إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Wednesday, May 1, 2024

ING NGARSA SUNG TULADHA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan Anas bin Malik RA, Rasul SAW bersabda :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap orang islam [HR Ibnu Majah]

 

Catatan Alvers

 

Tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) sejak tahun 1959. Tanggal diambil dari tanggal lahir Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 tahun 1959 atas besarnya jasa Ki Hajar Dewantara dalam membangun pendidikan tanah air. Beliau juga adalah Menteri Pendidikan Indonesia yang pertama di masa pemerintahan Soekarno. Beliau terkenal dengan semboyannya "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani". (di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan). [Kompas com]

 

Pendidikan dalam artian belajar dan mengajar dalam Islam sangatlah ditekankan. Dalam islam semua orang diwajibkan belajar. Rasul SAW dalam hadits utama menyatakan “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap orang islam” [HR Ibnu Majah] Hal ini dikarenakan setiap orang adalah kosong dari ilmu sehingga ia belajar. Rasul SAW bersabda :

وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ

Ilmu hanya didapat dengan belajar [HR Bukhari]

Dan Imam Syafi’I berkata :

تَعَلَّمْ فَلَيْسَ الْمَرْءُ يُوْلَدُ عَالِـمًــا :: وَلَيْسَ أَخُوْ عِلْمٍ كَمَنْ هُوَ جَاهِـلُ

“Belajarlah, karena tak seorangpun dilahirkan dalam keadaan berilmu Dan tidaklah orang yang berilmu itu seperti orang bodoh. [Ad Diwan As Syafi’I]

 

Seandainya ada bayi terlahir dalam keadaan berilmu maka yang pantas menajdi demikian adalah Nabi, namun Nabi juga mengalami proses belajar. Dalam bab permulaan wahyu, Imam Bukhari meriwayatkan bahwa saat Nabi berada di dalam gua Hira’ maka Malaikat mendatanginya seraya berkata, "Bacalah." Maka Nabi menjawab,

مَا أَنَا بِقَارِئٍ

"Aku tidak bisa membaca."

Nabi bersabda : Lalu Malaikat itu pun menarik dan menutupiku, hingga aku pun merasa kesusahan. Kemudian Malaikat itu kembali lagi padaku dan berkata, 'Bacalah.' Aku menjawab, 'Aku tidak bisa membaca.' Malaikat itu menarikku kembali dan mendekapku hingga aku merasa kesulitan, lalu memerintahkan kepadaku untuk kedua kalinya seraya berkata, 'Bacalah.' Aku menjawab, 'Aku tidak bisa membaca.' Ia menarik lagi dan mendekapku ketiga kalinya hingga aku merasa kesusahan. Kemudian Malaikat itu menyuruhku kembali seraya membaca :

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ . عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ.

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.  [QS Al-qalam : 1-5]

 

Ayat pertama kali yang turun ini cukup menjadi bukti bahwa Agama Islam itu sangat memperhatikan pendidikan. Bahkan ada hadits yang familier yang dicantumkan oleh Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumiddin, yang menganjurkan menuntut ilmu walaupun jaraknya jauh, yaitu cina. Bagaimana tidak jauh, antara mekkah dan cina berjarak 12 ribu KM [Maps]. Haditsnya berbunyi:

اطْلُبُوا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّينِ

Carilah ilmu walaupun ke negeri cina. [HR Baihaqi]

 

Dalam prakteknya, dikisahkan oleh katsir bin qays bahwa ada orang yang datang dari madinah, menghadap kepada Abud Darda di masjid damaskus. [Sunan Abu Dawud] Demi mendengarkan satu hadits dari Abud Darda maka orang itu rela menempuh jalan sepanjang jarak 2.600 KM [Maps]

 

Jika Ada murid maka harus ada guru. Tidak akan terjadi pendidikan tanpa adanya guru. Maka Islam juga memotivasi untuk menjadi pendidik atau pengajar. Allah SWT berfirman :

كُونُوا رَبَّانِيِّينَ

Jadilah kalian sebagai rabbany [QS Ali Imran : 79]

 

Ibnu Abbas RA menjelaskan maknanya :

وَيُقَالُ الرَّبَّانِيُّ الَّذِي يُرَبِّي النَّاسَ بِصِغَارِ الْعِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ

Rabbany adalah orang yang mendidik manusia dengan ilmu-ilmu dasar sebelum mengajarkan ilmu yang besar atau mendalam. [Shahih Bukhari]

