إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Monday, March 3, 2025

JEDDAH, MIQAT BARU?

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, ia berkata :

إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَّتَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ وَلِأَهْلِ الشَّأْمِ الْجُحْفَةَ وَلِأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنَ الْمَنَازِلِ وَلِأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ

“Sesungguhnya Nabi SAW telah menetapkan miqat bagi penduduk Madinah yaitu Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam yaitu Juhfah, bagi penduduk Najed yaitu Qarnul Manazil dan bagi penduduk Yaman yaitu Yalamlam. [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

Ibnu Abbas RA berkata : Ketika Nabi Ibrahim AS selesai membangun baitullah (Ka’bah) maka diperintahkanlah kepadanya agar menyerukan manusia untuk berhaji ke baitullah. Nabi Ibrahim AS berkata : wahai tuhanku, suaraku tidak sampai kepada semua manusia. Allah SWT menjawab : Panggillah dan aku yang akan menyampaikan (seruanmu kepada mereka). Maka Nabi Ibrahim AS berseru : “Wahai sekalian manusia, telah diwajibkan haji ke baitullah atas kalian semua.” Lalu seruan itu didengar oleh semua makhluk yang ada di antara langit dan bumi. Maka kalian tidak melihat bahwasannya manusia berdatangan dari belahan bumi yang sangat jauh untuk memenuhi panggilannya. [Fathul Bari] Hal ini sebagaimana firman Allah SWT :

يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Mereka datang dari segenap penjuru yang jauh. [QS Al-Hajj : 27]

Setiap orang yang datang dari berbagai penjuru dunia yang hendak berhaji atau berumroh, maka mereka wajib berihram sebelum mereka sampai di tanah suci. Mengenai tempat-tempat tersebut, ‘Abdullah bin ‘Abbas RA berkata : “Nabi SAW menetapkan miqat untuk penduduk Madinah yaitu Dzul Hulaifah (Bir Aly, 450 KM), penduduk Syam yaitu Juhfah (190 KM), penduduk Nejd yaitu Qarnul Manazil (80 KM) dan penduduk Yaman yaitu Yalamlam (92 KM).” [HR Bukhari]

Lalu ‘Abdullah bin ‘Abbas RA berkata :

هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ ، مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ، وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ

“Miqat-miqat tersebut sudah ditentukan bagi penduduk masing-masing kota tersebut dan juga bagi orang lain yang hendak melewati kota-kota tadi padahal dia bukan penduduknya namun ia ingin menunaikan ibadah haji atau umrah. Barangsiapa yang berada dalam kawasan miqat tersebut, maka miqatnya dari mana pun dia memulainya. Sehingga penduduk Makkah, miqatnya juga dari Makkah.” [HR Bukhari]

 

Penduduk Mekkah yang hendak berhaji maka miqatnya adalah tempat tinggal mereka masing-masing. Adapun khusus miqat umroh, Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata :

وَأَمَّا الْمُعْتَمِرُ فَيَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى أَدْنَى الْحِلِّ

Adapun orang yang berumrah maka ia wajib keluar menuju tanah halal terdekat. [Fathul Bari] Seperti Tan'im (8 KM), hudaibiyah (25 KM) dan Ji'ranah (29 KM).

 

Hikmah dibedakannya miqat haji dan umrah, adalah keberadaan seluruh akitivitas umrah yang dilaksanakan di tanah haram bahkan terbatas di area Masjidil Haram saja dan sama sekali tidak sampai keluar ke tanah halal, sehingga ia diperintahkan keluar untuk berihram dari tanah halal. Adapun haji, maka aktivitasnya tidak semuanya di tanah haram, namun meluas sampai ke tanah halal yaitu Arafah sehingga ia tidak diharuskan ketika berihram untuk pergi keluar tanah haram.

 

Dan Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata :

اَلْأَفْضَلُ فِي كُلِّ مِيْقَاتٍ أَنْ يُحْرِمَ مِنْ طَرَفِهِ الْأَبْعَدِ مِنْ مَكَّةَ ، فَلَوْ أَحْرَمَ مِنْ طَرَفِهِ الْأَقْرَبِ جَازَ .

