ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Usamah bin Zaid RA, Rasul SAW bersabda :
يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي
النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ
الْحِمَارُ بِالرَّحَى
“Terdapat
seseorang didatangkan pada hari kiamat kemudian ia dilemparkan ke neraka hingga
ususnya terburai keluar dan iapun berputar-putar di neraka seperti keledai
berputar-putar mengitari alat penumbuk gandumnya...” [HR Muslim]
Catatan Alvers
Ceramah
kini menjadi profesi yang menggiurkan sampai-sampai menjadi sorotan pajak.
Menurut Kring Pajak, pengkotbah seperti Ulama masuk sebagai subjek pajak. Yaitu
kategori jasa pekerjaan bebas. Sesuai Pasal 56 ayat (4) huruf d Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022”. terang @kring_pajak. [Belasting id]
Honor
penceramah menjadi sorotan dan menuai pro kontra. Yang kontra beralasan bahwa
ceramah lebih condong kepada tugas seorang nabi kepada kaumnya sehingga tidak
layak menerima imbalan, sebagaimana para nabi tidak tidak pernah meminta
imbalan. Adapun yang pro mereka beralasan bahwa jika seorang artis saja yang
kerjanya menebar maksiat dan cuma menghadirkan kebahagiaan sesaat, bisa
menerima honor ratusan juga rupiah. Masak seorang ustadz yang sebenarnya juga
diminati oleh khalayak, kok cuma disampaikan ucapan terima kasih alias syukron?
Bahkan seharusnya honor pak ustadz lebih tinggi dari honor para artis. Sebab
yang diberikan pak ustadz itu adalah kebenaran hakiki, sedangkan para artis
hanya bisa memberikan hiburan sesaat. Di
zaman Nabi saja, seorang tawanan yang bisa mengajarkan 10 orang untuk bisa
sekedar membaca dan menulis akan mendapat imbalan berupa dibebaskan padahal
harga tebusan untuk itu sangatlah tinggi.
Terlepas
dari honor dan profesi, memberikan ceramah kepada orang lain akan memiliki
konsekwensi yang sangatlah berat jika yang bersangkutan tidak mengamalkan apa
yang ia sampaikan. Dalam hadits utama di atas disebutkan, Nabi SAW bersabda :
“Seseorang didatangkan pada hari kiamat kemudian dilemparkan ke neraka hingga
ususnya terburai keluar dan ia berputar-putar di neraka seperti keledai
berputar-putar mengitari alat penumbuk gandumnya, kemudian penduduk neraka
mengerumuninya dan bertanya: ‘Hai fulan! Apa yang menimpamu?, bukankah dulu kau
menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari yang kemungkaran?’ Ia menjawab:
بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ
وَأَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ
“Benar,
dulu aku menyuruh kepada kebaikan tapi aku meninggalkannya dan aku
mencegah kemungkaran tapi aku melanggarnya.” [HR Muslim]
As-Sya’bi
meriwayatkan bahwa ada penduduk surga melihat penduduk neraka. Penduduk surga
bertanya : Kenapa kalian masuk neraka padahal kami masuk surga sebab apa yang
telah kau ajarkan dahulu? Mereka menjawab :
إِنَّا كُنَّا نَأْمُرُ النَّاسَ الْخَيْرَ وَلَا
نَفْعَلُهُ
Dahulu
kami mengajarkan kebaikan kepada manusia namun kami sendiri tidak melakukannya.
[Fi Ulumil Qur’an, Abdus salam Kafafy]
Dalam
hadits lain, disebutkan :
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ اللهُ بِعِلْمِهِ
Sesungguhnya
orang yang paling berat siksanya di ahri kiamat adalah orang alim yang mana
Allah tidak menjadikan ilmunya bermanfaat. [HR Al-Baihaqi]
Jundab
bin Abdillah Albajaly berkata :
إِنَّ مَثَلَ الَّذِي يَعِظُ النَّاسَ وَيَنْسَى
نَفْسَهُ كَالْمِصْبَاحِ يَحْرِقُ نَفْسَهُ وَيُضِيءُ لِغَيْرِهِ
Perumpamaan
orang yang menasehati orang lain semenatara ia melupakan dirinya sendiri, itu
seperti lentera. Ia membakar dirinya untuk menerangi lainnya.
Malik Bin
Dinar menemukan tulisan dalam kitab-kitab terdahulu, yaitu :
مَا مِنْ خَطِيْبٍ إِلَّا وَتُعْرَضُ خُطْبَتُهُ عَلَى
عَمَلِهِ
“Tidak
ada penceramah melainkan nantinya materi khutbahnya akan diperlihatkan kepada
amaliahnya”.
