ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan RA, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ
فِي الدِّينِ
“Barangsiapa
dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan pemahaman agama
kepadanya.” [HR Bukhari]
Catatan
Alvers
Fenomena
kekinian yang cukup memprihatinkan adalah rendahnya minat dan motivasi seseorang
untuk menuntut ilmu agama. Ilmu agama dinilai sebagai suatu hal yang remeh bahkan
di kalangan kaum muslimin sendiri. Lebih naifnya lagi, sebagian besar mereka
menilainya sebagai ilmu murahan. Bagaimana tidak, Coba kita lihat perbedaan cara
pandang masyarakat kepada lembaga yang mengajarkan ilmu agama semisal TPQ, Madrasah
diniyah atau pondok pesantren di satu sisi dan kepada Lembaga yang mengajarkan
ilmu duniawi semisal lembaga kursus atau universitas. Kebanyakan orang tua
tidak begitu bangga ketika memasukkan anaknya ke madrasah diniyah karena
dianggap rendahan bahkan sebuah keterpaksaan “dari pada ngaggur” namun jika sang
anak berhasil masuk ke sebuah perguruan tinggi maka betapa bangga orang tuanya
dan siap berkorban apa saja.
Lantas,
bagaimana dengan menuntut ilmu agama yang merupakan sebuah kemuliaan hakiki
bahkan kewajiban?. Dalam hadits utama di
atas dinyatakan bahwa “Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia
akan memberikan pemahaman agama kepadanya.” Itu artinya orang yang mau mempelajari
ilmu agama maka ia adalah orang yang dikehendaki baik oleh Allah dan
sebaliknya, orang yang enggan menuntut ilmu agama maka dia terhalang dari
kebaikan [Fathul Bari].
Di
sisi yang lain, bukankah menuntut ilmu agama adalah sebuah kewajiban yang
berdosa jika diabaikan? Rasul Saw bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ
مُسْلِمٍ
”Menuntut
ilmu itu wajib atas setiap muslim”. [HR Ibnu Majah].
Dan
Allah SWT memerintahkan untuk menambah pengetahuan ilmu agama dengan firman -Nya,
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan
katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. [QS Thaha: 114]
Ibnu
Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata:
وَالْمُرَاد بِالْعِلْمِ الْعِلْم الشَّرْعِيّ
الَّذِي يُفِيد مَعْرِفَة مَا يَجِب عَلَى الْمُكَلَّف مِنْ أَمْر عِبَادَاته وَمُعَامَلَاته
، وَالْعِلْم بِاَللَّهِ وَصِفَاته ، وَمَا يَجِب لَهُ مِنْ الْقِيَام بِأَمْرِهِ
، وَتَنْزِيهه عَنْ النَّقَائِض
Adapun
yang dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang
akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah
ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja
yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari
berbagai kekurangan”. [Fathul Bari]
Mempelajari
ilmu agama dan mengamalkannya tidak kalah manfaatnya dengan ilmu umum di dalam
kehidupan dunia. Dikisahkan bahwa di zaman dahulu ada seseorang yang lehernya
cacat, dan ia selalu menjadi bahan ejekan dan tertawaan. Kemudian ibunya
berkata kepadanya, “Hendaklah engkau menuntut ilmu, niscaya Allah akan
mengangkat derajatmu.” Sejak itulah, orang itu belajar ilmu syar’i hingga ia
menjadi orang alim, sehingga ia diangkat menjadi Qadhi (Hakim) di Makkah selama
20 (dua puluh) tahun. Apabila ada orang yang berperkara duduk di hadapannya,
maka gemetarlah tubuhnya hingga ia berdiri. [Ibnul Qayyim Al-Jawziyah, al-‘Ilmu
Fadhluhu wa Syarafuhu]
Maha
benar Allah SWT yang berfirman :
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. [QS Al-Mujadalah: 11]
Namun
demikian, janganlah ilmu agama dijadikan sarana untuk mendapatkan kedudukan
duniawi.