Yang paling Afdhal dalam setiap miqat adalah berihram dari tempat yang terjauh dari Mekkah. Jika seseorang berihram dari arah yang dekat maka boleh saja. [Fathul Bari]

 

Di antara miqat-miqat di atas, miqat yang paling jauh jaraknya dari Mekkah adalah Dzul Hulaifah yaitu 450 KM, yaitu miqatnya penduduk madinah. Mengapa demikian? Ibnu Hajar berkata : Ada pendapat mengatakan bahwa hikmahnya adalah memperbesar pahala penduduk Madinah dan ada pula yang berpendapat bahwa hal itu untuk meringankan beban ihram bagi penduduk selain penduduk Madinah karena madinah adalah tempat terdekat ke Mekkah. [Fathul Bari]

 

Setelah kawasan Islam bertambah luas maka diperlukan adanya miqat “baru” sebagaimana Miqat Dzatu Irqi bagi penduduk Iraq yang baru ditetapkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA dengan mengambil garis sejajar dengan Miqat yang ada yaitu Qarnul Manazil. Ibnu Umar juga meriwayatkan miqat-miqat sebagaimana riwayat ‘Abdullah bin ‘Abbas RA di atas lalu Ibnu Umar berkata : “Telah sampai kepadaku bahwasannya Nabi SAW bersabda : Miqat penduduk Yaman adalah Yalamlam, dan disebutkan pula miqat penduduk Iraq”. Dan Ibnu Umar berkata :

لَمْ يَكُنْ عِرَاقٌ يَوْمَئِذٍ

Saat itu belum ada Iraq. [HR Bukhari]

 

Ibnu Hajar berkata : Maksudnya saat masa Nabi SAW, Negara iraq belum masuk dalam kawasan Islam. Iraq masih dikuasai oleh Raja Kisra Persia. Jadi Penduduk Iraq belum ada yang masuk Islam sehingga Nabi saat itu belum menetapkan miqat bagi penduduk Iraq. [Fathul Bari]

 

Ibnu 'Umar RA berkata: Ketika kedua negeri ini (Bashrah dan Kufah ; Iraq) telah ditaklukan, penduduknya datang menghadap 'Umar lalu mereka berkata: "Wahai Amirul Mukminin, Rasul SAW telah menetapkan batas miqat bagi penduduk Nejd di Qarnul Manazil, dan itu sangat jauh bila dilihat dari jalan kami, dan bila kami ingin menempuh ke sana sangat memberatkan kami". Maka dia ('Umar) berkata:

فَانْظُرُوا حَذْوَهَا مِنْ طَرِيقِكُمْ

"Perhatikanlah batas sejajarnya dari jalan kalian".

Lalu Umar menetapkan miqat mereka (penduduk Iraq) yaitu Dzatu 'Irq (94 KM). [HR Bukhari]

 

Apalagi di zaman sekarang di mana jamaah haji juga tidak hanya berasal dari miqat-miqat di zaman Nabi, melainkan berasal hampir dari seluruh penjuru dunia. Di antaranya dari dataran Asia, Afrika, Amerika, Eropa, dan sudut dunia lainnya.  Di sisi lain, jamaah haji yang datang dari berbagai daerah di seluruh dunia tidak lagi menggunakan jalur darat dan laut tetapi mayoritas menggunakan tranportasi udara. Maka dari itu diperlukan adanya miqat “baru” seperti Jeddah. Namun karena keberadaan Jeddah sebagai miqat “baru” maka jeddah menjadi pro kontra bagi jamaah haji dan umroh asal Indonesia.

 

Pesawat yang digunakan oleh Jamaah haji dan umrah asal Indonesia akan melintasi miqat Yalamlam sebelum mendarat di jeddah sehingga sebagian dari mereka mengambil miqat dari atas udara saat melintasi Yalamlam. Miqat dari atas pesawat akan menimbukan permasalahan keamanan pada pesawat jika para jamaah mengganti kain ihram secara bersamaan dan jika mengenakan pakaian Ihram dari bandara Indonesia maka hal itu tentunya akan mendatangkan masaqqat (kesulitan).

