إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Friday, January 31, 2025

MOTIVASI DARI IMAM NAWAWI

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Muawiyah bin Abi Sufyan RA, Rasul SAW bersabda :

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan membuatnya faham tentang agamanya.” [HR Bukhari Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Imam Nawawi, adalah salah seorang ulama besar mazhab Syafi'i, ahli di bidang fiqih dan hadits. Nama lengkap beliau adalah Al-Imam al-Allamah Abu Zakaria Muhyi ad-Din Yahya bin Syaraf bin Muri bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jam'ah bin Hizam an-Nawawi ad-Dimasyqi. Ia lahir di desa Nawa, dekat kota Damaskus, pada tahun 631 H dan wafat pada tahun 24 Rajab 676 H.

 

Imam Nawawi berbeda orang dengan Syeikh Nawawi, yaitu Al-Imam Al-'Allaamah Asy-Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani at-Tanari asy-Syafi'i atau lebih dikenal Syekh Nawawi al-Bantani yang lahir di Tanara, Serang, sekitar tahun 1230 Hijriyah atau 1813 Masehi - wafat di Mekkah, Hijaz, sekitar tahun 1314 Hijriyah atau 1897 Masehi) yang familier dengan kitabnya Nashaihul Ibad, Uqudul Lujain, Kasyifatu Saja.

 

Imam Nawawi terkenal dengan kitabnya, Al-Majmu’ yang merupakan kitab terbesar yang menjadi rujukan dan referensi terbesar dan terpenting didalam madzhab Asy-Syafi’i. Kitab Al-Majmu’ merupakan syarah dari  kitab Al-Muhadzab karya imam Asy-Syirazi (476 H) yang tebalnya sekitar 140 lembar. Kitab Al-Majmu’ sebanyak 9 jilid (edisi cetakan menjadi 23 jilid) ini ditulis oleh Iman An-Nawawi hanya sampai bab riba, Lalu diteruskan oleh Imam Taqiyuddin As-Subki (756 H) sampai pada bab Ar-Radd Bi Al-‘Aib. Kemudian sempurnakan oleh Al-'Alim Al-Faqih As-Syeikh Muhammad Najib bin Ibrahim Al-Muthi' atau  Imam Al-Muthi’.

 

Imam Nawawi dalam mukaddimahnya berkata : “Meskipun kitab ini merupakan penjelasan dari kitab Al-Muhaddzab namun kitab ini juga merupakan penjelasan madzhab Syafii bahkan semua madzhab ulama, dan juga penjelasan mengenai bahasa, sejarah dan nama-nama ulama serta merupakan dasar-dasar yang agung untuk mengetahui hadits shahih, hasan dan dlaif, dan bagaimana cara mengkompromikan hadits hadits yang tampaknya kontradiktif, mentakwil lafadz yang samar dan mengambil kesimpulan hukum dari perkara-perkara yang penting”. [Al-Majmu’]

 

Disamping hadits utama di atas, beliau menyampaikan beberapa hadits dan atsar sebagai motivasi mempelajari ilmu agama dalam mukaddimah kitab Al-Majmu ini.  Diantaranya adalah Rasul SAW bersabda :

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

“Tidak boleh iri (ghibtah) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu lalu ia menunaikan dan mengajarkannya.” [HR Bukhari]

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasul SAW bersabda :

فَقِيهٌ وَاحِدٌ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ

 

Seorang yang ahli agama itu lebih berat bagi setan melebihi 1000 Ahli ibadah. [HR Tirmidzi]

 

Di antara Atsar adalah perkataan Muadz bin Jabal RA : “Pelajarilah ilmu (syariat) karena mempelajarinya merupakan “khasyah” (takut kepada Allah), Menuntut ilmu adalah ibadah, mengulang-ngulanginya adalah tasbih, membahasnya adalah jihad, mengajarkannya adalah sedekah dan memberikannya kepada orang yang tepat adalah “qurbah” (mendekatkan diri kepada Allah).

 

Sayyidina Ali KW berkata :

اَلْعَالِمُ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْغَازِي فيِ سَبِيْلِ اللهِ

Orang berilmu itu lebih besar pahalanya daripada orang yang berpuasa, lagi qiyamul lail lagi Jihad di jalan Allah.

