إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Sunday, June 16, 2024

ARAFAH DAN PELEBUR DOSA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Qatadah, Nabi SAW bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ

“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang.” [HR. Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Ada pertanyaan kritis mengenai hadits di atas “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang.” [HR. Muslim] Yaitu jika puasa arafah itu bisa melebur dosa dua tahun, yaitu tahun yang lalu dan tahun yang akan datang maka mestinya kita cukup berpuasa dua tahun sekali, namun mengapa pada prakteknya kita dianjurkan berpuasa setiap tahun?

 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu diketahui bahwa satu ibadah akan mendatangkan pahala seperti melebur dosa, itu jika ibadahnya dilakukan dengan sempurna. Jika dilakukan dengan tidak sempurna maka akan berkurang pula pahalanya atau peleburan dosanya tidak maksimal 100 persen. Sebagai contoh misalnya shalat, dimana Rasul SAW bersabda :

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

Sesungguhnya seseorang selesai (dari shalat) dan tidaklah ditulis (pahala) baginya, kecuali sepersepuluh shalatnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahya. [HR Abu Dawud]

 

Hal ini dikarenakan pahal shalat seseorang tergantung kepada kadar khusu’ shalatnya. Hal ini seperti belaku pada ibadah puasa, dimana Rasul SAW bersabda :

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa namun ia hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga dari puasanya tersebut.” [HR Thabrani]

 

Jadi jika seseorang melakukan puasa arafah dengan tidak sempurna maka peleburan dosanya juga tidak sempurna sehingga puasa arafah ditahun depannya akan menyempurnakan peleburan dosa pada tahun sebelumnya.

 

Imam Nawawi berkata : Para ulama berkata bahwa dosa yang dilebur dengan puasa Arafah adalah dosa-dosa kecil. Selanjutnya beliau berkata :

إِنْ لَمْ تَكُنْ صَغَائِرُ يُرْجَى التَّخْفِيْفُ مِنَ الْكَباَئِرِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُفِعَتْ دَرَجَاتٌ

jika seseorang tidak memiliki dosa-dosa kecil maka pahala puasa arafah akan dapat meringankan dosa besar dan jika ternyata seseorang tidak punya dosa besar maka pahala puasanya bermanfaat untuk menambah ketinggian derajat orang tersebut. [Syarah Muslim]

 

Hal itu seperti fungsi pahala ibadah puasanya nabi, orang shalih dan anak-anak kecil. Dimana mereka tidak memiliki dosa besar sehingga amal ibadahnya akan mengangkat derajat mereka di sisi Allah SWT dan bukan lagi untuk melebur dosa mereka.

 

Sebenarnya dalam islam banyak sekali amal ibadah yang fungsinya untuk melebur dosa, diantaranya adalah puasa Asyura’. Abu Qatadah Al-Anshari berkata : Beliau ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab :

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” [HR Muslim]

 

Demikian pula puasa ramadhan. Rasulullah saw bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena Iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR Bukhari

 

Ibadalh lainnya adalah wudlu. Rasul SAW bersabda :

مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa berwudhu' seperti wudhu'ku ini kemudian dia shalat dua raka'at dan ia tidak berbicara (urusan dunia) dalam hatinya, maka Allah mengampuni dosanya yang lalu". [HR Bukhari]

 

Begitu pula ibadah shalat lima waktu, Rasulullah SAW bersabda :

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ

“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?”

Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau bersabda :

فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا

 “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” [HR Bukhari]

 

Demikian pula shalat jum’at. Nabi SAW bersabda :

الصَّلَوَاتُ الخَمْسُ ، وَالجُمُعَةُ إِلَى الجُمُعَةِ ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ ، مُكَفِّراتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الكَبَائِرُ

“Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, dan Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa-dosa yang di antara semua itu, jika dosa-dosa besar dijauhi.” [HR. Muslim]

 

Pelebur dosa bukan hanya terdapat dalam amalan saja, bahkan setiap musibah yang menimpa juga menjadi pelebur dosa. Nabi SAW bersabda :

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاه

Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa rasa lelah, rasa sakit, rasa khawatir, rasa sedih, gangguan atau rasa gelisah sampaipun duri yang melukainya melainkan dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosanya. [HR Bukhari]

Dan dalam riwayat lain, disertakan tujuan akhirnya. Nabi SAW bersabda :

مَا يَزَال الْبَلاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمؤمِنَةِ في نَفْسِهِ وَولَدِهِ ومَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللَّه تَعَالَى وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

"Bencana senantiasa menimpa orang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada dosa pada dirinya." [HR Tirmidzi]

 

Maka semua itu saling menyempurnakan satu sama lain dalam menghapuskan dosa seseorang sehingga sebagaimana dinyatakan dalam hadits terakhir “berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada dosa pada dirinya." [HR Tirmidzi]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk terus termotivasi untuk beribadah dengan sebaik-baiknya dan terus melaksanakan ibadah dengan istiqamah sehingga berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak membawa dosa apapun.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Friday, June 14, 2024

WAKTU DOA ARAFAH BERBEDA?

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Nabi SAW bersabda :

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ

“Do’a terbaik adalah do’a pada hari Arafah.” [HR. Tirmidzi]

 

Catatan Alvers

 

Setiap orang memiliki keinginan, ingin ini itu banyak sekali. Ingin memiliki ini dan itu adalah manusiawi. Dan setiap keinginan pastilah kita berharap akan dipenuhi oleh Allah SWT. Nabi SAW bersabda :

إِذَا تَمَنَّى أَحَدُكُمْ، فَلْيُكْثِرْ، فَإِنَّمَا يَسْأَلُ رَبَّهُ

Jika salah seorang memiliki keinginan maka perbanyaklah karena ia sedang meminta kepada tuhannya. [HR Thabrani]

 

Dalam riwayat lain disebutkan :

إِذَا سَأَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيُكْثِرْ فَإِنَّمَا يَسْأَلُ رَبَّهُ

Jika salah seorang diantara kalian berdoa maka perbanyaklah karena ia sedang meminta kepada tuhannya. [HR Thabrani]

 

Apabila kita meminta kepada manusia maka semakin banyak kita meminta maka mereka semakin benci kepada kita. Hal ini berbeda dengan Allah SWT karena Allah senang dimintai. Rasulullah SAW bersabda :

سَلُوا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنَّ اللهَ يُحِبُّ أَنْ يُسْأَلَ

“Mintalah kepada Allah dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah itu senang dimintai.” [HR Tirmidzi]

 

Bahkan sebaliknya, Allah akan murka kepada mereka yang tidak meminta kepada-Nya. Rasulullah SAW bersabda : 

مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ

“Barang siapa yang tidak mau meminta kepada Allah, maka Allah akan murka kepada-Nya.” [HR Tirmidzi]

 

Supaya doa kita mudah terkabul maka hendaknya doa dipanjatkan dengan penuh keyakinan akan kemahakuasaan dan kebesaran Allah SWT. Bahwa sebesar apapun yang kita minta pastilah itu tidak ada apa-apanya dibanding dengan besarnya kekuasaan-Nya. Nabi SAW bersabda :

ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

“Berdo’alah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan do’a dari hati yang lalai.” [HR Tirmidzi]

 

Meskipun kita diperintahkan untuk berdoa tanpa dibatasi oleh waktu namun demikian doa akan lebih mustajabah jika dilakukan pada waktu yang mulia. Imam Ghazali berkata : terdapat sepuluh adab berdoa yang pertama (diantaranya) adalah :

أَنْ يَتَرَصَّدَ لِدُعَائِهِ الْأَوْقَات الشَّرِيْفَةَ كَيَوْمِ عَرَفَةَ مِنَ السَّنَةِ