 

Mengamati perkembangan tersebut, Komisi Fatwa MUI pada tahun 1980, 1981 dan 2006 memutuskan bahwa Miqat Makani bagi Jama’ah Haji Indonesia, adalah Bandara Jeddah (King Abdul Aziz) bagi yang langsung ke Makkah dan Bir Ali bagi yang lebih dahulu ke Madinah. Fatwa tersebut tidak berarti menambah miqat baru karena Jarak antara Bandara King Abdul Aziz Jeddah dengan Makkah telah melampaui dua marhalah (80+ Km). Kebolehan berihram dari jarak seperti itu termasuk hal yang telah disepakati oleh para ulama. [mui or id ] Keputusan yang sama juga ditetapkan pada Munas Alim Ulama NU yang sebelumnya dibahas di Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah, di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta pada tahun 2023. [jabar nu or id]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita agar memahami ajaran Islam sesuai situasi kondisi terkini dan tentunya tanpa meninggalkan prinsip-prinsip yang telah digariskan oleh Nabi SAW.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WhatsApp Center :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

 

Sunday, March 2, 2025

WUDLU MINIMALIS

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Aqil bin Abi Thalib RA, Rasul SAW bersabda :

يُجْزِئُ مِنْ الْوُضُوءِ مُدٌّ وَمِنْ الْغُسْلِ صَاعٌ

Cukuplah air sebanyak satu mud untuk berwudlu dan untuk mandi satu sha’ air. [HR Ibnu Majah]

 

Catatan Alvers

 

Islam sangat memperhatikan kesucian. Untuk melaksanakan shalat, seseorang haruslah berada pada tempat yang suci, baju yang suci serta badan yang suci karena ia akan mengahdapt dzat yang maha suci. Allah SWT mengajarkan tatacara berwudlu dalam firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuhlah) kedua kakimu sampai kedua mata kaki.” [QS  Al-Maidah : 6]

 

Wudlu menjadi syarat shalat. Nabi SAW bersabda :

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طَهُورٍ

“Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci” [HR Muslim]

Dan wudlu itu dianjurkan agar dilakukan dengan sempurna. Rasul SAW bersabda :

إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ شَطْرُ الْإِيمَانِ

Menyempurnakan wudlu adalah separoh dari iman. [HR Nasa’i]

 

Bahkan dalam hadits lain disebutkan, bahwa suatu ketika Rasul SAW bersabda : “Apakah kalian mau aku tunjukkan amalan yang dapat menghapus dosa dan mengangkat derajat? Mereka menjawab, “Mau , wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda,

إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ

“Menyempurnakan wudlu’ pada saat-saat yang tidak disukai”,

memperbanyak langkah kaki menuju ke masjid, dan menunggu shalat setelah shalat. Yang demikian itulah Ribath (berpahala seperti menjaga perbatasan Kaum muslimin dan Kuffar)” [HR Muslim]

 

Imam Nawawi berkata : Isbaghul Wudlu itu artinya “tamamul wudlu” (sempurnanya wudlu) sedangkan maksud dari kata “saat-saat yang tidak disukai” itu adakalanya dengan cuaca yang sangat dingin, sakit di tubuh dan lain sebagainya. [Al-Minhaj]

 

Namun Syaikh Badruddin Al-Ayni berkata :

وَأَمَّا إِسْبَاغُ الْوَضُوءِ فَبِفَتْحِ الْوَاوِ لَا غَيْرُ لِأَنَّهُ فِي مَعْنَى إِبْلاَغِ الْوَضُوءِ مَوَاضِعَهُ

Adapun kata isbaghul Wadlu’ itu dibaca dengan fathah pada wawu-nya dan tidak selainnya karena bermakna menyampaikan “wadlu” (air wudlu) kepada tempatnya. [Umdatul Qari]

 

Tidak ada teladan selain dari apa yang diteladankan oleh Nabi SAW termasuk dalam urusan wudlu. Dari Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir ia berkata, “Aku melihat Abu Hurairah berwudlu, ia membasuh muka dan membaguskannya, membasuh tangan kanannya hingga lengan atas serta membasuh tangan kirinya hingga lengan atas. Setelah itu mengusap kepala, membasuh kaki kanannya hingga betis dan membasuh kaki kirinya hingga betis. Kemudian berkata :  

هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَتَوَضَّأُ

“Seperti inilah aku melihat Rasulullah SAW berwudlu.”