 

Abu Hurairah dan Abu Dzar RA berkata :

بَابٌ مِنَ الْعِلْمِ نَتَعَلَّمُهُ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ أَلْفِ رَكْعَةِ تَطَوُّعٍ

“Mempelajari satu bab dai ilmu lebih kami sukai daripada mengerjakan shalat sunnah 1000 rekaat”.

 

Dan keduanya pernah mendengar Nabi SAW bersabda :

إِذَا جَاءَ الْمَوْتُ طَالِبَ الْعِلْمِ وَهُوَ عَلَى هَذِهِ الْحَالِ مَاتَ وَهُوَ شَهِيْدٌ

Jika kematian datang kepada penuntut ilmu ketika ia berada dalam kondisi ini (menuntut ilmu) maka ia mati syahid.

 

Abu Hurairah RA berkata :

لَأَنْ أُعَلِّمَ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ فِي أَمْرٍ وَنَهْيٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ سَبْعِيْنَ غَزْوَةً فِي سَبِيْلِ اللهِ

Mengajar satu bab dari ilmu mengenai perintah Allah dan larangan-Nya itu lebih aku sukai daripada 70 kali perang di jalan Allah.

 

Abud darda’ berkata :

مُذَاكَرَةُ الْعِلْمِ سَاعَةً خَيْرٌ مِنْ قِيَامِ لَيْلَةٍ

“Mempelajari ilmu (syariat) selama satu jam itu lebih baik dari pada mendirikan ibadah satu malam”.

 

Atha’ (bin Abi Rabah, wafat 114 H) berkata : “Yang dimaksud dengan majelis dzikir (yang dalam hadits disebut sebagai taman surga) adalah majelis dimana disitu dijelaskan mengenai halam dan haram, tatacara jual beli, tatacara shalat dan puasa, menikah dan thalak serta tatacara iabadah haji dan semisalnya”.

 

Imam Syafi’i (w 204 H) berkata :

طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ النَّافِلَةِ

“Mencari ilmu itu lebih utama daripada Shalat sunnah”.

Dan beliau juga berkata : “Tidak ada perkara yang lebih utama setelah ibadah fardlu daripada menuntut ilmu”. “Orang yang tidak suka kepada ilmu maka tidak ada kebaikan baginya maka jangan sampai antara kamu dengannya ada hubungan perkenalan dan pertemanan”. “Ilmu itu akan menjadi harga diri bagi orang yang tidak memiliki harga diri”. “Barang siapa yang menginginkan dunia maka hendaknya ia mempelajari ilmu dan barang siapa yang menghendaki akhirat maka hendaknya ia mempelajari ilmu”. “Jika para ahli ilmu agama yang mengamalkan ilmunya itu tidak menjadi wali maka tidak ada lagi orang yang menjadi Waliyullah”.

 

Imam Bukhari (w 256 H) menjelaskan perkataan Uqbah bin Amir RA :

تَعَلَّمُوا قَبْلَ الظَّانِّيْنَ

“Belajarlah sebelum (datangnya) orang-orang yang mengira-ngira”

Maksudnya adalah belajarlah ilmu dari ahlinya, yang ahli tahqiq (meneliti kebenaran) dan wara’ (menjauhi perkara syubhat) sebelum mereka meninggal lalu digantikan oleh orang-orang yang berbicara ilmu dengan pendapat pribadinya dan dengan persangkaan-persangkaan yang tidak memiliki sandaran syariat.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka fikiran kita untuk menjauhi senantiasa mempelajari ilmu agama sehingga kita memahaminya dan semoga kita termasuk orang-orang yang dikehendaki kebaikan oleh Allah SWT.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Thursday, January 23, 2025

SAMIALLAHU LIMAN HAMIDAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas Bin Malik RA, Rasul SAW bersabda :

وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

Jika Imam membaca “Samiallahu Liman Hamidah” maka ucapkanlah “Rabbana Walakal Hamd”. [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Abu bakar As-Shiddiq RA merupakan sahabat yang rajin shalat berjamaah bersama dengan Rasul SAW. Ia tidak pernah telat untuk shalat dibelakang Nabi SAW hingga satu ketika ia menyangka telat tertinggal shalat Ashar berjamaah bersama Nabi SAW. Dengan tergesa-gesa dan dengan raut muka sedih, ia berjalan menuju masjid. Di luar dugaan ternyata ia masih menemui shalat Rasul SAW yang mana saat itu beliau sedang bertakbir untuk menuju rukuk. Diapun bersyukur memuji Allah akan hal ini dengan mengucap “Alhamdulillah” dan segera ia bertakbir memulai shalat di barisan makmum. Dan di saat Nabi SAW masih dalam keadaan rukuk, Malaikat Jibril turun dan berkata :

يَا مُحَمَّدُ، سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

“Wahai Muhammad, Semoga Allah mendengarkan orang yang memuji-Nya”.

