ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari ibnu
Abbas RA, Nabi SAW bersabda :
مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ
نَدَامَى
“Selamat datang
kepada para tamu (delegasi Abdil Qays) yang datang, tanpa merasa terhina dan
menyesal.” [HR Bukhari]
Catatan Alvers
Tidak hanya
memerintah untuk memuliakan tamu, Rasul SAW juga merupakan teladan dalam
memuliakan tamu bahkan semenjak ketika beliau belum diutus menjadi nabi. Selepas
pulang dari gua hira pasca bertemu malaikat Jibril, beliau menggigil ketakutan
sehingga meminta agar diselimuti. Khadijahpun menenangkan hati beliau dengan
menceritakan kebaikan-kebaikan beliau diantaranya adalah memuliakan tamu.
Khadijah berkata :
كَلَّا أَبْشِرْ فَوَاللَّهِ لَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا
فَوَاللَّهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ... وَتَقْرِي الضَّيْفَ
"Tidak, Demi
Allah, tidaklah Allah akan menghinakanmu selamanya, Demi Allah sesungguhnya engkau
adalah orang yang menjaga silahturahim, .... dan menyuguhi tamu. “ [HR Bukhari]
Al-Baydlawi
berkata : “Orang Arab memiliki akhlak yang baik dengan menjalankan apa yang
tersisa dari ajaran Nabi Ibrahim AS, dan mereka tersesat dengan menentang (kufur)
pada sebagian besar ajarannya. Maka Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang baik”. [Mirqatul Mafatih] Dan di
antara
akhlak yang baik adalah memuliakan tamu.
Ats-Tsa’aliby berkata :
إِكْرَامُ الْأَضْيَافِ مِنْ عَادَاتِ
الْأَشْرَافِ
Memuliakan
para tamu adalah kebiasaan dari orang-orang mulia. [At-Tamtsil Wal Muhadlarah]
Ibnu Abbas RA berkata
:” Allah memberikan harta yang banyak dan para pembantu kepada Nabi Ibrahim,
Khalilullah. Nabi Ibrahim membuat rumah khusus untuk menjamu tamu dengan memiliki
dua pintu, yaitu satu pintu untuk masuk dan satu pintu untuk keluar. Di
dalamnya terdapat meja yang di atasnya terdapat suguhan untuk tamu dan juga
disediakan pakaian musim panas dan musim dingin. Maka tamu yang masuk ia
memakan hidangan lalu memakai pakaian jika ia tidak memiliki pakaian”. [Ghida’ul
Albab]
Dari Nabi Ibrahim
kita belajar bagaimana menyediakan ruang tamu di rumah kita. Diriwayatkan dari
Anas RA, bahwa beliau bersabda :
إِنَّ زَكَاةَ الرَّجُلِ فِي دَارِهِ أَنْ يَجْعَلَ
فِيهَا بَيْتًا لِلضِّيَافَةِ
Sesungguhnya zakat
(dari rumah) seseorang adalah ia menjadikan satu ruangan di dalam rumahnya
untuk menerima tamu. [Syu’abul Iman]
Kita tidak akan
maksimal memuliakan tamu jika kita tidak memiliki ruangan khusus untuk menerima
tamu. Setelah itu barulah kita menyambut mereka dengan hangat sebagaimana hadits
utama di atas Rasul SAW bersabda : “Selamat datang kepada para tamu yang datang
tanpa merasa terhina dan menyesal.” [HR Bukhari]
Selanjutnya adalah
menyuguhkan hidangan kepada tamu dengan tanpa memaksakan diri. Sahabat Salman RA
berkata :
نَهَانَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم أَنْ نَتَكَلَّفَ
لِلضَّيْفِ مَا لَيْسَ عِنْدَنَا وَأَنْ نُقَدِّمَ مَا حَضَرَ
Rasul SAW melarang
kami untuk memaksakan diri (di luar kemampuan) dalam menyuguhi tamu dari
apa-apa (makanan) yang tidak kami miliki dan hendaknya kita menyuguhkan apa
yang ada. [Syu’abul Iman]
Maka suguhkanlah
makanan yang ada. Jabir bin Abdillah berkata :
هَلَاكُ الرَّجُلِ أَنْ يَدْخُلَ عَلَيْهِ الرَّجُلِ مِنْ
إِخْوَانِهِ، فَيَحْتَقِرُ مَا فِي بَيْتِهِ أَنْ يَقْدِمَهُ إِلَيْهِ، وَهَلَاكُ
الْقَوْمِ أَنْ يَحْتَقِرُوا مَا قُدِّمَ إِلَيْهِم.