 

Dan Rasul SAW juga adalah seorang guru atau pengajar, Beliau bersabda :

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا

Sesungguhnya Allah tidak mengutusku untuk memberatkan orang lain atau menyakitinya, akan tetapi Allah mengutusku sebagai seorang guru (pengajar) yang memudahkan urusan". [HR Muslim]

 

Pendidikan berpeluang besar berhasil jika seorang guru bisa menjadi teladan atau bisa digugu dan ditiru atau dalam istilahnya Ki Hajar Dewantara "Ing ngarsa sung tuladha” di depan memberi contoh). Dalam prakteknya, Nabi menjadi teladan dalam pendidikan moral karakter sehingga Allah SWT berfirman :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagi kalian. [QS Al-Ahzab : 21]

 

Metode keteladanan dalam pendidikan sangatlah penting sehingga pepatah yang lain mengatakan :

مَنْ وَعَظَ بِقَوْلِهِ ضَاعَ كَلامُهُ وَمَنْ وَعَظَ بِفِعْلِهِ نَفَذَتْ سِهَامُهُ

Barang siapa yang menasehati dengan perkataannya maka perkataannya akan hilang tanpa bekas dan barang siapa yang menasehati dengan perbuatannya (teladan) maka itu akan mengenai bagai anak panah yang mengenai sasarannya. [Tafsir Ar-Razi]

 

Pendidikan tanpa teladan dari guru hanya akan mencetak murid murid pintar namun tidak bisa menjadi murid yang benar. Pinter namun tidak berkarakter, genius tapi tidak religius, berprestasi namun pada akhirnya frustasi. Dengan demikian tantangan pendidikan akan semakin berat sebagaimana ada berita, “Siswa Pukul Guru hingga Tewas Dijebloskan ke Rutan Sampang” 2018. [Suara com] “Tak Terima Ditegur, Siswa SMA di Bengkulu Pukul Guru dengan Alat Briket hingga Memar” 2023. [kompas com] Brutal, Keluarga Siswa di Lembata NTT Aniaya Guru Saat KBM, Pelaku Sempat Maki Bangsat. 2024 [katawarga id] dan masih banyak lagi berita lainnya.  

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu belajar dan mengajarkan kebaikan. Selamat Hari Pendidikan Nasional 2024 semoga bangsa Indonesia lebih maju dan berperadaban.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Saturday, April 27, 2024

SOMBONG KARENA ILMU

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Amr bin Syuaib RA, Nabi SAW bersabda :

يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ يَغْشَاهُمْ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ

“Pada hari kiamat orang-orang yang sombong akan digiring dan dikumpulkan seperti semut kecil dalam ukurannya yang kecil dengan bentuk wajah manusia, kehinaan akan meliputi mereka dari berbagai sisi”. [HR Turmudzi]

 

Catatan Alvers

 

Ada seorang ilmuwan yang sombong dia naik ke atas mimbar dan menantang para ulama untuk berdebat dengannya. Ilmuwan itu adalah seorang dahriyah (Filosof Ateis). Kisah ini diceritakan oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya Fathul Majid. Dari bawah mimbar terdapat seorang anak kecil yang dengan lantang berkata :  “Iya, Aku akan menjawab pertanyaanmu dengan pertolongan Allah”. Ilmuwanpun marah lalu berkata: "Hei, siapa kamu anak kecil, betapa banyak sesepuh, bersorban besar, berpakaian mewah, berlengan lebar namun mereka semua tak bisa menjawab pertanyaanku!”

 

Ilmuwan bertanya "Apakah Allah itu ada dan Dimanakah dia?". anak kecil itu menjawab : "Iya, ada, tiada tempat baginya". Ilmuwan bertanya: "Bagaimana mungkin disebut ada, sementara Dia tidak bertempat?". Anak kecil menjawab : "Dalilnya ada di badan kamu, yaitu ruh. Kalau kamu percaya ruh ada, terus di manakah ruh itu? Apakah berada di perut, kepala, atau di mana?". Ilmuwan itu terdiam. Malu jika kalah, maka ilmuwan terus melontarkan beberapa pertanyaan lagi namun semua pertanyaan dengan mudah bisa dijawab oleh anak kecil tersebut. Dan pada bagian akhir ilmuwan bertanya : Sedang apa Allah itu? Anak kecil berkata : Kau ini terbalik, mestinya yang menjawab ada di atas mimbar dan yang bertanya ada dibawah mimbar. Aku Akan menjawab jika engkau turun dan aku naik mimbar. Ilmuwanpun menerimanya. Ilmuwan turun dan anak kecil naik mimbar. Lalu anak kecil dari atas mimbar menjawab :