Hendaknya mencari waktu-waktu yang mulia untuk berdoa seperti hari Arafah dari waktu setahun (doa tahunan). [Ihya Ulumuddin]

 

Hari Arafah menjadi waktu yang mulia untuk berdoa mengingat Nabi SAW bersabda dalam hadits utama : “Do’a terbaik adalah do’a pada hari Arafah.” [HR. Tirmidzi] dan secara lengkap, hadits itu berbunyi :

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Do’a terbaik adalah do’a pada hari Arafah dan dzikir terbaik yang aku ucapkan dan diucapkan oleh nabi-nabi sebelumku adalah tiada tuhan selain Allah, yang maha esa, tiada sekutu baginya. Hanya milikNya kerajaan dan pujian. Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.” [HR. Tirmidzi]

 

Maksud dari doa terbaik disini, dijelaskan oleh al-Baji al-Maliki (403-474 H) :

أَكْثَرُ الذِّكْرِ بَرَكَةً وَأَعْظَمُهُ ثَوَابًا وَأَقْرَبُهُ إِجَابَةً

“Do’a Arafah adalah dzikir yang paling banyak berkahnya, paling besar pahalanya dan paling berpeluang untuk dikabulkan”. [Al-Muntaqa Syarah Muwattha’]

 

Lantas bagaimana jika Hari arafahnya berbeda seperti kasus tahun 2024 ini, dimana hari ini para jemaah haji di Mekkah sudah masuk hari Arafah sementara hari Arafah di Indonesia masih besok. Apakah kita berdoa hari ini bersamaan dengan jemaah haji? Ataukah doa kita lakukan besok bertepatan dengan hari Arafah di Indonesia?

 

Menjawab masalah ini, kita harus mengetahui bahwa penentuan Hari arafah atau tanggal 9 Dzulhijjah itu mengikuti awal bulannya. Dan awal bulan ditentukan dengan rukyat hilal sementara rukyat hilal itu bisa berbeda-beda di setiap negara. Imam Muslim membuat judul satu bab dalam Kitab Shahih Muslim :

بَاب بَيَانِ أَنَّ لِكُلِّ بَلَدٍ رُؤْيَتَهُمْ وَأَنَّهُمْ إِذَا رَأَوْا الْهِلَالَ بِبَلَدٍ لَا يَثْبُتُ حُكْمُهُ لِمَا بَعُدَ عَنْهُمْ

Bab menerangkan bahwasannya setiap negara memiliki rukyah sendiri-sendiri dan jika penduduk di satu negeri telah melihat hilal maka hukum rukyatnya tidak dapat ditetapkan untuk penduduk (negeri lain) yang jauh.

 

Dengan judul ini, Beliau menegaskan bahwa setiap negara itu memiliki rukyat yang bisa jadi berbeda dengan negara lain yang jauh sehingga tidak harus satu tanggal itu bersamaan seluruh dunia sebagaimana terjadi perbedaan dalam penetapan hari arafah dan idul adha tahun ini antara Indonesia dan Mekkah.

 

Selanjutnya, kita pahami bahwa waktu mustajabah itu bisa berbeda dengan berbedanya tempat. Coba perhatikan pada kasus doa mustajabah pada hari jum’at yaitu waktu khutbah jumat. Imam Ramli berkata :

وَاعْلَمْ أَنَّ وَقْتَ الْخُطْبَةِ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ أَوْقَاتِ الْبُلْدَانِ بَلْ فِي الْبَلْدَةِ الْوَاحِدَةِ، فَالظَّاهِرُ أَنَّهَا سَاعَةُ الْإِجَابَةِ فِي حَقِّ كُلِّ أَهْلِ مَحَلٍّ مِنْ جُلُوسِ خَطِيْبِهِ إِلَى آخِرِ الصَّلَاةِ