 

Dan dalam riwayat yang lain, Nabi SAW bersabda :

اِجْعَلُوْهَا فِي صَلَاتِكُمْ

Jadikanlah ia (Samiallahu Liman Hamidah) dalam shalat kalian.

 

Maka lafadz tersebut diucapkan saat bangun dari rukuk. Sebelumnya, ketika hendak rukuk dan bangun dari rukuk Rasul SAW membaca takbir. Namun sejak saat itu kata “Samiallahu Liman Hamidah” menjadi sunnah berkahnya Abu Bakar RA. [I’anatut Thalibin]

 

Jadi bermula dari “Alhamdulillah” yang dikatakan oleh Abu bakar lalu doa malaikat Jibril yaitu “Samiallahu Liman Hamidah” lalu berlanjut kepada dzikir setelahnya. Rifa’ah bin Rafi’ Az-Zuraqi berkata: “Pada suatu hari kami shalat di belakang Nabi SAW. Ketika mengangkat kepalanya dari ruku beliau mengucapkan: “Sami’allahu liman hamidah” (Semoga Allah mendengar pujian orang yang memuji-Nya). Kemudian ada seorang laki-laki yang berada di belakang beliau membaca :

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ

(Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala pujian, aku memuji-Mu dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh berkah).

 

Setelah selesai shalat, beliau bertanya: ‘Siapa orang yang membaca kalimat tadi?’ Orang itu menjawab, ‘Saya.’ (tidak lain adalah Rifa’ah sendiri) Beliau bersabda :

رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ

Aku melihat lebih dari 30 Malaikat, berebut siapa di antara mereka yang lebih dahulu mencatat (kebaikan dari) kalimat tersebut.” [HR Bukhari]

 

Lagi-lagi hal ini kemudian menjadi bacaan yang ditetapkan oleh Nabi SAW sebagaimana dalam hadits utama di atas Rasul SAW bersabda : “Jika Imam membaca “Samiallahu Liman Hamidah” maka ucapkanlah “Rabbana Walakal Hamd”. [HR Muslim]

 

Kapan At-Tasmi’ (Bacaan “Samiallahu Liman Hamidah”) itu dibaca? Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata : menurut dzahirnya teks hadits di atas, tasmi’ itu dibaca setelah seseorang mengangkat kepala dari posisi ruku’ sehingga tasmi’ merupakan dzikirnya i’tidal, namun dalam redaksi hadits Abu Hurairah dan lainnya disebut bahwa tasmi’ adalah dzikir intiqal (perpindahan). Maka dengan menggabungkan kedua hadits yang nampaknya kontradiktif tersebut dipahami bahwa maksud dari perkataan “Ketika ia mengangkat kepala” maksudnya adalah ketika mulai bergegas mengangkat kepala maka ia memulai membaca tasmi’ dan menyempurnakan hingga posisi i’tidal. [Fathul Bari]

 

Bagaimana cara membaca tasmi’? Al-Khatib As-Syarbiny berkata : “Imam membaca tasmi’ dengan suara keras dan membaca bacaan ‘Rabbana’ dengan suara pelan, sedang bagi selain imam (makmum, orang yang shalat sendirian) membaca dengan suara lirih keduanya. Muballigh (penyampai suara imam) membaca dengan keras bacaan yang dikeraskan oleh imam dan membaca dengan lirih bacaan yang dilirihkan oleh imam sebagaimana keterangan kitab al-Majmu’ karena kedudukan muballigh sebagai pemindah bacaan dari imam”. [Al-Iqna’].

 

Ada catatan Ibnu Hajar yang menarik mengenai hadits tasmi’ di atas. Pertama, Malaikat yang berebut untuk mencatat pahala tasmi’ tersebut bukanlah malaikat hafadzah (pencatat amalan) melainkan malaikat yang bertugas mencari ahli dzikir. Hal ini sebagaimana dalam hadits disebutkan :

إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ

”Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki malaikat-malaikat yang berkelana di jalan-jalan mencari Ahli Dzikir. [HR Bukhari].

