يُكْثِرَ لَهُ الْاِسْتِغْفَارَ وَالدُّعَاءَ وَيُكْثِرَ مِنَ الْحَسَنَاتِ
Jika orang yang dighibahi tidak diketemukan keberadaannya atau telah
wafat maka hendaknya memperbanyak istighfar dan doa kebaikan untuknya dan juga
memperbanyak amal kebaikan. [Ihya]
Ketiga, Tafshil, diperinci. Syeikh Al-Murtadla Az-Zabidi berpendapat
jika omongan ghibah tidak sampai ke telinga orang yang dighibahi maka tidak
diwajibkan meminta maaf. Namun Jika sudah sampai ke telinganya maka haruslah
minta maaf. Itupun berlaku jika meminta maaf tidak menimbulkan hal negatif
lainnya. Terkadang bagi sebagian orang, menjelaskan omongan ghibah kepada yang
bersangkutan itu akan lebih menyakitkan daripada ghibahnya itu sendiri. Jika
demikian adanya, maka tidak diperlukan minta maaf. [Ithafus Sadatil Muttaqin]
Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita agar
menjauhi ghibah dan melebur dosa ghibah yang terlanjur dilakukan di masa lampau
dengan banyak istighfar dan banyak mendoakan kebaikan untuk orang-orang yang
pernah kita ghibahi serta mengganti dengan pujian kepadanya.
Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok! Mondok itu Keren!
WhatsApp Center : 0858-2222-1979
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada
semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin
amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah
Wal Wa’dh]
Link Youtube :
https://youtu.be/COoszeeEQzs?si=uiUIGguBZFiBw45h
0 komentar:
Post a Comment