Ketahuilah bahwa waktu khutbah (jum’at) itu berbeda-beda dengan berbeda-bedanya waktu antar negara bahkan dalam satu negara. Maka yang jelas bahwasannya waktu khutbah adalah mustajabah bagi setiap penduduk setempat, yaitu dimulai dari duduknya khatib hingga akhir shalat. [Nihayatul Muhtaj]

 

Maka jika kita qiyaskan pelaksanan waktu doa Arafah dengan pelaksanaan doa hari jumat tersebut yang berbeda-beda maka doa hari Arafah kita adalah mengikuti hari dimana kita berada. Jika kita sedang berada di Indonesia maka doa Arafahnya dilaksanakan besok namun jika kita saat ini sedang berhaji atau berada di saudi maka kita laksanakan doa Arafahnya pada hari ini.

 

Namun demikian jika doa Arafahnya kita lakukan pada hari ini juga tidaklah mengapa. Karena berdasar kepada “Ikhtiyath” kehati-hatian siapa tahu hakikatnya hari ini adalah hari Arafah. Sikap seperti ini adalah seperti alasan dianjurkannya kita berpuasa Tarwiyah (hari ke 8 Dzulhijjah). Sayyid Bakri berkata :

(وَالْأَحوَطُ صَوْمُ الثَّامِنِ) أَيْ لِأَنَّهُ رُبَّمَا يَكُوْنُ هُوَ التَّاسِعَ فِي الْوَاقِعِ

Yang lebih hati-hati adalah berpuasa juga pada hari ke 8 Dzulhijjah (bersama puasa arafah), karena boleh jadi hari ke 8 itu ternyata hari ke 9 (arafah) pada kenyatannya. [I’anatut Thalibin]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk tidak bingung dalam menjalankan ibadah dengan mengikuti petunjuk para Ulama yang merupakan pewaris para Nabi.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

PERLUKAH BAHASA SURYANI?

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Kharijah, bahwasannya ayahnya yaitu Zaid bin tsabit RA berkata :

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَعَلَّمَ السُّرْيَانِيَّةَ

"Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mempelajari bahasa Suryani." [HR Turmudzi]

 

Catatan Alvers

 

Jagat medsos digegerkan dengan viralnya bahasa yang aneh, yaitu “Maqali Inna kalima kitab fa alayya qum, fa qal alaihi Inna kalimat ummat fi Inna kalima fimallah, la syidi inn kalima Makkah Madinah, la qola Inna rahmatan ya Rasulullah SAW, wa maqoli.... “ Orangnya mengaku bahwa ini adalah bahasa suryani. Ia mengaku telah mengarang kitab sebanyak 500 jilid dalam Bahasa Suryani dan dia menjelaskan bahwasannya bahasa suryani adalah bahasa yang dipakai malaikat di dalam kubur untuk menanyai setiap mayit sehingga penting untuk dipelajari.

 

Berbicara mengenai bahasa Suryani, ternyata Rasul SAW pernah memerintah seorang sahabat untuk belajar bahasa suryani. Sahabat itu adalah Zaid bin Tsabit RA. Ia berkata :

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَعَلَّمَ لَهُ كَلِمَاتٍ مِنْ كِتَابِ يَهُودَ

Rasulullah SAW memerintahkanku agar mempelajari bahasa dari tulisan surat orang-orang Yahudi untuk beliau.

Dan dalam riwayat Al-A'masy, Zaid menjelaskan apa yang dimaksud dengan bahasa tersebut. Ia berkata :

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَعَلَّمَ السُّرْيَانِيَّةَ

"Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mempelajari bahasa Suryani." [HR Turmudzi]

 

Dan ia menjelaskan alasan dibalik perintah tersebut. Rasl SAW bersabda:

إِنِّي وَاللَّهِ مَا آمَنُ يَهُودَ عَلَى كِتَابِي

"Demi Allah, aku tidak percaya Yahudi atas suratku." [HR Turmudzi]

 

