إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Friday, September 20, 2024

WAL YATALATTHAF

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasul SAW bersabda :

إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ

“Sesungguhnya pada dirimu (Asajji Abdil Qays) terdapat dua pekerti yang disukai oleh Allah yaitu sabar dan berhati-hati.” [HR Tirmidzi]

 

Catatan Alvers

Ketika membaca Mushaf kita akan menemukan tulisan lafadz “walyatalatthaf” pada surat Al-Kahfi ayat 19 dengan cetak tebal dan terkadang dengan tinta merah. Ada yang berkata bahwa itu merupakan tanda untuk mengenang darah Usman bin Affan yang dibunuh saat memegang mushaf Al-Qur’an. Benarkah demikian?

 

Memang benar bahwa Utsman RA wafat dengan terbunuh. An-Nawawi berkata : Utsman RA dibunuh dengan dianiaya oleh orang-orang fasik. [Syarah Muslim] Dan kejadian tersebut sudah dikabarkan oleh Nabi SAW jauh sebelumnya. Yaitu ketika beliau bersama Abu Musa di suatu kebun di antara kebun-kebun yang ada di Madinah. Kemudian datang lagi seorang laki-laki meminta dibukakan pintu, ketika itu beliau tengah berbaring, kemudian beliau duduk dan bersabda:

افْتَحْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ عَلَى بَلْوَى تُصِيبُهُ 

"Bukakanlah pintu dan sampaikan kabar gembira kepadanya dengan surga atas ujian yang akan menimpanya." [HR Bukhari]

Lalu Abu Musa membukakan pintu dan ternyata laki-laki itu adalah 'Utsman. Abu Musa menyampaikan pesan Nabi tadi lalu 'Utsman berkata; "Allah sajalah dzat yang dimintai pertolongan-Nya." [HR Bukhari]

 

Benarlah apa yang dikabarkan Nabi SAW jauh-jauh hari itu menjadi kenyataan.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa di satu pagi Utsman berkata : “tadi malam Aku bermimpi Rasul SAW dan beliau bersabda :

يَا عُثْمَانُ ، أَفْطِرْ عِنْدَنَا

“Wahai Utsman, berbuka puasalah di sisiku”

Maka pagi itu ia berpuasa lalu ia terbunuh hari itu juga.[HR Al-Hakim]

 

Utsman RA terbunuh ketika membaca Qur’an dan tetesan darahnya mengenai mushafnya. Nafi’ bin Abi Nuaim berkata : Aku pernah menerima mushaf Ustman yang dikirimkan sebagian khalifah kepadaku. Aku berkata : orang-orang berkata bahwa mushaf ini ada dipangkuan utsman ketika ia tewas terbunuh lalu darahnya mengenai ayat “Fasayakfikahumullah...”. Nafi berkata :

بَصرَتْ عَيْنِي بِالدَّمِ عَلَى هَذِهِ الْآيَةِ

“Aku melihat darah tersebut dengan mata kepala sendiri terdapat pada ayat tadi”. [Tafsir Ad-durrul Mantsur]

 

Secara lengkap, Ayat tersebut berbunyi :

فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Maka jika mereka telah beriman sebagaimana yang kamu imani, sungguh, mereka telah mendapat petunjuk. Tetapi jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu), maka Allah mencukupkan engkau terhadap mereka (dengan pertolongan-Nya). Dan Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. [QS Al-Baqarah : 137]

 

 

Hingga kini mushaf sebagai saksi syahidnya Ustman tersebut masih ada. Pada tahun 2015 lalu reportase detikcom mengunjungi sebuah museum di Tashkent, Uzbekistan di mana di sana terdapat Mushaf Alquran tertua yang disimpan dalam sebuah lemari kaca yang menempel ke dinding. Menurut sang pemandu, mushaf tersebut adalah mushaf yang disusun oleh Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 651 masehi. Pada mushaf tersebut tepatnya pada surat Al-Baqarah masih ada bekas darah sang Khalifah saat ditusuk oleh pembunuhnya ketika tengah membaca Quran. tes DNA (deoxyribonucleic acid ) menunjukkan bahwa tetesan darah tersebut adalah darah manusia abad ketujuh. UNESCO (United Nation Education Scientific and Cultural Organization) juga sudah mengakui bahwa mushaf tersebut adalah peninggalan bersejarah umat Islam. [detik com]

 

Dengan demikian tidak benar bahwa warna merah pada ayat “walyatalatthaf” pada surat kahfi sebagai tanda darahnya utsman, karena darahnya ustman terdapat pada surat Al-Baqarah. Lantas apakah arti cetak tebal atau warna merah pada ayat “walyatalatthaf”?