Abu Hurairah berkata : ‘Rasulullah SAW kemudian bersabda : “Kalian akan bersinar pada hari kiamat disebabkan karena bekas wudlu’, maka barang siapa dari kalian yang mampu memperluas sinar tersebut, lakukanlah.” [HR Muslim]

 

Ada seorang Badui datang kepada Rasul SAW untuk bertanya perihal wudlu. Lalu beliau memperlihatkan kepadanya cara berwudlu yang semuanya (dilakukan dengan) tiga kali - tiga kali. Kemudian Beliau bersabda:

هَكَذَا الْوُضُوءُ، فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ وَتَعَدَّى وَظَلَمَ

“Beginilah cara berwudlu, Barang siapa menambah lebih dari ini, maka dia telah berbuat kejelekan dan berlebihan, serta berbuat dzalim”. [HR Nasa’i]

 

Memang benar kita dianjurkan untuk menyempurnakan wudlu. Namun demikian, kita tidak diperbolehkan untuk berlebih-lebihan. Suatu ketika Rasul SAW, melewati Sa’ad ketika ia sedang berwudlu, maka Nabi SAW bersabda: Mengapa engkau berlebihan (dalam menggunakan air wudlu), wahai sa’ad?, maka sa’ad berkata: “Adakah perbuatan israf dalam berwudlu? Beliau menjawab :

نَعَمْ، وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهْرٍ جَارٍ

Iya, walaupun kamu berwudlu di sungai yang mengalir sekalipun. [HR Ahmad]

 

Hal yang demikian adalah maksimalnya cara berwudlu, lantas bagaimana cara minimalnya? Terlebih jika kita berada di daerah yang sulit air, atau ketika sedang berihram atau thawaf dan sulit pergi ke toilet untuk berwudlu.

 

Dalam hadits utama di atas, Rasul SAW bersabda : “Cukuplah air sebanyak satu mud (0.68 Liter) untuk berwudlu dan untuk mandi satu sha’ air (2.7 Liter)”. [HR Ibnu Majah] Itu artinya untuk berwudlu dengan sempurna hanya membutuhkan air dengan ukuran satu botol air mineral ukuran sedang yaitu 600 Ml. Dalam lanjutan hadits, ada yang berkata: “Air dengan ukuran tersebut tidak akan cukup untuk kami”. Maka Beliau bersabda :

قَدْ كَانَ يُجْزِئُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ وَأَكْثَرُ شَعَرًا

Sungguh air dengan ukuran tersebut bisa mencukupi wudlunya orang yang lebih baik dari kamu dan lebih banyak bulu / rambutnya (yakni Nabi SAW). [HR Ibnu Majah]

Dalam keadaan air yang terbatas maka wudlu bisa dilakukan dengan sekali pada setiap anggota wudlu. Ibnu Abbas berkata :

تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّةً مَرَّةً

Rasul SAW berwudlu (dengan basuhan) satu kali-satu kali. [HR Bukhari]

 

Ulama sepakat bahwa berwudlu itu cukup dilakukan dengan satu kali satu kali, namun dua kali lebih afdhal dan tiga kali paling afdhal. Tidak ada lagi setelahnya (sudah maksimal). [Aunul Ma’bud] dan Ulama sepakat bahwa melebihkan basuhan wudlu lebih dari tiga kali hukumnya makruh. Maksudnya adalah basuhan setelah merata ke seluruh area yang wajib dibasuh. Jika belum bisa merata kecuali dengan dua kali basuhan maka itu terhitung satu kali basuhan. [Syarah Nawawi]

 

Yang perlu diperhatikan adalah ketika membasuh anggota wudlu haruslah dengan air yang mengalir. Imam Nawawi berkata :

يُشْتَرَطُ فِي غَسْلِ الْأَعْضَاءِ جَرَيَانُ الْمَاءِ عَلَيْهَا، فَإِنْ أَمَسَّهُ الْمَاءَ وَلَمْ يَجْرِ: لَمْ تَصِحَّ طَهَارَتُهُ اِتَّفَقَ عَلَيْهِ الْأَصْحَابُ

Disyaratkan dalam membasuh anggota wudlu adalah mengalirkan air atas anggota wudlu. Jika seseorang Cuma mengusapkan air tanpa mengalir maka itu tidak sah bersucinya. Ini adalah kesepakatan Ulama Syafiiyyah. [Al-Majmu]

 

Jika wudlu dilakukan dengan cara demikian maka air seukuran satu gelas air mineral yaitu 220 Ml, akan cukup dibuat berwudlu bahkan akan lebih. Cara seperti ini bisa menjadi solusi tatkala kita berada di daerah yang sulit air, atau ketika sedang berihram atau thawaf dan sulit pergi ke toilet untuk berwudlu.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu menyempurnakan wudlu namun tidak sampai berlebih-lebihan dalam menggunakan air.