Al-Mubarakfuri menjelaskan maksudnya adalah ketika Rasul mendapatkan surat dengan memakai bahasa Suryani dari orang Yahudi maka beliau kesulitan membacanya karena beliau tidak bisa bahasa suryani. Jika beliau meminta bantuan orang Yahudi terdekat untuk menterjemahkan isi surat itu maka beliau khawatir nanti terjemahnya ada yang dikurangi atau ditambahi.  Begitu pula kekhawatiran yang sama ketika beliau ingin membalas surat tersebut dengan meminta orang Yahudi untuk menuliskannya. Supaya aman dari kekhawatiran tersebut maka beliau memerintahkan sahabat kepercayaan beliau untuk belajar bahasa suryani. [Tuhfatul Ahwadzi]

 

Zaid berkata; "Setengah bulan berlalu hingga aku dapat menguasainya untuk beliau." [Sunan At-Tirmidzi] Dalam riwayat lain, Rasul SAW bertanya kepada Zaid : apakah engkau bisa bahasa Suryaniyah, karena aku mendapat beberapa surat berbahasa suryaniyah? Maka ia menjawab saya tidak bisa. Dan saat itu beliau memerintahkan zaid agar belajar bahasa Suryani. Zaid berkata :

 فَتَعَلَّمْتُهَا فِي سَبْعَةَ عَشَرَ يَوْمًا

Maka aku memperlajari Bahasa Suryaniyah selama 17 hari. [HR Ahmad]

 

Setelah itu, Zaid menjalankan perintah Nabi SAW. Zaid berkata :

فَلَمَّا تَعَلَّمْتُهُ كَانَ إِذَا كَتَبَ إِلَى يَهُودَ كَتَبْتُ إِلَيْهِمْ وَإِذَا كَتَبُوا إِلَيْهِ قَرَأْتُ لَهُ كِتَابَهُمْ

Saat aku sudah mengusainya (bahasa Suryani) maka apabila beliau hendak mengirim surat kepada orang-orang Yahudi, aku menulisnya kepada mereka dan apabila mereka mengirim surat kepada beliau, maka aku membacakan surat mereka untuk beliau." [HR Turmudzi]

 

Mulla Ali Al-Qari (Al-Hanafi) berkata :

قِيْلَ فِيْهِ دَلِيْلٌ عَلَى جَوَازِ تَعَلُّمِ مَا هُوَ حَرَامٌ فِي شَرْعِنَا لِلتَّوَقِّي وَالْحَذَرِ عَنِ الْوُقُوعِ فِي الشَّرِّ

Ada yang mengatakan bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya mempelajari sesuatu yang hukumnya haram dalam syariat kita dengan tujuan mengantisipasi dan waspada agar tidak jatuh pada kejelekan (manipulasi dan tipuan orang lain). [Tuhfatul Ahwadzi]

 

Jadi menurut “Qil” (Satu pendapat) yang dinukil oleh Al-Qari tersebut bahwa mempelajari Bahasa Suryaniyah itu hukum asalnya adalah haram namun hukumnya berubah menjadi boleh dikarenakan ada hajat (keperluan) yaitu supaya Nabi terhindar dari kekhawatiran yang mungkin saja terjadi karena adanya manipulasi transliterasi (rekayasa terjemah) dari orang yang Yahudi yang dimintai bantuan untuk menterjemah surat-surat yang sampai kepada beliau.

 

Namun demikian, “Qil” tersebut dinilai “Ghairu Dzahir” (tidak jelas landasan hukumnya) dikarenakan dalam syariat tidak ada pengharaman untuk mempelajari satu bahasa apapun baik itu bahasa Suryani, Ibrani, Hindia, Turki, Persi dlsb. Bukankah Allah SWT berfirman :

وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah penciptaan langit dan bumi dan berbeda-bedanya bahasa kalian...[QS Ar-Rum : 22]

 

Sehingga dengan demikian mempelajari bahasa apapun termasuk bahasa Suryani, hukumnya adalah mubah (boleh). Al-Mubarakfuri berkata :