Dalam lanjutannya disebutkan : “Jika mereka telah menemukan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka saling mengajak : “Kemarilah, ini dia yang kalian cari”. Maka para malaikat itu mengelilingi orang-orang yang berdzikir dengan sayap mereka (dan bertumpuk-tumpuk) hingga sampai ke langit dunia. [HR Bukhari].

 

Kedua, bahwa jumlah malaikat yang berebut untuk mencatat itu berjumlah 30 lebih (bidl’un). Jadi jumlah mereka antara 31-39 malaikat. Sedangkan jumlah huruf dari “Rabbana Walakal Hamd dst” adalah 33 Huruf. Jadi terdapat kesesuaian antara jumlah malaikat dan jumlah hurufnya. [Fathul Bari]

 

Ketiga, hadits tersebut menjadi dalil bolehnya membaca dzikir baru yang tidak diajarkan Rasul SAW di dalam shalat selama tidak bertentangan dengan yang ma’tsur (diajarkan Rasul SAW). Keempat, diperbolehkan mengeraskan suara dzikir selama tidak mengganggu orang yang bersamanya. [Fathul Bari]

 

Dalam riwayat lain, doa di atas dilatar belakangi kejadian bersin. Suatu ketika Rifa’ah shalat berjamaah di belakang Rasul SAW. Lalu ia bersin dan membaca :

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى

“Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, lagi baik dan penuh berkah sebagaimana Allah senang dan ridla terhadapnya”.

Dan di akhir hadits, Nabi SAW bersabda : “Demi Allah, Terdapat lebih dari 30 Malaikat, berebut siapa di antara mereka yang lebih dahulu membawa kalimat tersebut ke atas (langit).” [HR Turmudzi]

 

Lantas bagaimana dengan hukum membaca hamdalah bagi orang yang bersin?  Ibnu Hajar Al-Haytami berkata :

وَيُسَنُّ لِمُصَلٍّ عَطسَ ... أَنْ يَحْمَدَ بِحَيْثُ يُسْمِعُ نَفْسَهُ

Sunnah bagi orang yang bersin ketika shalat agar ia membaca hamdalah dengan volume suara sekedar ia bisa mendengarkan ucapannya sendiri. [Tuhfatul Muhtaj]

 

Adapun bagi orang shalat yang lain, maka dia tetap dianjurkan mendoakannya seperti di luar shalat? Namun dengan redaksi do’a seperti Rahimahullah, Yarhamuhullah (semoga Allah merahmatinya) dan bukan dengan redaksi pembicaraan manusia seperti “Yarhamukallah” (semoga Allah merahmatimu, karena hal ini dapat membatalkan shalatnya). [Tuhfatul Muhtaj] Dan jika hal itu dilakukan di saat tengah membaca surat Al-fatihah maka bacaan fatihah tersebut harus diulang dari awal karena bacaan fatihahnya dinilai terputus. [Bughyatul Mustarsyidin]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka fikiran kita untuk senantiasa menambah ilmu setiap hari sehingga hari-hari sepanjang hidup kita menjadi berkah.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

 

Wednesday, January 22, 2025

NAMA PANGGILAN KUCING

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda:

اَلْهِرَّةُ مِنْ مَتَاعِ الْبَيْتِ

Kucing itu adalah sebagian dari perbendaharaan rumah. [HR Ibnu Khuzaimah]

 

Catatan Alvers

 

Bobby Kertanegara, berhasil menyabet penghargaan kategori "Siapa" dari Google Indonesia pada 2024 (12/12). Dalam acara Top Trending Searches Google di Jakarta, Bobby dinobatkan sebagai salah satu nama paling banyak dicari di mesin pencarian Google Indonesia. Ia juga hadir di Istana Negara selepas pelantikan Bapak Prabowo Subianto sebagai Presiden. Siapakah dia? Ia adalah nama dari kucing peliharaan Presiden Prabowo. Kucing itu awalnya merupakan kucing liar yang singgah di rumah Prabowo di Jalan Kertanegara Jakarta yang sedang direnovasi. Namun, kehadirannya yang konsisten membuat Prabowo memutuskan untuk mengadopsinya. Ia adalah ras kucing domestik yang memiliki warna bulu putih dengan corak belang abu hitam. [liputan6 com]

 