شَأْنُ اللهِ أَلْآنَ إِسْقَاطُ الْمُبْطِلِ مِثْلِكَ مِنَ الْأَعْلَى إِلَى الْأَدْنَى وَإِصْعَادُ الْمُحِقِّ مِثْلِي مِنَ الْأدْنَى إِلَى الْأَعْلَى

Allah sekarang sedang menjatuhkan orang yang berbuat kebatilan sepertimu dari atas ke bawah dan menaikkan orang yang benar sepertiku dari bawah ke atas. [Fathul Majid]

 

Kisahpun berakhir dengan kekalahan ilmuwan yang sombong di tangan seorang anak kecil. Dan tahukah Anda saiapa anak kecil itu?  Dia tidak lain adalah Imam Abu Hanifah saat ia kecil.

 

Takabbur (sombong) merupakan maksiat pertama yang terjadi di kalangan makhluk. Dialah Iblis makhluk pertama yang melakukannya saat ia enggan untuk bersujud kepada Nabi Adam karena ia merasa lebih baik dari asal penciptaannya. [Lihat QS Al-Baqarah : 34] orang sombong dan merasa besar di hari kiamat akan digiring dalam keadaan kecil bentuknya seperti semut kecil sebagaimana keterangan pada hadits utama dan Rasul SAW juga bersabda :

مَنْ تَعَظَّمَ فِي نَفْسِهِ أَوْ اخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ

“Barang siapa merasa besar pada dirinya atau sombong sewaktu ia berjalan, niscaya ia akan bertemu dengan Alloh dalam keadaan Allah murka kepadanya” [HR Ahmad]

 

 

 

Semua kelebihan akan berpotensi menjadikan seseorang berprilaku sombong. Kelebihan akan semakin tinggi berpotensi mendatangkan kesombongan sesuai dengan kelebihan yang menjadi kebanggaan masyarakatnya. Kelebihan seperti kaya, cantik, nasab memiliki skala prioritas berbeda di kalangan yang berbeda. Abdullah Ibnul Mubarak berkata : “Orang Yahudi menikahkan putrinya karena faktor harta, orang nasrani menikahkan putrinya karena faktor ketampanan dan orang arab menikahkan putrinya karena faktor “hasab” (keturunan), adapun kaum muslimin menikahkan putrinya karena faktor takwa. Maka nikahkanlah putrimu sesuai dengan golonganmu”.  [Mawsu’atul Akhlaq Waz Zuhd War Raqaid, Yaser Abdur Rahman]

 

Orang sombong salah paham, ia mengira akan selamanya memiliki kelebihan yang dimilikinya padahal ia terlahir tanpa membawa apa-apa dan kelak ketika mati ia juga tak akan membawa apa-apa. Ingatlah, orang yang sombong karena memiliki harta yang banyak maka ia bisa saja dirampok sehingga hartanya menjadi hilang dalam sekejap. Orang yang sombong karena jabatan maka jabatan itu akan berpindak kepada orang lain saat masanya habis. Orang yang sombong karena ketampanan dan kecantikan maka hal itu akan berangsur-angsur hilang seiring dengan bertambahnya usia. Maka sungguh merupakan kebodohan yang nyata jika seseorang menjadi sombong karenanya. Imam Ghazali berkata :

وَكُلُّ مُتَكَبِّرٍ بِأَمْرٍ خَارِجٍ عَنْ ذَاتِهِ فَهُوَ ظَاهِرُ الْجَهْلِ

Setiap orang yang sombong karena faktor eksternal maka perilaku tersebut adalah kebodohan yang tampak jelas. [Ihya Ulumiddin]

 

Dengan demikian sebenarnya mudah bagi seseorang yang sombong (karena faktor eksternal) untuk menyadari kekeliruannya lalu berhenti dari sifat takabburnya. Dan yang sulit itu adalah mengatasi sombong karena faktor intrinsik (kelebihan yang terdapat dalam diri seseorang) seperti sombong karena dia punya ilmu mengingat ilmu itu agung dihadapan manusia dan juga agung di hadapan Allah sehingga berpotensi besar bagi orangnya untuk merasa lebih baik dari orang lain. Terlebih lagi, orang yang memiliki kelebihan seperti harta, jabatan, wajah rupawan jika tidak dibarengi dengan ilmu maka hal itupun tidak begitu dipedulikan di mata masyarakat sehingga kemuliaan ilmu itu lebih tinggi daripada kemuliaan yang didapat dari harta taupun jabatan. Maka Wahb ibnu Munabbih mengingatkan akan besarnya risiko dari ilmu. Ia berkata :

