ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Umar
bin Khattab RA, Rasul SAW bersabda :
إِنَّ هَذَا
الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ
"Sesungguhnya
Al-Qur`an diturunkan dengan tujuh huruf maka bacalah apa yang mudah bagi kalian."
[HR Bukhari]
Catatan Alvers
Ada seorang ulama yang menjadi Imam
shalat di masjid Istiqlal. Lalu ketika membaca Al-Qur’an, ia membaca dengan
bacaan yang berbeda dengan cara baca yang lazim di dengar oleh kebanyakan
orang. Ditambah lagi dengan suara beliau yang terkesan seadanya dan jauh dari
kata merdu. Tidak pula ia membacanya dengan lagu yang enak di telinga layaknya lagu
bacaan imam masjidil haram yang terkenal.
Hal ini membuat netizen gaduh. Komentar-komentar
liarpun bermunculan sehingga banyak di antara mereka menghujat sang ulama yang
memiliki banyak pengikut itu. Mulai mengkritik suara dan lagu bacaan hingga
menyalahkan cara baca yang tidak sesuai dengan tulisan dalam mushaf Al-Qur’an.
Mengingkari satu bacaan Qur’an pernah
terjadi di masa kenabian. Diriwayatkan bahwa pada satu ketika Umar bin Al Khaththab mendengar Hisyam bin
Hakim bin Hizam membaca surat Al-Furqan dengan seksama. Dan ternyata ia
membacanya dengan Huruf (cara bacaan) yang begitu banyak, yang tidak diajarkan Rasul
kepada Umar. Maka Umar tidak sabar ingin segera menyergapnya ketika shalat,
namun ia menunggunya hingga selesai salam. Setelah selesai shalat, Umar
langsung mengikatnya dengan selendangnya. Umar bertanya, "Siapa yang
membacakan surat tadi padamu?" Ia menjawab, "Rasul yang membacakannya
padaku." Maka Umar berkata,
كَذَبْتَ فَإِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَقْرَأَنِيهَا عَلَى غَيْرِ
مَا قَرَأْتَ
"Kamu
telah berdusta. Rasul SAW telah membacakan surat tersebut kepadaku tidaklah
demikian."
Maka Umar segera membawanya menghadap Rasul SAW. Umar berkata,
"Wahai Rasul SAW, aku mendengar orang ini membaca surat Al Furqan dengan
cara baca yang tidak Anda ajarkan padakku." Rasul SAW bersabda: Lepaskan dia!.
"Wahai Hisyam, bacalah surat itu." Maka Hisyam pun membaca bacaan
yang telah dibaca sebelumnya. Lalu Rasul SAW bersabda:
كَذَلِكَ أُنْزِلَتْ
"Seperti inilah surat itu diturunkan."
Kemudian beliau menyuruh Umar membaca. Lalu iapun
membacanya sebagaimana yang telah diajarkan beliau. Kemudian Rasul SAW bersabda:
كَذَلِكَ أُنْزِلَتْ
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ
مِنْهُ
"Seperti
ini pulalah ia diturunkan." Sesungguhnya Al-Qur`an diturunkan dengan tujuh
huruf. Oleh karena itu bacalah yang mudah bagi kalian." [HR Bukhari]
Kejadian serupa juga menimpa Ubay bin Ka'ab dimana ia
menemukan dua orang laki-laki yang membaca Qur`an dengan bacaan yang ia ingkari.
Keduanya dibawa ke hadapan Rasul dan disuruh mengulangi bacaan mereka. Anehnya
semuanya dibenarkan oleh beliau. Ubay bin Ka'ab merasakan keganjilan yang sangat mengganggu dalam hatinya
mengenai hal tersebut. Melihat hal ini lalu Nabi SAW menepuk-nepuk dadanya sambil
bersabda:
اللهم أَذْهِبْ
عَنْهُ الشَّيْطَانَ
“Ya
Allah, hilangkanlah setan darinya” [HR Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah]
Dan dalam riwayat Muslim, selanjutnya Rasul menjelaskan
latar belakang perbedaan cara baca Qur’an. Beliau bersabda : "Wahai Ubay, Allah
mengutus jibril kepadaku agar aku membaca Al Qur`an dengan satu huruf (cara bacaan)
saja, maka aku pun terus mendesaknya agar memberikan keringanan atas umatku.
Maka ia pun kembali kepadaku agar aku membacanya dengan dua huruf”.
فَرَدَدْتُ
إِلَيْهِ أَنْ هَوِّنْ عَلَى أُمَّتِي فَأَرْسَلَ إِلَيَّ أَنْ اقْرَأْهُ عَلَى سَبْعَةِ
أَحْرُفٍ
“Aku masih terus mendesaknya lagi agar memberikan
keringanan atas umatku. Maka ia pun kembali lagi (dan memberikan keringanan)
agar aku membacanya dengan tujuh huruf”. [HR Muslim]
Dengan demikian menjadi jelas bahwa cara
membaca al-Qur’an itu tidaklah satu macam. Ada cara baca yang dikenal dengan
tujuh huruf sebagaimana redaksi hadits utama di atas. Ada banyak pengertian
dari tujuh hruf sehingga Jalaluddin
As-Suyuthi berkata :
اُخْتُلِفَ
فِي مَعْنَى هَذَا الْحَدِيْثِ عَلَى نَحْوِ أَرْبَعِيْنَ قَوْلاً.