نَعَمْ يُعَدُّ مِنَ اللَّغْوِ وَممَّا لَا يَعْنِي وَهُوَ مَذْمُوْمٌ عِنْدَ أَرْبَابِ الْكَمَالِ

Ya memang demikian, namun hal itu dinilai sebagai “Lagwun” (main-main) dan termasuk perkara yang tak ada guna manfaatnya sehingga hal itu adalah perbuatan tercela di kalangan orang-orang yang memiliki kesempurnaan. [Tuhfatul Ahwadzi]

 

Mengenai statement bahwa bahasa suryani adalah bahasa yang dipakai malaikat di dalam kubur untuk menanyai setiap mayit. Apakah ini benar? Syeikh Jalaluddin As-Suyuthi pada Faidah ke tiga belas berkata : Ada keterangan dalam kumpulan fatwa guru kami, syaikhul Islam Alamuddin Al-Bulqini yaitu

أَنَّ الْمَيِّتَ يُجِيْبُ السُّؤَالَ فِي الْقَبْرِ بِالسُّرْيَانِيَّةِ

“Bahwasannya mayit akan menjawab pertanyaan dalam kubur dengan bahasa Suryani”.

Namun aku tidak menemukan dasar hukumnya. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata : Yang jelas dari keterangan hadits bahwasannya tanya jawab dalam kubur itu dengan memakai bahasa Arab. Dan boleh jadi dengan memakai bahasa setiap mayit. [Syarhis Shudur Bisyarhil Mawta Wal Qubur]

 

Hadits yang dimaksud oleh Ibnu Hajar adalah hadits shahih Bukhari , sebagaimana disebutkan dalam Al-Imta’ Bil Arbain Al-Mutabayinatis Sama’ yaitu : Nabi SAW bersabda: "Tidak ada sesuatu yang belum diperlihatkan kepadaku, kecuali aku sudah melihatnya dari tempatku ini hingga surga dan neraka, lalu diwahyukan kepadaku: bahwa kalian akan terkena fitnah dalam kubur kalian seperti atau hampir seperti fitnah dajjal. Dan akan ditanyakan kepada seseorang (didalam kuburnya);

مَا عِلْمُكَ بِهَذَا الرَّجُلِ

"Apa yang kamu ketahui tentang laki-laki ini?"

Adapun orang beriman akan menjawab:

هُوَ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ جَاءَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى فَأَجَبْنَا وَاتَّبَعْنَا

“Dia adalah Muhammad Rasulullah telah datang kepada kami membawa penjelasan dan petunjuk. Maka kami sambut dan kami ikuti. diucapkannya tiga kali”.

Maka kepada orang itu dikatakan:

نَمْ صَالِحًا قَدْ عَلِمْنَا إِنْ كُنْتَ لَمُوقِنًا بِهِ

“Tidurlah dengan tenang, sungguh kami telah mengetahui bahwa kamu adalah orang yang yakin”. [Bukhari]

 

Ibnu Hajar berkata :

وَيُلْهِمُ اللهُ جَمِيْعَ مَن يُفْتَنُ فِي قَبْرِهِ فَهْمَ هَذِهِ اللُّغَةِ وَالْجَوَابَ بِهَا

Allah akan mengilhamkan kepada semua mayit di dalam kubur, berupa kemampuan bahasa Arab untuk memahami dan menjawab pertanyaan malaikat. [Al-Imta’ Bil Arbain Al-Mutabayinatis Sama’]

 

Dengan demikian maka kita tidak perlu mempermasalahkan dengan bahasa yang dipakai di dalam kubur karena dengan memakai bahasa apapun, baik bahasa Ibrani, bahasa Arab atau lainnya maka Allah akan menjadikan kita menguasai bahasa yang dipakai.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk senantiasa berpegang teguh kepada para ulama yang mengajarkan ajaran yang benar dari Nabi SAW.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.