إِنَّ لِلْعِلْمِ طُغْيَاناً كَطُغْيَانِ الْمَالِ

“Sesungguhnya ilmu itu dapat mendatangkan perbuatan melampaui batas (angkuh, sombong) sebagaimana harta”. [Hilyatul Awliya]

Dan Sahabat Umar RA berkata :

وَمَا أَسْرَعَ الْكِبْرَ إِلَى الْعُلَمَاءِ

Betapa cepatnya kesombongan itu menjangkiti orang yang memiliki ilmu. [Ihya]

 

Maka  Imam ghazali memberikan nasehat : Sealim apapun seseorang maka janganlah ia merasa lebih mulia dari para sahabat Nabi RA, yang mana sebagian dari mereka berkata “Aduhai seandainya aku tidak dilahirkan oleh ibuku”, sebagian lain mengambil batu bata lalu berkata : “seandainya aku menjadi batu bata ini”, sebagian lain berkata : “seandainya aku menjadi burung yang dimakan”,  Dan sebagian lainnya berkata : “aduhai seandainya aku menjadi sesuatu yang tak dianggap apa-apa”. Itu semua dikatakan karena mereka sangat takut dengan akibat (efek negatif ilmu yang dimiliki) sehingga mereka menganggap dirinya lebih jelek keadaannya daridapada burung dan debu. [Ihya’]

 

Ilmu itu sangat luas sekali sementara manusia hanya mengetahui sedikit saja. Allah SWT berfirman :

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

“ … dan tidaklah kalian diberi ilmu melainkan sedikit saja“ [QS Al-Isra: 85]

 

Maka sebanyak apapun seseorang menguasai ilmu maka sesungguhnya ia menguasai hal yang banyak dari yang sedikit. Jadi janganlah seorang berilmu tertipu dengan ilmu yang banyak yang ia miliki. Asy-Sya’bi berkata:

اَلْعِلْمُ ثَلَاثَةُ أَشْبَارٍ فَمَنْ نَالَ مِنْهُ شِبْرًا شَمَخَ بِأَنْفِهِ وَظَنَّ أَنَّهُ نَالَهُ . وَمَنْ نَالَ الشِّبْرَ الثَّانِيَ صَغرَتْ إِلَيْهِ نَفْسُهُ وَعَلِمَ أَنَّهُ لَمْ يَنَلْهُ ، وَأَمَّا الشِّبْرُ الثَّالِثُ فَهَيْهَاتَ لَا يَنَالُهُ أَحَدٌ أَبَدًا

Ilmu itu ada tiga level. Barang siapa mencapai level pertama maka ia akan menganggap dirinya besar dan ia menyangka ia telah mendapat semua ilmu. Barang siapa mencapai level kedua maka ia merasa kecil dan ia baru mengetahui bahwa ia belum mendapatkan semua ilmu. Dan pada level ketiga, seseorang akan merasa sangat jauh bahkan ia yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa mendapatkan semua ilmu selamanya. [Adabud Dunya waddin]

 

Senada dengan hal tersebut, Al-Munawi berkata : “Jarang sekali seseorang itu sombong dengan pencapaian ilmunya melainkan orang yang minim ilmu lagi sembrono karena ia tidak mengerti jatidirinya dan ia menyangka dengan baru memasuki ilmu bahwa ia telah memiliki ilmu yang lebih banyak dari orang lain. Adapun orang yang berilmu maka ia tahu betapa luasnya ilmu itu dan semua ilmu itu tidak akan tidak mungkin bisa dikuasai sehingga hal membuat dirinya tidak sombong dengan ilmu yang dimilikinya”.  [Faidlul Qadir]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu rendah hati dengan apapun kelebihan yang diberikan Allah kepada kita khususnya ilmu. Semoga Ilmu kita semakin mendekatkan kita kepada Allah SWT.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Monday, April 22, 2024

SUGUHAN TERBAIK

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari ibnu Abbas RA, Nabi SAW bersabda :

مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى

“Selamat datang kepada para tamu (delegasi Abdil Qays) yang datang, tanpa merasa terhina dan menyesal.” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Tidak hanya memerintah untuk memuliakan tamu, Rasul SAW juga merupakan teladan dalam memuliakan tamu bahkan semenjak ketika beliau belum diutus menjadi nabi. Selepas pulang dari gua hira pasca bertemu malaikat Jibril, beliau menggigil ketakutan sehingga meminta agar diselimuti. Khadijahpun menenangkan hati beliau dengan menceritakan kebaikan-kebaikan beliau diantaranya adalah memuliakan tamu. Khadijah berkata :

كَلَّا أَبْشِرْ فَوَاللَّهِ لَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا فَوَاللَّهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ... وَتَقْرِي الضَّيْفَ

"Tidak, Demi Allah, tidaklah Allah akan menghinakanmu selamanya, Demi Allah sesungguhnya engkau adalah orang yang menjaga silahturahim, .... dan menyuguhi tamu. “ [HR Bukhari]

 

Al-Baydlawi berkata : “Orang Arab memiliki akhlak yang baik dengan menjalankan apa yang tersisa dari ajaran Nabi Ibrahim AS, dan mereka tersesat dengan menentang (kufur) pada sebagian besar ajarannya. Maka Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. [Mirqatul Mafatih] Dan di antara  akhlak yang baik adalah memuliakan tamu. Ats-Tsa’aliby berkata :

إِكْرَامُ الْأَضْيَافِ مِنْ عَادَاتِ الْأَشْرَافِ

Memuliakan para tamu adalah kebiasaan dari orang-orang mulia. [At-Tamtsil Wal Muhadlarah]

 

Ibnu Abbas RA berkata :” Allah memberikan harta yang banyak dan para pembantu kepada Nabi Ibrahim, Khalilullah. Nabi Ibrahim membuat rumah khusus untuk menjamu tamu dengan memiliki dua pintu, yaitu satu pintu untuk masuk dan satu pintu untuk keluar. Di dalamnya terdapat meja yang di atasnya terdapat suguhan untuk tamu dan juga disediakan pakaian musim panas dan musim dingin. Maka tamu yang masuk ia memakan hidangan lalu memakai pakaian jika ia tidak memiliki pakaian”. [Ghida’ul Albab]

 

Dari Nabi Ibrahim kita belajar bagaimana menyediakan ruang tamu di rumah kita. Diriwayatkan dari Anas RA, bahwa beliau bersabda :

إِنَّ زَكَاةَ الرَّجُلِ فِي دَارِهِ أَنْ يَجْعَلَ فِيهَا بَيْتًا لِلضِّيَافَةِ

Sesungguhnya zakat (dari rumah) seseorang adalah ia menjadikan satu ruangan di dalam rumahnya untuk menerima tamu. [Syu’abul Iman]

 

Kita tidak akan maksimal memuliakan tamu jika kita tidak memiliki ruangan khusus untuk menerima tamu. Setelah itu barulah kita menyambut mereka dengan hangat sebagaimana hadits utama di atas Rasul SAW bersabda : “Selamat datang kepada para tamu yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” [HR Bukhari]

 

Selanjutnya adalah menyuguhkan hidangan kepada tamu dengan tanpa memaksakan diri. Sahabat Salman RA berkata :

نَهَانَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم أَنْ نَتَكَلَّفَ لِلضَّيْفِ مَا لَيْسَ عِنْدَنَا وَأَنْ نُقَدِّمَ مَا حَضَرَ

Rasul SAW melarang kami untuk memaksakan diri (di luar kemampuan) dalam menyuguhi tamu dari apa-apa (makanan) yang tidak kami miliki dan hendaknya kita menyuguhkan apa yang ada. [Syu’abul Iman]

 

Maka suguhkanlah makanan yang ada. Jabir bin Abdillah berkata :

هَلَاكُ الرَّجُلِ أَنْ يَدْخُلَ عَلَيْهِ الرَّجُلِ مِنْ إِخْوَانِهِ، فَيَحْتَقِرُ مَا فِي بَيْتِهِ أَنْ يَقْدِمَهُ إِلَيْهِ، وَهَلَاكُ الْقَوْمِ أَنْ يَحْتَقِرُوا مَا قُدِّمَ إِلَيْهِم.