 

Ternyata cetak tebal atau warna merah tersebut tidak berkaitan dengan satu peristiwa, baik tewasnya Utsman RA atau peristiwa lainnya. Cetak tebal atau warna merah tersebut hanya merupakan pertanda bahwa ayat tersebut merupakan posisi tengah dari mushaf Al-Qur’an dan hal ini dikuatkan dengan keterangan pada bagian pinggir mushaf pada halaman tersebut biasanya terdapat tulisan ”Nishful Qur’an” (Separuh Qur’an).

 

Mushaf Qur’an sangat terjaga keotentikannya, hal ini terbukti dengan perhatian para ulama terdahulu terhadap bagian demi bagian qur’an. Tidak hanya separo quran, sepertiga atau seperempatnya bahkan berapa jumlah kalimatnya, berapa hurufnya bahkan berapa titik dalam seluruh quran telah dihitung guna upaya menjaga keotentikan Qur’an.

 

Salam Abu Muhammad Al-Hammany berkata : Al-Hajjaj pernah mengumpulkan Ahli Qiraat, Para penghafal dan ahli menulis untuk diperintahkan menghitung jumlah huruf dalam keseluruhan Al-Qur’an. Setelah mereka mengadakan penelitian sekitar empat bulan maka mereka menemukan bahwa jumlah huruf dalam keseluruhan Al-Qur’an adalah :

ثلاثُمائة ألفِ حَرْف وأربعون ألفًا وسبعمائة وأربعون حرفًا

“340.740 huruf”

dan huruf yang ada di pertengahan Al-Qur’an adalah huruf fa’ yang ada pada lafadz “Walyatalatthaf” yang ada pada Surat Al-Kahfi : 19 [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Ulama sepakat bahwa jumlah ayat al-Qur’an adalah 6.000 ayat dan mereka berselisih pendapat mengenai selebihnya. Ada yang mengatakan tidak lebih, ada yang mengatakan 6.204 ayat, 6.014 ayat, 6.019 ayat, 6.025 ayat dan 6.036 ayat. [Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an]

 

Al-Fairuzabadi dalam kitabnya “Bashair Dzawit Tamyiz Fi Lathaifil Kitab Al-Aziz” menyebutkan bahwa Abdul wahid Ad-dlarir berkata : Jumlah titik dalam Al-Qur’an sebanyak 156.081 Titik. Bahkan disebutkan juga mengenai jumlah masing-masing huruf mulai dari alif, ba’, ta’ dst di dalam keseluruhan Al-Qur’an. Subhanallah, Ini menunjukkan betapa tingginya perhatian para ulama kepada Al-Qur’an.

 

Kata “walyatalatthaf” yang terdapat pada tengah-tengah Qur’an, yang artinya dan berhati-hatilah mengingatkan kepada kita agar senantiasa berhati-hati dalam setiap urusan. Ayat tersebut berkenaan dengan para pemuda Ashabul Kahfi yang bersembunyi di dalam gua untuk menghindari kedzaliman raja Romawi penyembah berhala saat itu yang bernama dikyanus. Seorang pemuda diantara mereka bernama Tamlikha ditugaskan untuk pergi ke kota untuk membeli makanan dan untuk mengintai keadaan sekitarnya. Dan dialah yang dipesani dengan perintah “walyatalatthaf” (hendaklah berhati-hati). [Tafsir As-Shawy]

 

Sikap berhati-hati merupakan pengejawantahan dari takwa. Suatu ketika Umar bin Khattab RA bertanya kepada Ubay bin Ka’ab mengenai takwa. Ubay bertanya “Pernahkah kamu berjalan di jalan yang penuh dengan duri?” Umar menjawab, “Ya.” Ubay bertanya lagi, “Apa yang engkau lakukan?” Umar menjawab,

شَمَّرْتُ وَاجْتَهَدْتُ

“Aku bersiap-siap (melangkahkan kaki) dan aku bersungguh-sungguh (berhati-hati ketika melintasi jalan tersebut).”

Ubay berkata, “Itulah (makna) takwa. [Tafsir Ibni Katsir]

 

Dengan pertanyaan yang sama, seseorang menjawab kepada Abu Hurairah RA :

إِذَا رَأَيْتُ الشَّوْكَ عَدَلْتُ عَنْهُ أَوْ جَاوَزْتُهُ أَوْ قَصُرْتُ عَنْهُ

“Jika aku melihat duri maka aku akan menyimpang darinya atau aku melewatinya atau aku berhenti”.

