ONE DAY ONE HADITH
Rasulullah SAW bersabda :
مُرُوا الصَّبِىَّ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ وَإِذَا
بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا
“Perintahkan anak ketika ia sudah menginjak usia tujuh tahun untuk
shalat. Jika ia sudah menginjak usia sepuluh tahun, maka pukullah ia jika
enggan shalat.” [HR. Abu Daud]
Catatan Alvers
Ibnu Hajar al-Atsqalani berkata: Apakah anak kecil (Junior) di
syariatkan berpuasa? Menurut Mayoritas Ulama tidak ada beban kewajian syariat atas
anak di bawah umur baligh, namun segolongan ulama salaf seperti ibnu sirin,
az-Zuhri dan pendapat ini diikuti oleh as-Syafi’i berpendapat bahwa anak-anak
di bawah umur diperintah melaksanakan puasa sebagai latihan jika mereka mampu
berpuasa dan para ulama memberi batasan usia seperti sholat pada hadits di
atas. [Fathul Bari]
Jadi, Anak-anak diperintahkan untuk melakukan puasa ketika umur 7
tahun (Usia sekitar kelas 1 SD) dan dipukul (dengan pukulan mendidik) jika ia
berumur 10 tahun (Usia sekitar kelas 4 SD) namun ia meninggalkan puasa. Disebutkan
dalam al-Muhaddzab :
ويضرب على تركه لعشر قياسا على الصلاة
Anak-anak dipukul saat umur 10 tahun jika meninggalkan puasa hal
ini karena diqiyaskan kepada hukum sholat.[al-Muhaddzab]
Para ulama sepakat bahwa ibadah dan berbagai kewajiban tidaklah
wajib kecuali jika seseorang sudah baligh yaitu ketika ia sudah baligh dengan
tanda telah haidh bagi wanita, tumbuh bulu kemaluan atau telah mimpi basah. Namun
mereka menganjurkan agar anak dilatih berpuasa supaya nantinya mereka terbiasa
serta mudah melakukannya ketika sudah wajib nantinya dan tidak meninggalkannya.
Karena tidak dibiasakan sejak kecil seperti inilah, maka orang-orang yang sudah
baligh mereka banyak yang tidak berpuasa di siang ramadhan sebagaimana kita
saksikan.
Pada saat Rasul SAW mensyariatkan puasa wajib (asyura) di madinah
maka semuanya berpuasa baik yang tua maupun anak-anak. Rubayyi’ Binti Mua’awwadz
berkata :
فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا
الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَنَجْعَلُ
لَهُمْ اللُّعْبَةَ مِنْ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ
أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الْإِفْطَارِ
Pasca perintah puasa, maka kami berpuasa dan kami memerintahkan
anak-anak kecil kami berpuasa insyaAllah dan kami pergi ke masjid bersama
mereka dan kami membuat mainan dari bulu. Jika salah seorang dari anak-anak
tersebut menangis (karena lapar) maka kami memberikan mainan tersebut (supaya
terhibur) sampai saat berbuka tiba. [HR Muslim]
Begitu pula yang terjadi pada zaman sahabat umar. Hal ini
diisyaratkan dengan perkataan umar RA ketika didatangkan kepadanya seorang
pemabok di bulan ramadhan. Umar berkata :
وَيْلَكَ وَصِبْيَانُنَا صِيَامٌ
Celakalah kamu, (Kenapa engkau tidak puasa?) padahal anak-anak
kecil kami berpuasa! [HR Bukhari]
Kondisi ini menunjukkan bahwa metode pembiasaan telah diterapkan di
Zaman Rasul dan para sahabatnya. Dalam teori pendidikan islam, Pembiasaan
adalah upaya praktis dalam pendidikan dan pembinaan anak yang mana hasil dari
pembiasaan tersebut adalah terciptanya suatu kebiasaan baik bagi anak didik. Hal
ini mengingat bahwa kebiasaan itu sendiri didefinisikan sebagai tingkah laku
tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan dulu, serta berlaku begitu
saja tanpa dipikir lagi. Seorang anak yang dilatih dan dibiasakan sholat
berjamaah di masjid misalnya ia tidak akan berpikir panjang ketika mendengar
kumandang adzan, Ia langsung akan pergi ke masjid untuk shalat berjamaah. Anak
yang dibiasakan untuk bersedekah sejak dini maka ketika dewasa ia secara
spontan akan bersedekah ketika melihat pengemis atau kotak amal tanpa pikir-pikir
untung ruginya. Begitu pula anak yang telah dibiasakan berpuasa di bulan
ramadhan, ia akan melaksanakan puasa dengan nyaman dan tidak merasa keberatan.
Dalam menjalankan ajaran Islam sangatlah diperlukan pembiasaan
sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri anak kita
dan akhirnya dapat membentuk karakter yang Islami. Metode pembiasaan ini akan berhasil dengan
baik jika berpedoman pada prinsip kebertahapan, kesinambungan, memanfaatkan momentum,
menumbuhkan motivasi intrinsik, dan bimbingan yang kontinyu. Nilai-nilai ajaran
Islam yang menjadi karakter merupakan perpaduan yang bagus (sinergis) dalam
membentuk generasi yang berkualitas, di mana individu bukan hanya mengetahui
kebajikan, tetapi juga merasakan kebajikan dan mengerjakannya dengan didukung
oleh rasa cinta untuk melakukannya. Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka
hati dan fikiran kita beserta anak-anak kita untuk sukacita melaksanakan ajaran
agama islam khususnya puasa ramadhan yang sedang kita jalani ini.
0 komentar:
Post a Comment