ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :
مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ
الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
“(anggota
badan yang terkena) Kain yang di bawah dua mata kaki, maka (akan di siksa) di
dalam neraka”. [HR Bukhari]
Catatan
Alvers
Acap
kali kita temui orang yang memakai sarung, jubah atau celana dengan ukuran
bagian bawahnya setengah betis atau di atas mata kaki. Pakaian seperti ini
dalam bahasa jawa disebut “cingkrang”. Tren cingkrang seperti ini bermula dari
propaganda keharaman isbal (mengenakan pakai menjulur melebihi mata kaki) yang
dipahami secara mutlak tanpa qayyid sebagaimana hadits utama di atas.
Hal
ini menjadi fenomena tersendiri yang menarik untuk dikaji, dimana pengikut
aliran cingkrang mengharamkan orang yang melakukan isbal dan sebaliknya pelaku
isbal menganggap aneh perilaku berpakaian pengikut aliran cingkrang.
Pengikut
aliran cingkrang mempropagandakan hadits di atas dan mengatakan ini adalah
hadits shahih namun tidak menyertakan hadits yang menjadi mukhasshishnya
(pengecualiannya) yang mana hadits itu juga berstatus shahih sehingga
pemahamannya dipertanyakan.
Memahami
hukum yang bersumber dari Quran atau hadits haruslah memahami dan mempelajari
juga ayat atau hadits-hadits yang lain yang saling berkaitan (tematik) sehingga
kesimpulan yang dihasilkan menjadi valid. Seperti contoh ayat iddah berikut :
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ
بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ
“Para wanita yang diceraikan, mereka menunggu iddah selama tiga
kali sucian” [QS Al-Baqarah : 282]
Orang
yang mengkaji surat ke dua yakni al-Baqarah dan tergesa-gesa maka ia akan
ber”fatwa” bahwa “Para wanita yang telah diceraikan tidak boleh menikah kecuali
setelah melewati tiga kali sucian dan karena ayat ini mutlak maka hukum ini
berlaku umum, termasuk untuk wanita yang diceraikan sebelum digauli. Ia harus
menunggu tiga kali suci”.
Benarkah
demikian? Ternyata “mufti” seperti ini akan “kecele” ketika ia melanjutkan
kajiannya sampai kepada surat yang ke 33 yaitu surat al-Ahzab berikut :
إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ
طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ
عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا
jika
kalian menikahi wanita mukmin lalu kalian menceraikan wanita-wanita itu sebelum
sempat kalian gauli, maka tiadalah bagi kalian menunggu iddah
perempuan-perempuan tersebut yang kamu minta untuk menyelesaikannya. [QS
Al-Ahzab : 49]
Perlu
diketahui bahwa tidak selamanya Takhsis (pengecualian) itu Muttasil, maksudnya terjadi
dalam satu kalimat yang sama. Namun terdapat juga Takhsis Munfasil,
pengecualiannya berada dalam kalimat lain atau terpisah seperti contoh
tersebut.
Contoh
lain seperti hukum zakat pertanian pada hadits berikut :
فِيمَا سَقَتْ السَّمَاءُ وَالْعُيُونُ أَوْ
كَانَ عَثَرِيًّا الْعُشْرُ
“
Dalam (hasil pertanian) yang diairi dari air hujan, sungai-sungai atau tanpa diairi
maka zakatnya adalah 10 persen”. [HR Bukhari]
Kalimat
yang dipakai disini bersifat umum (‘amm), baik hasil pertanian itu sedikit atau
banyak. Namun dalam hadist lain terdapat perkecualiannya, yaitu:
وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوْسُقٍ
صَدَقَةٌ
“Hasil
pertanian dibawah lima wasaq (652,8 Kg.) tidak terkena kewajiban zakat”. [HR
Bukhari]
Sehingga
dipahami bahwa hasil pertanian yang kurang dari 652,8 Kg meskipun diairi dari
air hujan, sungai-sungai atau tanpa diairi maka tidak terkena kewajiban zakat
10 persen.
Metode
seperti inilah yang mesti dilakukan ketika memahami hadits larangan isbal di
atas karena ada hadits lain yang statusnya juga shahih yang menjadi
pengecualiannya bahkan dalam kasus ini banyak yang berupa takhsis muttashil
namun tidak disampaikan sehingga terkesan disembunyikan. Berikut haditsnya :
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ
اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang
siapa yang menyeret pakaiannya (isbal) karena sombong maka Allah tidak akan
melihatnya (murka) di hari kiamat" [HR Bukhari]
Dalam
kitab shahih bukhari saja saya temukan banyak redaksi “man jarra”seperti di
atas yang diqayyidi dengan kata khuyala sebanyak 3 X, dengan kata “batharan” 1
X dan dengan kata “makhilah” 1 X dan semuanya bermakna sombong.
Dalam
lanjutan hadits, Abu Bakar bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu
bagian kainku terujulur (panjang), namun aku tidak sengaja”. Rasulullah ﷺ menjawab :
لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُهُ خُيَلَاءَ
“(tidaklah
mengapa, sebab) Engkau tidak termasuk orang yang melakukannya karena sifat
sombong”. [HR. al-Bukhari].
Imam
an-Nawawi berkata :
وَهَذَا التَّقْيِيْدُ بِالْجَرِّ خُيَلَاءَ يُخَصِّصُ عُمُوْمَ الْمُسْبِلِ إِزَارَهُ وَيَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْمُرَادَ بِالْوَعِيْدِ مَنْ جَرَّهُ خُيَلَاءَ
Pembatasan
Kata ‘memanjangkan’ dengan kata ‘sombong’, dapat mengkhususkan orang yang
memanjangkan kain secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa ancaman neraka hanya
berlaku kepada orang yang memanjangkan kainnya karena sombong. [Syarah Nawawi] Wallahu
A’lam. Semoga Allah Al-Bari meneguhkan hati kita untuk senantiasa istiqamah
dalam mengikuti ulama selaku pewaris para nabi dan tidak gegabah menyalahkan
perilaku para ulama panutan tanpa ilmu yang cukup.
Salam
Satu Hadith,
DR.H.Fathul
Bari
PP
annur2.net Malang
READY
STOCK
BUKU
ONE DAY ONE HADITH
ONE
DAY#1 Indahnya Hidup Bersama Rasul SAW ISBN : 9786027404434
ONE
DAY#2 Motivasi Bahagia Dari Rasul SAW ISBN : 9786026037909
ONE
DAY#3 Taman Indah Musthafa SAW ISBN : 9786026037923
OPEN
BOOKING BUKU ONE DAY#4 Tadabbur Aktual
Distributor
: Muadz 08121674-2626