ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata
:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ فُلَانًا يُصَلِّي بِاللَّيْلِ فَإِذَا أَصْبَحَ سَرَقَ
قَالَ إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ مَا يَقُولُ
Seorang laki-laki mendatangi Nabi SAW dan
berkata, ‘Sesungguhnya si Fulan itu shalat di malam hari, tetapi di waktu pagi
dia mencuri.’ Nabi SAW bersabda: ‘Sesungguhnya shalatnya itu akan menahan
dirinya dari apa yang engkau katakan”. [HR Ahmad]
Catatan Alvers
Fenomena STMJ (Sholat Terus, Maksiat Jalan) acap
kali kita temui dalam realita di masyarakat. Seseorang yang rajin shalat hingga
jidatnya hitam namun ia suka berkata-kata kotor, menggunjing bahkan melakukan
kemaksiatan yang lain yang tak pantas dilakukan oleh seorang muslim yang rajin
shalat. Lantas timbullah pertanyaan di benak masyarakat akan hal ini.
Bagaimanakah hal ini bisa terjadi? Sungguh dua hal yang sangat kontras! Bukankah
Allah SWT berfirman :
وَأَقِمِ
الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. [QS Al-‘Ankabut: 45]
Fenomena STMJ (Sholat Terus, Maksiat Jalan)
ini tidak hanya terjadi sekarang, bahkan di zaman Nabipun telah terjadi
sebagaimana hadits utama di atas. “Sesungguhnya
si Fulan itu shalat di malam hari, tetapi di waktu pagi dia mencuri.” Lantas,
dimanakah letak kesalahannya? Bukankah Firman Allah SWt adalah benar adanya?.
Alvers, memang demikianlah teori dan
prakteknya. Jauh panggang dari api. Menanggapi permasalahan ini, Ibnu Mas’ud
dan Ibnu ‘Abbas RA berkata:
في الصلاة
منتهى ومزدجر عن معاصي الله، فمن لم تأمره صلاته بالمعروف، ولم تنهه عن المنكر، لم
يزدد بصلاته من الله إلا بعدًا.
“Di dalam shalat terdapat sesuatu yang dapat
menahan dan mencegah seseorang dari perbuatan maksiat. Barang siapa yang shalatnya
tidak menyuruhnya untuk melakukan perbuatan ma’ruf (yang baik) dan tidak
melarangnya dari perbuatan mungkar, maka dia hanya membuat dirinya semakin jauh
dari Allah dengan shalat tersebut. [Tafsir Al-Baghawi]
Al-Qatadah dan Al-Hasan RA berkata:
من لم تنهه
صلاته عن الفحشاء والمنكر فصلاته وبال عليه
“Barang siapa yang shalatnya tidak dapat
menahannya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar, maka shalatnya tersebut
menjadi perusak dirinya.” [Tafsir Al-Baghawi]
Namun demikian orang yang terkena Fenomena STMJ
(Sholat Terus, Maksiat Jalan) ini tidak boleh berputus asa untuk melakukan
sholat. Janganlah berhenti sholat karena ia belum bisa meninggalkan maksiat.
Justru dengan sholatnya insyaAllah sebagaimana hadits utama di atas, suatu saat
yang dikehendaki Allah ia akan berhenti dari perbuatan maksiatnya. Bukankah
Nabi bersabda : ‘Sesungguhnya shalatnya itu akan menahan dirinya dari apa yang
engkau katakan”
Di sisi lain ia harus introspeksi, apakah shalatnya
telah dilakukannya dengan baik dan benar, ataukah sholatnya hanya gerakan badan
dan bibir saja sehingga tak ubahnya ia tidak dihukumi sebagai orang yang shalat?.
Abul Aliyah Ar-Riyahi Al-Bashri (w.93 H), seorang mufassir ternama yang dahulu
menemui zaman Nabi namun baru masuk islam pada masa Abu bakar RA. mengatakan:
إن الصلاة
فيها ثلاث خصال فكل صلاة لا يكون فيها شيء من هذه الخلال فليست بصلاة: الإخلاص
والخشية وذكر الله. فالإخلاص
يأمره بالمعروف، والخشية تنهاه عن المنكر، وذكر القرآن يأمره وينهاه.
“Sesungguhnya di dalam shalat terdapat tiga
hal. Setiap shalat yang tidak terdapat satu hal saja dari ketiga hal ini maka
dia bukanlah shalat, yaitu: keikhlasan, rasa takut dan mengingat Allah.
Keikhlasan akan menyuruhnya untuk berbuat kema’ruufan, ketakutannya kepada
Allah akan melarangnya dari perbuatan mungkar dan dzikir-nya dengan membaca
Al-Qur’an akan menyuruh dan melarangnya.” [Tafsir
Ibnu Katsir]
Tiga kata kunci; keikhlasan, rasa takut dan
mengingat Allah inilah yang dapat mempengaruhi keberadaan shalat seseorang
sebagai pencegah dari kemaksiatan. Seyognyanya orang yang terkena Fenomena STMJ
(Sholat Terus, Maksiat Jalan) memeriksa tiga perkara tersebut dalam shalatnya.