Masyhur dalam berbagai cerita bahwa Nabi SAW memiliki kucing yang bernama Muezza. Namun ternyata hal ini tidak ditemukan keterangannya dalam kitab hadits baik mengenai Rasul memiliki hewan peliharaan kucing maupun penamaan Muezza. Yang jelas Rasul SAW menyayangi binatang termasuk kucing. Dalam hadits utama diatas, Kucing dinyatakan oleh Nabi SAW sebagai bagian dari perbendaharaan rumah. [HR Ibnu Khuzaimah] Kucing adalah hewan yang mudah kita temukan bersliweran di sekeliling rumah kita, sehingga Nabi SAW bersabda :

إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّهَا مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ

"Sesungguhnya kucing itu tidak najis. Ia merupakan hewan yang biasa berkeliaran di sekelilingmu." [HR Abu Dawud]

Syeikh Syamsul Haq Abady mengomentari hadits ini dan berkata :

وَفِيهِ التَّنْبِيه عَلَى الرِّفْق بِهَا وَاحْتِسَاب الْأَجْر فِي مُوَاسَاتهَا

Dalam hadits tersebut terdapat peringatan untuk berbuat lembut kepada kucing dan mengharapkan pahala dengan berbuat baik kepadanya. [Aunul Ma’bud]

 

Di zaman Nabi, ada sahabat yang menyayangi kucing, hingga ia dikenal dengan kucingnya dan namanya sendiri tidak begitu dikenal, siapakah dia? Ya, Abu Hurairah, bapaknya kucing. Abu Hurairah RA berkata : Pada zaman jahiliyah namaku adalah Abdu Syams bin Shakhr kemudian setelah islam aku (bernama Abdurrahman) dan dijuluki dengan Abu Hurairah… Aku dijuluki demikian karena aku menemukan beberapa anak kucing liar lalu aku gendong di dalam lengan bajuku. Ada orang yang bertanya “Apa itu?” Maka aku menjawab “kucing” maka orang itu berkata “berarti engkau adalah Abu hurairah (Bapaknya kucing)”. [Tadribur Rawy]

 

Syekh Nawawi al-Bantani menceritakan bahwa seorang sufi besar bernama Abu Bakar al-Syibli setelah wafatnya hadir dalam mimpi temannya, berdialog dengan Allah SWT. “Apa yang menyebabkan dosamu diampuni?” Tanya Allah SWT pada Syibli. “Sebab Amal Shalehku” jawab Syibli.  “Bukan,” Allah SWT menimpali. “Karena keikhlasan ibadahku” jawab Syibli.  “Bukan,” Allah SWT menimpali. “Haji, puasa, dan shalatku” jawab Syibli.  “Bukan,” Allah SWT menimpali.  “Hijrahku menuju orang-orang sholeh dan mencari ilmu” jawab Syibli.  “Bukan,” Allah SWT menimpali.  Lantas karena apakah wahai tuhanku? Tanya Syibli. Kemudian Allah memberitahukannya : “Ingatkah kau ketika berjalan di jalanan baghdad, kau menemukan anak kucing yang kedinginan dan lemah maka kau mengambilnya karena rasa sayangmu kepadanya dan kau memasukkannya ke jubah bulu untuk menghangatkannya”.

بِرَحْمَتِكَ لِتِلْكَ الْهِرَّةِ رَحِمْتُكَ

“Maka karena kasih sayangmu kepada kucing itu, Aku memberikan kasih sayangku kepadamu!”. [Nasha’ih al- Ibad]

 

Adapun memberi nama pada kucing adalah merupakan hal yang diperbolehkan. Rasul SAW sendiri memberi nama pada hewan-hewan peliharaan beliau. Diriwayatkan dari Sahl Ibn Sa’d RA, Ia berkata :

كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَائِطِنَا فَرَسٌ يُقَالُ لَهُ اللُّحَيْفُ

Nabi SAW memiliki seekor kuda yang ada di pekarangan kami yang bernama “Luhayf”. [HR Bukhari]

 

Ali bin Abi Thalib KW berkata :

كاَنَ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَرَسٌ يُقَالُ لَهُ الْمُرْتَجِزُ ، وَنَاقَتُهُ الْقَصْوَى ، وَبَغْلَتُهُ دُلْدُلٌ ، وَحِمَارُهُ عُفَيْرٌ ، وَدِرْعُهُ الْفُصُوْلُ ، وَسَيْفُهُ ذُو الْفقَارِ