Jika
sesuai maka ia dibenarkan namun jika (tidak sesuai) ia bohong maka kedua
bibirnya digunting dengan gunting api. Setiap kali kedua bibirnya dipotong maka
akan tumbuh lagi. [Ihya]
Hal
ini sebagaimana kejadian ketika Isra’, Rasul SAW bertemu dengan segolongan
orang yang mana bibir mereka digunting dengan gunting dari api. Rasul SAW
bertanya siapakah mereka. Mereka menjawab :
خُطَبَاءُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا كَانُوا يَأْمُرُونَ
النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ
أَفَلَا يَعْقِلُونَ
Mereka
itu adalah tukang ceramah ketika di dunia. Mereka memerintahkan orang lain
untuk melakukan kebaikan namun mereka sendiri melupakannya padahal mereka
membaca Al-Qur’an. Tidakkah mereka berpikir? [HR Ahmad]
Maka
Abul Aswad Ad-Du’aly memberikan nasehat kepada para penceramah, Beliau berkata
:
لا تَنْهَ عَنْ خُلُقٍ وتأتِيَ مِثلَهُ :: عَارٌ علَيْكَ
إذَا فَعَلْتَ عَظِيمُ
Janganlah
engkau melarang sesuatu sementara engkau sendiri melakukannya. Sebab itu adalah
aib yang sangat besar jika engkau melakukannya. [Tafsir Ibnu Katsir]
Dengan
berbagai pertimbangan di atas maka banyak para ulama yang berat hati kalau
harus memberikan ceramah. Al-Qurtubi meriwayatkan bahwa Ibrahim An-Nakha’i
berkata : “Aku tidak senang untuk berceramah karena pertimbangan adanya tiga
ayat”, Yaitu : Ayat Pertama :
أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ
وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَٰبَ أَفَلَا
تَعْقِلُونَ
“Mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab? Maka tidakkah kamu
berpikir?” [QS Al-Baqarah : 44]
Ayat
Kedua :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ :: كَبُرَ
مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا
لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang
yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.” [QS Ash-Shaf :2-3]
Ayat
Ketiga :
وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ
اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ
Aku
(sebenarnya) tidak ingin berbeda sikap denganmu (lalu melakukan) apa yang aku
sendiri larang... [QS Hud : 88] [Tafsir
Al-Qurtubi]
Kisah
lain sebagaimana disampaikan oleh Abu Amr bin Mathar. Ia bercerita bahwa ia
pernah menghadiri majelisnya Syeikh Abu Ustman Al-Hayri Az-Zahid. Syeikh datang
lalu duduk di tempat ceramahnya namun syeikh terdiam lama sekali sehingga ada
orang berkata “kenapa engkau terdiam, apakah ada sesuatu yang terjadi?” Maka Abu Ustman berkata :
وَغَيْرُ تَقِيٍّ يَأْمُرُ النَّاسَ بِالتُّقَى ::
طَبِيْبٌ يُدَاوِي وَالطَّبِيْبُ مَرِيْضُ
“Orang yang tidak
bertaqwa jika ia memerintahkan orang lain untuk bertaqwa itu sama halnya dengan
dokter yang mengobati pasien sementara dokter tersebut sedang sakit”.
Maka
setelah mendengar jawaban itu para jamaah yang hadir menjadi gaduh dengan suara
tangisan. [Tafsir Al-Qurtubi]
Namun
demikian ada pertimbangan lain ketika seorang ulama tetap menjalankan tugasnya
memberikan ceramah dan nasehat meskipun dengan berat hati. Satu ketika Al-Hasan
menyuruh Mutharrif bin Abdillah untuk berceramah di hadapan para sahabatnya
maka Mutharrif tidak mau berceramah dengan
alasan takut termasuk golongan orang yang berkata atas apa yang tidak
dikerjakan. Al-Hasan berkata :
يَرْحَمُكَ اللهُ! وَأَيُّنَا يَفْعَلُ مَا يَقُوْلُ!
وَيَوَدُّ الشَّيْطَانُ أَنَّهُ قَدْ ظَفَرَ بِهَذَا، فَلَمْ يَأْمُرْ أَحَدٌ
بِمَعْرُوْفٍ وَلَمْ يَنْهَ عَنْ مُنْكَرٍ
Semoga
Allah merahmatimu. Siapa sih dianatara kita yang bisa melakukan apa yang ia
ucapkan. Setan ingin mencegah kita dengan statement tersebut sehingga tidak ada
seorangpun yang mau memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. [Tafsir
Al-Qurtubi]
Dan
senada dengan hal ini, Sa’id bin Jubayr berkata :
لَوْ كَانَ الْمَرْءُ لَا يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا
يَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ حَتَّى لاَ يَكُوْنَ فِيْهِ شَيْءٌ مَا أَمَرَ أَحَدٌ
بِمَعْرُوْفٍ وَلَا نَهَى عَنْ مُنْكَرٍ
Seandainya
seseorang itu tidak boleh amar ma’ruf nahi mungkar sehingga orang itu bersih
tanpa dosa maka tidak akan ada orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. [Tafsir
Al-Qurtubi]
Ketika
hal tersebut sampai kepAda Imam Malik maka beliau berkata :
صَدَقَ، مَنْ ذَا الَّذِي لَيْسَ فِيْهِ شَيْءٌ
Benarlah
apa yang ia katakan, siapa sih yang tidak punya dosa dalam dirinya? . [Tafsir
Al-Qurtubi]
Ada
hal lain yang memotivasi supaya seorang ulama terus mengajarkan kebaikan yaitu
mengharap ampunan dari Allah SWT. Nabi SAW bersabda :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ
وَالأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الحُوتَ لَيُصَلُّونَ
عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الخَيْرَ
"Sesungguhnya
Allah, para Malaikat-Nya, penduduk langit-langit dan bumi-bumi, hingga
semut-semut yang ada di lubangnya, hingga ikat-ikan, benar-benar semuanya
bershalawat (memintakan ampun) untuk orang yang mengajari kebaikan kepada
manusia." [HR Tirmidzi]
Wallahu
A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk terus
menjalankan tugas tabligh, menyampaikan ilmu Nabi SAW dengan disertai
introspeksi diri supaya kita sendiri juga selamat di dunia dan akhirat.
Salam
Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Ngaji
dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo
Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.