Tiga kata kunci; keikhlasan, rasa takut dan
mengingat Allah ini jika dihayati maka juga akan menjadi penentu seseorang jauh
dari kemaksiatan dalam kehidupannya. Ibnu Qudamah dalam at-Tawwabin
menceritakan bahwa terdapat seorang laki-laki ahli
maksiat menghadap Ibrahim bin Adham Al-Balkhi(100 H –165
H) untuk mengadukan masalahnya. Ia bekata : “Sungguh, aku telah terjerumus dalam kemaksiatan. Tolong berikan aku nasehat yang dapat menyelamatkan
hatiku dari kemaksiatan dan menjauhkan aku darinya.”
Ibrahim bin Adham berkata kepadanya: “Jika engkau mampu
melakukan lima hal berikut, maka engkau tidak dilarang melakukan maksiat.” Ibrahim
bin Adham berkata:
أما الأولى
فإذا أردت أن تعصي الله عز وجل فلا تأكل رزقه
“Pertama, ketika engkau hendak berbuat
maksiat kepada Allah SWT, maka janganlah engkau makan sedikit pun dari rezeki-Nya.”
Lelaki tersebut kemudian berkata: “Lalu dari
mana aku makan? Bukankah semua rezeki berasal dari sisi Allah SWT?” Ibrahim
berkata, “Lalu pantaskah engkau makan rezeki-Nya dan engkau berbuat maksiat kepada-Nya?”
Lelaki tersebut menjawab, “Tentu tidak pantas. Lalu apa yang kedua, wahai
Ibrahim!”
وإذا أردت أن
تعصيه فلا تسكن شيئاً من بلاده
“Kedua,
jika engkau hendak berbuat maksiat, maka janganlah engkau tinggal di bumi-Nya.”
Lelaki tersebut berkata: “waduh, ini lebih
berat dari yang pertama, Bukankah setiap bagian bumi ini dari ujung timur sampai
ujung barat adalah milik Allah SWT. Maka dimana aku akan tinggal?” Ibrahim berkata
kepadanya: “Jika engkau telah menyadari hal itu, maka apakah pantas engkau makan
dari rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya namun engkau berbuat maksiat
kepada-Nya?” Lelaki tersebut menjawab, “Tentu tidak pantas. Lalu apa yang
ketiga, wahai Ibrahim!”
إذا أردت أن
تعصيه وأنت تحت رزقه وفي بلاده فانظر موضعاً لا يراك فيه مبارزاً له فاعصه فيه
“Ketiga, jika
engkau hendak berbuat maksiat padahal engkau makan dari rezeki-Allah dan tinggal
di bumi-Nya, maka carilah tempat di mana Allah SWT tidak dapat melihatmu,
lalu berbuatlah maksiat di tempat itu!”
Lelaki tadi berkata, “Bagaimana ini, Bukankah
Allah mengetahui hal-hal rahasia (dan yang lebih tersembunyi). Ibrahim berkata:
“Jika demikian, pantaskah engkau makan dari rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya namun
engkau berbuat maksiat di tempat yang dilihat oleh-Nya?” Lelaki tersebut
menjawab, “Tentu tidak pantas. Lalu apa yang keempat, wahai Ibrahim!”
إذا جاءك ملك
الموت ليقبض روحك فقل له: أخرني حتى أتوب توبة نصوحاً وأعمل لله عملاً صالحاً
“Keempat, jika
malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu, maka katakanlah padanya, ‘Tundalah
kematianku hingga aku bertaubat dengan taubatan nashuha dan aku beramal shalih
karena Allah!’ Lelaki tersebut berkata: “Dia pastilah tidak menuruti
permintaanku!. Ibrahim bin Adham menjelaskan: “Jika engkau tidak bisa menolaknya, maka
bagaimana engkau akan selamat?”
Dia berkata : “Iya. Lalu apa yang kelima
wahai Ibrahim?”
إذا جاءتك
الزبانية يوم القيامة ليأخذونك إلى النار فلا تذهب معهم
“Kelima, apabila
malaikat Zabaniyah (malaikat adzab) mendatangimu untuk
menyeretmu ke neraka, maka janganlah engkau ikut mereka.
Lelaki itu menjawab: “Tentulah mereka tidak
akan membiarkan aku”. Ibrahim berkata : “Lantas, bagaimana engkau berharap akan selamat?”
Lalu dia berkata : “Cukup, Cukup, Ibrahim. Aku memohon ampun
kepada Allah SWT dan bertaubat kepada-Nya”. Akhirnya lelaki tersebut istiqamah beribadah
sampai meninggal dunia.” [at-Tawwabin] Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari
membuka hati dan fikiran kita istiqamah menjalankan shalat dan menjauhi semua
maksiat.