Hadits mengenai (Tujuh huruf) ini diperselisihkan maknanya
hingga terdapat sekitar 40 pendapat. [Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an]
Mengenai maksud dari Bilangan “tujuh”, ada yang mengartikan
sebagai hitungan sebenarnya dan ada yang mengartikan bahwa tujuh itu artinya
banyak sehingga tujuh diartikan sebagai bentuk kemudahan dan keluasan. Begitu pula
mengenai maksud dari “huruf”, ada yang mengartikan sebagai logat atau dialek
sehingga tujuh huruf diartikan sebagai tujuh dialek arah yang fasih yang berjumlah
ada tujuh. Dan yang jelas bahwa Tujuh
huruf itu bukanlah Qiraat tujuh. As-Suyuthi berkata :
وَقَدْ ظَنَّ
كَثِيْرٌ مِنَ الْعَوَامِ أَنَّ الْمُرَادَ بِهَا الْقِرَاءَاتُ السَّبْعَةُ وَهُوَ
جَهْلٌ قَبِيْحٌ
“Banyak
orang awam yang menyangka bahwa maksud tujuh huruf itu adalah qiraat sab’ah dan
ini adalah kebodohan yang jelek” [Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an]
Muhammad Thahir Al-Kurdi berkata : Di antara 40 Pendapat mengenai
tujuh huruf tersebut, pendapat yang al-Mukhtar (terpilih) adalah tujuh logat. Menurut
Abu Ubaidah, Logat yang dimaksud adalah Quraisy, Hudzail, Tsaqif, Hawazin,
Kinanah, Tamin dan Yaman. [Tarikh al-Qur’an Al-Karim] Hal ini sebagaimana dikatakan
oleh Ibnu Abbas RA :
نَزَلَ الْقُرْآنُ عَلَى سَبْعِ لُغَاتٍ
Al-Qur’an itu turun dengan tujuh logat. [Tafsir Ibnu
Katsir]
Contoh perbedaan cara baca Qur’an itu seperti yang
terdapat dalam surat Al-Fatihah. As-Sakhawi menceritakan bahwa Surat Al-Fatihah itu diturunkan sebanyak dua
kali. Hal ini dikarenakan pada kali pertama turun, Surat Al-Fatihah diturunkan
dengan satu huruf (cara baca) dan ketika turun kedua kalinya ia diturunkan
dengan huruf-huruf (cara Baca) lainnya seperti lafadz :
مَلِكِ و مَالِكِ و السِّرَاط و
الصِّرَاط
Maliki (dengan dibaca pendek mimnya) da n Maaliki (dengan dibaca panjang mimnya) dan Shirathal (dengan memakai
huruf shad) dan lafadz Sirathal (dengan memakai huruf sin) dll. [Al-Itqan Fi Ulumil
Qur’an]
Contoh lain adalah lafadz “La Tasma’u
Fiha Laghiyatan” [QS Al-Ghasyiyah : 11] Ada yang membaca “La Yusma’u Fiha
Laghiyatun” dan “La Tusma’u”. Dan lafadz
“Walladzi Qaddara Fahada” [QS Al=A’la : 3] ada yang membaca “Walladzi Qadara”
dengan tanpa tasydid. Dan lafadz “Kufuwan Ahad” [QS Al-Ikhlas : 4]
Ada yang membaca “Kuf’an Ahad”. [Al-Unwan Fil Qira’at As-Sab’i]
Ini semua bukanlah penyelewengan lafadz
Qur’an, bukan pula pemalsuan. Ini dikarenakan semua cara baca tersebut
diajarkan oleh Rasul SAW kepada sahabat sebagaimana hadits di atas lalu turun
temurun diajarkan sehingga sampailah cara baca tersebut kepada kita. Perbedaan
cara baca tersebut menunjukkan betapa tingginya perhatian kaum muslimin kepada
kitab suci Al-Qur’an sehingga mereka tidak menjaga tulisannya saja namun juga
cara bacanya yang berbeda-beda. Hal yang seperti ini tidak ditemukan dalam
kitab-kitab suci selain Qur’an.
Keberadaan “Tujuh Huruf” atau tujuh
logat juga mengandung hikmat akan luasnya tantangan membuat tandingan Al-Qur’an.
karena dengan demikian tantangan itu tidak hanya tertuju kepada bangsa Arab khususnya
suku quraisy melainkan berlaku kepada semua suku Arab dengan berbagai logatnya.
Namun demikian, hingga kini tidak ada yang mampu membuat semisal Qur’an
walaupun hanya satu surat saja. Maka nyatalah Qur’an itu adalah Kalam Allah. Dan
nyatalah orang yang minim pengetahuan lebih mudah mengingkari seperti perilaku
netizen kepada ulama diatas.
Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari
membuka hati dan fikiran kita untuk semakin meyakini bahwa al-Qur’an adalah
kalam Allah dan semakin gemar memperdalam ilmu pengetahuan yang terkait
dengannya.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat
Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan
Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah
kita semua.