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Friday, February 28, 2025

KIFARAT PUASA

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ فِي غَيْرِ رُخْصَةٍ رَخَّصَهَا اللَّهُ لَهُ لَمْ يَقْضِ عَنْهُ صِيَامُ الدَّهْرِ

Barang siapa yang tidak berpuasa satu hari di bulan ramadhan tanpa adanya udzur yang diperkenankan oleh Allah maka puasa selamanya-pun tidak akan bisa menggantikan kedudukan hari tersebut. [HR Abu Dawud]

 

Catatan Alvers

 

Suatu ketika ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW, lalu dia berkata, “Binasalah aku”.’ Beliau bertanya : “Ada apa denganmu? Dia menjawab : “Aku menggauli istriku pada (siang hari) Ramadhan. Beliau bertanya : “Apakah Engkau mampu memerdekakan satu orang budak (sebagai tubusannya)?’ Dia menjawab : “Tidak. Beliau bertanya : “Apakah Engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut? Dia menjawab:  Tidak. Beliau bertanya : “Lalu apakah Engkau mampu memberi makan enam puluh orang miskin (masing-masing 1 Mud)?’ Dia berkata: “Tidak. Beliau bersabda : “Duduklah. Maka diapun duduk. Lalu (Ada seorang lelaki dari Anshar) mengirimkan kepada Nabi SAW sekeranjang korma berukuran besar. Beliau bersabda : “Ambillah (kurma) ini, dan bersedekahlah dengannya. Dia bertanya :

أَعَلَى أَفْقَرَ مِنَّا

Apakah (kurma ini harus disedekahkan) kepada orang yang lebih miskin dari kami?

 

Dalam riwayat lain, orang laki-laki itu menambahkan :

وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ مِنَّا

“Demi dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, tidaklah ada keluarga yang berada di antara dua gunung (madinah) yang lebih membutuhkan dari pada kami”

 

Maka Nabipun tertawa hingga tampak gigi-gigi seri beliau, lantas beliau bersabda :

اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ

“Pergilah kamu lalu berikanlah ia (kurma) sebagai makanan bagi keluargamu.” [HR Bukhari]

 

Diriwayatkan dari Said ibnil Musayyab, Abu Hurairah meriwayatkan hadits dia atas lalu Nabi SAW bersabda :

وَصُمْ يَوْمًا مَكَانَهُ

"Dan berpuasalah sehari sebagai ganti (dari hari batal puasa)nya. [HR Ibnu Majah]

 

Hadits tersebut membicarakan tentang kifarat puasa Ramadhan. Apa itu Kifarat? Kifarat atau dalam bahasa Arab disebut dengan Kaffarah yang secara letterlijk diartikan sebagai pelebur (dosa). Kaffarah adalah :

مَا يَسْتَغْفِرُ بِهِ الْآثِمُ مِنْ صَدَقَةٍ وَصَوْمٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ

Segala sesuatu yang digunakan oleh pendosa (orang yang berbuat dosa) sebagai sarana untuk meminta pengampunan atas dosa yang telah ia lakukan, seperti sedekah, puasa dan lainnya. [Al-Qamus Al-Fiqhi]

 

Kifarat yang dimaksud disini adalah : (1). memerdekakan hamba sahaya (budak) mukmin. (2) Jika ia tidak kuasa, maka wajib baginya berpuasa 2 bulan berturut-turut,

(3). jika tidak kuasa, maka wajib memberi makan kepada 60 orang miskin, setiap orang nya sebesar 1 mud (675 gram) dari makanan pokok yang digunakan zakat fitrah.