Kebinasaan seseorang (pemilik rumah) adalah ketika ada saudaranya masuk rumahnya lalu ia meremehkan makanan yang dimilikinya untuk disuguhkan kepada saudaranya (sehingga tidak jadi disuguhkan), dan kebinasaan satu kaum (tamu) adalah mereka yang meremehkan makanan yang disuguhkan. [Syarhus Sunnah lil Baghawy]

 

Maimun bin Mihran berkata : “Jika engkau kedatangan tamu maka jangan engkau memaksakan diri menyuguhkan makanan yang engkau tidak mampu menghidangkannya. Berilah ia makanan sebagaimana yang dimakan oleh keluargamu dan berilah wajah yang berseri-seri karena jika engkau memaksakan diri diluar kemampuanmu maka boleh jadi engkau menemuinya dengan wajah yang tidak menyenangkan”. [Syu’abul Iman]

 

Maka jangan jadikan makanan untuk suguhan tamu sebagai beban berat, suguhkanlah sesuai dengan kemampuan dan ingatlah bahwa makanan suguhan untuk tamu itu hakikatnya adalah rezeki yang disediakan Allah untuk mereka. Syaqiq Al-Balakhi berkata :

لَيْسَ شَيْئٌ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنَ الضَّيْفِ لِأَنَّ رِزْقَهُ عَلَى اللهِ وَأَجْرَهُ لِي

Tiada sesuatu yang lebih aku sukai daripada tamu karena rizkinya (suguhan untuk tamu) ditanggung oleh Allah sementara pahalanya (dan balasan dari memuliakan tamu) itu untukku. [Siyaru A’lamin Nubala]

 

Sambutlah tamu dengan wajah berseri-seri serta perasaan gembira sebab dibalik menyuguhkan makanan kepada tamu itu ada banyak keutamaan. Al-Hasan Al-Bashri berkata : “Setiap nafkah yang seseorang membelanjakannya untuk dirinya, kedua orangtuanya dan seterusnya itu pasti akan dihisab melainkan nafkah (makanan) yang dibelanjakan seseorang untuk menjamu tamunya maka Allah malu untuk mempertanyakan hal itu kepadanya”. [Ihya Ulumiddin]

 

Diriwayatkan dari sebagian Ulama Khurasan, (sebelah Timur jazirah Arab, meliputi Iran, Afghanistan, dll.) bahwasannya ia menyuguhkan banyak makanan kepada para tamunya sehingga para tamu tidak mampu menghabiskan makanan tersebut dari banyaknya. Apa yang dilakukannya ini dikarenakan telah sampai kepadanya hadits “Sesungguhnya para tamu tatkala mengangkat tangan mereka dari makanan (ketika telah selesai makan) maka orang (pemilik rumah) yang memakan sisa makanan tamu tersebut tidak akan dihisab di hari kiamat nanti. [Ihya Ulumiddin]

 

Dan karena saking semangatnya dalam menjamu tamu, Yahya bin Muadz berkata :

لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا لُقْمَةً فِي يَدِي لَوَضَعْتُهَا فِي فَمِ ضَيْفِي

Seandainya dunia ini berwujud makanan yang ada ditanganku niscaya aku suapkan ke mulut tamuku. [At-Tamtsil Wal Muhadlarah]

 

Tidak hanya memberikan suguhan berupa makanan namun yang tak kalah penting adalah menyuguhkan muka yang berseri-seri dan senang dengan kedatangan tamu. Suatu ketika Al-Awza’i ditanya mengenai bagaimana cara memuliakan tamu maka beliau menjawab :

طَلاَقَةُ الْوَجْهِ وَطِيْبُ الْكَلَامِ

Muka yang berseri-seri dan perkataan yang baik. [Syarhus Sunnah lil Baghawy]

Bahkan ada qil (maqalah, bukan hadits) yang berkata :

اَلْبَشَاشَةُ فِي الْوَجْهِ خَيْرٌ مِنَ الِقرَى

Muka yang berseri-seri (kepada tamu) itu lebih baik daripada suguhan makanan. [Al-Jiddu Al-Hatsits]

 

Maka jika kita memberikan suguhan terbaik kepada para tamu nsicaya mereka pulang dengan tanpa merasa terhina dan menyesal sebagaimana ungkapan Nabi dalam menyambut delegasi diatas.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu menyambut tamu dengan senang hati dan wajah yang berseri-seri sebab kedatangan mereka pada hakikahnya membawa berkah untuk kita.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.