Rasul SAW memiliki kuda yang dinamai “Al-Murtajiz”, Unta yang bernama “Al-Qashwa”, Bighal yang bernama “Duldul”, Himar bernama “Ufair”, Baju besi yang dinamai dengan “Al-Fushul” dan pedang yang dinamai dengan “Dzul Fiqar”. [HR Al-Hakim]

 

Lebih detail lagi, banyak hewan bahkan benda-benda yang dimiliki beliau yang dikasih nama. Ibnu Abbas RA berkata : Rasul SAW memiliki Busur yang bernama “As-Sadaad”, Kinanah (Wadah yang terbuat dari kulit untuk menyimpan busur) yang bernama “Al-Jum’a”, Harbah (tombak kecil) yang bernama “An-Nab’a’ ”, Perisai yang bernama “Ad-Dzaqan” dan yang berwarna putih bernama “Al-Mujaz”, Kuda hitam yang bernama “As-Sakba”, Pelana yang bernama “Ad-Daaj”, Bighal berwarna abu-abu yang bernama “Duldul”, Unta yang bernama “Qashwa”, Himar yang bernama Ya’fur, karpet alas yang bernama “Al-Kurr”, Anazah (tombak) yang bernama “An-Namir”, Gelas dari kulit yang bernama “As-Shadir”, cermin yang bernama “Al-Mudillah”, Gunting yang bernama “Al-Jami’ “, dan tongkat kayu yang bernama “Musyawwiq”. [HR Thabrani]

 

Penamaan pada binatang itu merupakan bentuk memperlakukan mereka sesuai dengan haknya. Allah SWT berfirman :

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا طَٰٓئِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّآ أُمَمٌ أَمْثَالُكُم

Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kalian. [QS Al-An’am : 38]

 

Menafsiri ayat ini “melainkan umat (juga) seperti kalian” Mujahid berkata :

أَصْنَافٌ لَهُنَّ أَسْمَاءٌ تُعْرَفُ بِهَا كَمَا تُعْرَفُونَ

(binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung) itu adalah segolongan (dari makhluk Allah) yang memiliki nama-nama yang dikenal dengan nama itu sebagaimana kalian dikenali (dengan nama). [Tafsir Al-Qurtubi]

 

Anas RA berkata: "Di Madinah pernah terjadi kegaduhan (kabar kedatangan musuh menyerang), lalu Nabi SAW meminjam kuda milik Abu Thalhah yang bernama Al-Mandub, lalu Beliau pacu kudanya (menuju suara itu). Ketika kembali, beliau bersabda :

مَا رَأَيْنَا مِنْ شَيْءٍ وَإِنْ وَجَدْنَاهُ لَبَحْرًا

"Kami tidak melihat sesuatupun, dan sungguh aku dapatkan kuda ini sedemikian cepat larinya”. [HR Bukhari]

 

Al-Baghawy berkata :

وَفِيهِ إِبَاحَةُ تَسْمِيَةِ الدَّوَابِّ، وَكَانَ مِنْ عَادَةِ الْعَرَبِ تَسْمِيَةِ الدَّوَابِّ، وَأَدَاةُ الْحَرْبِ، بِاسْمٍ يُعْرَفُ بِهِ إِذَا طُلِبَ سِوَى الاسْمِ الْجَامِعِ.

Dalam hadits tersebut terdapat pemahaman akan bolehnya memberi nama hewan tunggangan. Termasuk kebiasaan orang arab adalah menamai hewan tunggangan dan alat perang dengan nama tertentu yang dikenali ketika ia dicari. [Syarhus Sunnah]

 

Maka penamaan yang demikian adalah hal yang lumrah dan bukan suatu kesunnahan. al-Mardawi al-Hanbali memberikan penjelasan : “Perbuatan Nabi SAW yang bersifat tabiat manusia seperti berdiri, duduk, pergi, kembali, makan, minum, tidur bangun dan lainnya maka itu adalah perkara mubah. Karena hal itu tidak dimaksudkan untuk syariat dan ibadah. Akan tetapi jika hal itu dijadikan teladan maka tidaklah mengapa, sebagaimana dilakukan oleh Ibnu Umar.  Dan jika hal itu tidak dilakukan bukan karena benci atau kesombongan maka juga tidak apa-apa”. [At-Tahbir Syarah At-Tahrir]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita agar berusaha memperdalam ilmu agama sehingga dapat mengetahui mana yang syarat mana yang adat, mana yang sunnah dan mana yang mubah.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WhatsApp Center :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]