Kebinasaan
seseorang (pemilik rumah) adalah ketika ada saudaranya masuk rumahnya lalu ia
meremehkan makanan yang dimilikinya untuk disuguhkan kepada saudaranya
(sehingga tidak jadi disuguhkan), dan kebinasaan satu kaum (tamu) adalah mereka
yang meremehkan makanan yang disuguhkan. [Syarhus Sunnah lil Baghawy]
Maimun bin Mihran
berkata : “Jika engkau kedatangan tamu maka jangan engkau memaksakan diri
menyuguhkan makanan yang engkau tidak mampu menghidangkannya. Berilah ia
makanan sebagaimana yang dimakan oleh keluargamu dan berilah wajah yang
berseri-seri karena jika engkau memaksakan diri diluar kemampuanmu maka boleh
jadi engkau menemuinya dengan wajah yang tidak menyenangkan”. [Syu’abul Iman]
Maka jangan jadikan
makanan untuk suguhan tamu sebagai beban berat, suguhkanlah sesuai dengan
kemampuan dan ingatlah bahwa makanan suguhan untuk tamu itu hakikatnya adalah
rezeki yang disediakan Allah untuk mereka. Syaqiq Al-Balakhi berkata :
لَيْسَ شَيْئٌ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنَ الضَّيْفِ لِأَنَّ رِزْقَهُ
عَلَى اللهِ وَأَجْرَهُ لِي
Tiada sesuatu yang
lebih aku sukai daripada tamu karena rizkinya (suguhan untuk tamu) ditanggung oleh
Allah sementara pahalanya (dan balasan dari memuliakan tamu) itu untukku. [Siyaru
A’lamin Nubala]
Sambutlah tamu
dengan wajah berseri-seri serta perasaan gembira sebab dibalik menyuguhkan makanan
kepada tamu itu ada banyak keutamaan. Al-Hasan Al-Bashri berkata : “Setiap nafkah
yang seseorang membelanjakannya untuk dirinya, kedua orangtuanya dan seterusnya
itu pasti akan dihisab melainkan nafkah (makanan) yang dibelanjakan seseorang untuk
menjamu tamunya maka Allah malu untuk mempertanyakan hal itu kepadanya”. [Ihya
Ulumiddin]
Diriwayatkan dari sebagian
Ulama Khurasan, (sebelah Timur jazirah Arab, meliputi Iran, Afghanistan, dll.)
bahwasannya ia menyuguhkan banyak makanan kepada para tamunya sehingga para
tamu tidak mampu menghabiskan makanan tersebut dari banyaknya. Apa yang
dilakukannya ini dikarenakan telah sampai kepadanya hadits “Sesungguhnya para
tamu tatkala mengangkat tangan mereka dari makanan (ketika telah selesai makan)
maka orang (pemilik rumah) yang memakan sisa makanan tamu tersebut tidak akan
dihisab di hari kiamat nanti. [Ihya Ulumiddin]
Dan karena saking semangatnya
dalam menjamu tamu, Yahya bin Muadz berkata :
لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا لُقْمَةً
فِي يَدِي لَوَضَعْتُهَا فِي فَمِ ضَيْفِي
Seandainya dunia ini
berwujud makanan yang ada ditanganku niscaya aku suapkan ke mulut tamuku. [At-Tamtsil
Wal Muhadlarah]
Tidak hanya
memberikan suguhan berupa makanan namun yang tak kalah penting adalah
menyuguhkan muka yang berseri-seri dan senang dengan kedatangan tamu. Suatu
ketika Al-Awza’i ditanya mengenai bagaimana cara memuliakan tamu maka beliau
menjawab :
طَلاَقَةُ الْوَجْهِ وَطِيْبُ الْكَلَامِ
Muka yang
berseri-seri dan perkataan yang baik. [Syarhus Sunnah lil Baghawy]
Bahkan ada qil (maqalah,
bukan hadits) yang berkata :
اَلْبَشَاشَةُ فِي الْوَجْهِ خَيْرٌ مِنَ الِقرَى
Muka yang
berseri-seri (kepada tamu) itu lebih baik daripada suguhan makanan. [Al-Jiddu
Al-Hatsits]
Maka jika kita memberikan
suguhan terbaik kepada para tamu nsicaya mereka pulang dengan tanpa merasa
terhina dan menyesal sebagaimana ungkapan Nabi dalam menyambut delegasi diatas.
Wallahu
A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu menyambut
tamu dengan senang hati dan wajah yang berseri-seri sebab kedatangan mereka
pada hakikahnya membawa berkah untuk kita.
Salam
Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Ngaji
dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo
Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu
Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada
supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia
maya dan menjadi amal jariyah kita semua.