 

Ketentuan mud tersebut diambil dari hadits di atas dimana Rasul SAW memberikan kepada lelaki tersebut, kurma sebanyak satu “araq” (karung besar). Satu araq ini memuat 15 Sha’ dan setiap Sha’ terdiri dari 4 Mud maka 1 Araq terdiri dari 60 Mud. Maka 60 Mud kurma ini bisa dibagikan kepada 60 orang miskin masing-masing satu mud. Namun untuk kasus pemberian 60 Mud diberikan kepada satu keluarga saja sebagaimana kejadian pada hadits di atas maka hal itu termasuk perkara khusus dan tidak belaku umum, atau hal itu berlaku jika dibayarkan oleh orang lain seperti kasus dalam hadits. [Al-Bajuri]

 

Kifarat seperti ini dikenal dengan istilah Kifarat “Al-Udzma” (besar) sedangkan istilah lainnya adalah Kifarat “As-Shugra” (kecil), yaitu kata lain dari fidyah seperti fidyah yang diwajibkan kepada ibu hamil yang tidak berpuasa karena mengkhawatirkan kondisi janinnya. [Al-Bajuri]

 

Hadits tersebut kemudian menjadi dasar hukum tentang kifarat puasa Ramadhan.

Syaikh Ibnu Qasim Al-Ghazzi berkata :

وَمَنْ وَطِئَ فِيْ نَهَارِرَمْضَانَ حَالَ كَوْنِهِ عَامِدًا فِيْ الْفَرِجِ وَهُوَ مُكَلَّفٌ بِالصَّوْمِ وَنَوَى مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ اَثِمٌ بِهَذَالْوَطْئِ لِاَجْلِ الصَّوْمِ، فعَلَيْهِ اَلْقَضَآءُ وَالْكِفَارَةُ

“Barang siapa yang melakukan persetubuhan di siang hari bulan ramadhan dengan sengaja pada farji (kemaluan) sedangkan ia diwajibkan berpuasa saat itu serta telah berniat pada malam harinya dan ia berdosa disebabkan melakukan persetubuhan karena (melanggar) kemuliaan puasa, maka wajib baginya mengqadla puasa (sesuai dengan hadits kedua yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah) serta membayar kifarat (sesuai dengan hadits pertama yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari).[ Fathul Qarib]

 

Kasus pelanggaran yang terkena denda kifarat tidak hanya berlaku untuk berhubungan suami istri, namun juga berlaku untuk penyimpangan seperti berhubungan dengan cara jalan belakang (dubur), sesama jenis (liwath) ataupun dengan hewan, baik ketika hidup maupun mati.  [Al-Bajuri] Kifarat wajib dibayarkan satu kali meskipun berhubungannya dilakukan beberapa kali atau bahkan dilakukan dengan empat istri dalam satu hari itu... Dan yang wajib membayar kifarat itu hanyalah suami, sedangkan istri tidak wajib. Istri hanya diwajibkan untuk mengqadla dan mendapatkan ta’zir (hukuman). [Al-Bajuri]

 

Jadi jika seseorang yang berpuasa ramadhan, ia batal puasanya sebab berhubungan suami istri maka ia tidak cukup menqadla-nya namun juga membayar kifarat sebagaimana keterangan di atas. Hal ini berbeda dengan batalnya puasa dengan sebab lainnya seperti makan dan minum dengan sengaja, dimana puasa yang batal cukup diganti di lain hari tanpa harus membayar kifarat. Jika seorang suami di siang ramadhan ia membatalkan puasanya terlebih dahulu dengan makan atau minum lalu setelah itu ia menggauli istrinya maka ia hanya wajib qadla tanpa wajib membayar kifarat, namun ia tetap mendapatkan dosa besar seperti yang disebutkan dalam hadits utama di atas. Syeikh Ibrahim Al-Bajuri berkata :

وَهَذِهِ حِيْلَةٌ فِى إِسْقَاطِ الْكَفَّارَةِ دُوْنَ الْاِثْمِ

Ini adalah rekayasa untuk menggugurkan kewajiban membayar kifarat namun tidak bisa menggugurkan dosa (karena membatalkan puasa tanpa udzur). {Al-Bajuri]

 

 

 

 

 

 

 

Lantas bagaimana jika orangnya tidak mampu melakukan semuanya? Syaikh Ibnu Qasim Al-Ghazzi berkata : “Jika ia tak kuasa membayar semua tiga hal di atas itu maka kifarat tetap menjadi tanggungan orang tersebut dan jika setelah itu, ia kuasa melakukan salah satu dari tiga kifarat di atas maka ia bisa melakukannya. [Fathul Qarib]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk terus menambah ilmu pengetahuan agama sehingga kita bisa menjalankan ibadah dengan landasan ilmu yang diajarkan oleh Rasul SAW.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]