Abu Hurairah RA berkata, “Itulah (makna) takwa. [Tafsir Addurul Mantsur]

 

Dan kehati-hatian inilah yang disebut didalam hadits utama sebagai “Al-Anaat” yang merupakan pekerti yang disukai oleh Allah. “Al-Anaat” didefinisikan sebagai :

اَلتَّثْبِيْتُ وَتَرْكُ الْعَجَلَةِ

“Menetapkan dan tidak tergesa-gesa”. [Fathul Bari]

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk melakukan segala sesuatu dengan penuh kehati-hatian dan pertimbangan serta tidak sembrono dengan harapan kita nantinya dicintai oleh Allah SWT

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

 

 

 

Friday, September 13, 2024

SAHABAT NABIPUN GUYON

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

إِنِّي لَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا

“Sesungguhnya aku tidak bicara kecuali dengan perkataan yang benar.” [HR Tirmidzi]

 

Catatan Alvers

 

Satu ketika para sahabat bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا

“Wahai Rasulullah, apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?”

Maka Rasulullah SAW menjawab dengan redaksi hadits di atas yaitu “Sesungguhnya aku tidak bicara kecuali dengan perkataan yang benar (meskipun ketika bergurau).” [HR Tirmidzi]

 

Bergurau yang dalam istilah hadits tadi disebut dengan kata “Du’abah” yang didefinisikan oleh Ibnu Hajar sebagai :

اَلْمُلَاطَفَةُ فِي الْقَوْلِ بِالْمِزَاحِ وَغَيْرِهِ

“Perilaku berlemah lembut dalam ucapan dengan bersenda gurau dan lainnya.”

Selanjutnya beliau berkata : “Jika dapat mendatangkan kebaikan seperti menghibur hati orang lain maka bergurau itu dianjurkan”. [Fathul Bari]

 

Al-Munawi berkata : “Bergurau itu dibutuhkan dan dianjurkan, akan tetapi pada tempat-tempat tertentu saja. Maka tidak semua waktu itu baik untuk bergurau dan tidak semua waktu itu dinilai baik untuk serius”. Penyair (Dalam Bahar Thawil) berkata :

أُهَازِلُ حَيْثُ الْهَزْلُ يَحْسُنُ بِالْفَتَى * وَإِنِّي إِذَا جَدَّ الرِّجَالُ لَذُو جِدٍّ

Aku bergurau diwaktu yang mana bergurau dengan pemuda dinilai baik dan jika orang-orang sedang serius maka akupun juga serius. [Faidlul Qadir]

Hadits utama di atas menegaskan bahwa bergurau itu boleh saja namun sekiranya tidak melanggar syariat agama. Inilah yang dimaksud dengan perkataan Ibnu Mas’ud RA :

خَالِطِ النَّاسَ وَدِينَكَ لَا تَكْلِمَنَّهُ

Bergaullah kalian dengan manusia namun jangan buat agama kalian rusak. [Shahih Bukhari]

 

Demikian pula para sahabat. Qurrah bertanya “Apakah para sahabat Nabi juga bercanda?” Maka Ibnu Sirin berkata :

مَا كَانُوا إِلا كَالنَّاسِ , كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَمْزَحُ

Mereka tak ubahnya seperti orang-orang lainnya (dalam bercanda) dan Ibnu Umar juga bercanda. [HR Thabrani]

 

Ibnu Umar ditanya : Apakah Para sahabat Nabi tertawa?. Ia menjawab:

نَعَمْ ، وَالْاِيْمَانُ فِي قُلُوْبِهِمْ أَعْظَمُ مِنَ الْجِبَالِ

Ya, padahal Iman yang ada dalam hati mereka lebih besar dari gunung. [Mushannaf Abdur Razzaq]

 

Nabi SAW bukanlah orang yang selalu serius dan tegang, akan tetapi beliau juga berlemah lembut dengan para sahabat dengan mengajak mereka bersenda gurau. Dikisahkan dari Anas bin Malik RA bahwasannya satu ketika Rasul SAW pergi ke pedalaman untuk menemui seseorang di sana yang bernama Zahir bin Haram. Ketika itu Zahir sedang sibuk menjual dagangannya. Tiba-tiba Rasul merangkul dari arah belakang tanpa diketahui oleh Zahir. Ia berkata : “Lepaskan aku, siapa ini?”. Zahir segera menoleh ke arah belakang dan ketika zahir mengetahui bahwa orang yang memeluknya adalah Rasul SAW maka ia menempelkan punggungnya ke dada beliau. Rasul berteriak :”Ayo, silakan siapa yang mau membeli budak ini?” Zahir berkata : “Wahai Rasul, Aku ini tidak akan laku kalo dijual”. Rasul menjawab : “Tapi engkau ini disisi Allah tidaklah demikian” dalam riwayat lain Rasul SAW bersabda :

بَلْ أَنْتَ عِنْدَ اللهِ غَالٍ

“Bahkan engkau di sisi Allah harganya mahal” [HR Ibnu Hibban]

 

Di antara banyak teman, tentunya ada teman yang suka bersenda gurau, bahkan terkadang sampai berbuat usil. Tak terkecuali di kalangan sahabat nabi dan Nabipun pernah menjadi korban keusilannya. Siapakah yang berani usil kepada Nabi? Dialah yang bernama Nu’aiman Al-Anshari, sahabat yang suka bercanda. Ia senang untuk memberi hadiah kepada Nabi. Satu ketika Ia menghadap nabi membawa hadiah (sebotol madu) dan ia berkata  : “Wahai Rasul, aku membeli ini untukmu sebagai hadiah”. Tidak berselang lama, penjual madu datang dan Nu’aiman mengarahkan kepada Nabi dan memintanya untuk membayarnya. Rasulpun memprotes Nu’aiman : “Bukankah ini hadiah darimu?”. Nua’iman berkata :

يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ عِنْدِي ثَمَنُهُ وَأَحْبَبْتُ أَنْ تَأْكُلَ مِنْهُ

“Wahai Rasulullah, Aku sedang tidak punya uang untuk membayarnya namun aku ingin engkau memakan madu tersebut”.

Mendengar jawaban ini maka Rasul tertawa lalu membayar uang madu tersebut. [Ihya Ulumiddin]

 

Di lain waktu, Abu bakar bepergian ke Bushra bersama dengan Nua’iman dan suwaybith bin Harmalah. Di perjalanan itu Nua’iman meminta bekal makanan ding dibawa oleh suwaybith namun suwaybith menyuruhnya untuk menunggu Abu bakar datang. Nua’imanpun ingin memberi pelajaran kepada suwaybith. Ia pergi  ke tempat kumpulnya pedagang unta dan berkata “ Silahkan siapa yang mau membeli budak Arab yang cekatan namun ia banyak bicara, jika dia berkata aku orang merdeka maka jangan pedulikan ucapannya”.  Ada seseorang yang membeli dengan harga sepuluh ekor unta muda. Maka Nua’iman menunjuk sambil berkata “Itu dia budak yang aku jual”. Maka sang pembeli menangkapnya. Suwaybith berkata : “Aku ini orang merdeka, dia bohong”. Pembeli menjawab : “Penjual tadi telah mengatakan bahwa kamu akan ngomong demikian padahal kau adalah budaknya”. Maka pembeli membawa suwaibith pergi. Ketika Abu bakar datang dan mencari suwaibith maka Nua’iman menceritakan apa yang terjadi. Abu bakar membawa unta-unta muda tadi untuk membawa pulang suwaibith. Cerita ini akhirnya sampai kepada Nabi SAW. Ummu salamah yang meriwayatkan hadits ini lalu berkata :

فَضَحِكَ مِنْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ حَوْلًا

Nabi dan para sahabat tertawa dengan kejadian tersebut selama satu tahun. [HR Ahmad]

 

Demikianlah kehidupan Nabi dan para sahabatnya yang dihiasi sesekali dengan senda gurau. Namun demikian Imam Ghazali memberi catatan akan hal ini. Ia berkata :

مِنَ الْغَلَطِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَتَّخِذَ الْإِنْسَانُ الْمِزَاحَ حِرْفَةً يُوَاظِبُ عَلَيْهِ وَيُفْرِطُ فِيْهِ ثُمَّ يَتَمَسَّكُ بِفِعْلِ الرَّسُوْلِ صلى الله عليه وسلم

Merupakan kesalahan besar jika seseorang menjadikan guyonan sebagai pekerjaan sehari-hari dan ia bergurau melampaui batas kemudian ia berhujjah dengan apa yang dilakukan oleh Rasul SAW. [Ihya Ulumiddin]

Sebagai tambahan, saya menggaris bawahi bahwa yang dilakukan Nu’ayman di atas tidak boleh dilakukan karena sudah terdapat larangan menjual orang merdeka. Allah SWT telah berfirman dalam hadits qudsy: Tiga orang yang mana Aku memusuhi mereka pada hari kiamat, yaitu (1) orang yang bersumpah atas namaku lalu ia mengingkarinya,

وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ

“(2) orang yang menjual orang merdeka lalu memakan (uang dari) harga jualnya”,

dan (3) seseorang yang memperkerjakan pekerja namun selesai pekerjaannya, ia tidak juga membayarkan upahnya ". [HR Bukhari]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk serius di waktu serius dan sesekali bercanda di waktu yang sesuai sehingga kehidupan menjadi lebih berwarna bersama-sama orang-orang di sekeliling kita.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.