لاَ تَعَلَّمَوْ ا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوْا بِهِ
الْعُلَمَاءَ ، وَلاَ لِتُمَارُوْا بِهِ السُّفَهَاءَ وَلاَ تَجْتَرِثُوْابِهِ فِى
الْمَجَالِسِ اَوْ لِتَصْرِفُوْا وُجُوْهَ النَّاسِ إِلَيْكُمْ ، فَمَنْ فَعَلَ
ذَالِكَ فَالنَّارَ فَالنَّارَ
“Janganlah kalian menuntut
ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di
kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu
untuk penampilan dalam mejelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik
perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka, neraka.
[HR Tirmidzi]
Selanjutnya
yang tak kalah penting bahwa kewajiban itu tidak berhenti pada menuntut ilmu agama
namun juga mengamalkannya sehingga keduanya akan dipertangung jawabkan di akhirat
nanti. Imam Ghazali berkata :
فإنه كما يقال للعالم: لم خالفت علمك؟ يقال
للجاهل: لم لازمت جهلك ولم تتعلم بعد أن قيل لك طلب العلم فريضة على كل مسلم؟
Sebagaimana
akan ditanyakan kepada orang alim “Kenapa engkau menyelisihi ilmumu?, akan
ditanyakan juga kepada orang jahil “kenapa engkau menetapi kebodohanmu dan
enggan belajar padahal sudah dikatakan padamu : mempelajari ilmu itu hukumnya
wajib bagi setiap orang muslim? [Ihya Ulumuddin]
Dalam
Islam, orang yang jahil mendapat dispensasi akan kejahilannya (ma’dzur) jika orang
tersebut jahil (tak mengerti hukum agama) sebab ada udzur, seperti baru masuk
islam atau hidup jauh dari ulama’ sebagaimana diriwayatkan oleh Aswad bin sari’
RA bahwasannya Nabiyallah SAW bersabda :
أَرْبَعَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَصَمُّ
لَا يَسْمَعُ شَيْئًا وَرَجُلٌ أَحْمَقُ وَرَجُلٌ هَرَمٌ وَرَجُلٌ مَاتَ فِي
فَتْرَةٍ فَأَمَّا الْأَصَمُّ فَيَقُولُ رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا
أَسْمَعُ شَيْئًا وَأَمَّا الْأَحْمَقُ فَيَقُولُ رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ
وَالصِّبْيَانُ يَحْذِفُونِي بِالْبَعْرِ وَأَمَّا الْهَرَمُ فَيَقُولُ رَبِّي
لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَعْقِلُ شَيْئًا وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي
الْفَتْرَةِ فَيَقُولُ رَبِّ مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ
لَيُطِيعُنَّهُ فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ أَنْ ادْخُلُوا النَّارَ قَالَ
“Empat (jenis manusia) akan berhujjah (membela
diri) pada hari kiamat : orang tuli yang tidak mendengar apa-apa, orang yang
dungu, orang yang pikun, dan orang yang mati di zaman fatrah (tidak mendapati
Rasul yang diutus). Adapun orang yang tuli akan berkata,’Wahai Rabb,
sesungguhnya agama Islam telah datang, tetapi aku tidak mendengar apa-apa.’ Orang
yang dungu akan berkata,‘Wahai Rabb, sesungguhnya agama Islam telah datang, dan
anak-anak kecil melempariku dengan kotoron hewan.’Orang yang pikun akan
berkata,’Wahai Rabb, sesungguhnya agama Islam telah datang, tetapi aku tidak
paham sedikitpun.’ Dan orang yang mati di zaman fatrah akan berkata,’Wahai
Rabb, tidak ada RasulMu yang mendatangiku.’
فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ
دَخَلُوهَا لَكَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلَامًا
Maka
mereka semua diambil perjanjian bahwa mereka semua benar-benar akan
mentaatiNya. Kemudian mereka diperintahkan untuk memasuki neraka. Maka Demi
Allah, jika mereka memasukinya maka neraka itu menjadi dingin dan
menyelamatkan. [HR Ahmad]
Orang-orang
jahil seperti ini jikapun ia masuk neraka maka neraka akan menjadi dingin dan
menyelamatkan sebagaimana api untuk Nabi ibrahim AS dalam firman Allah Ta’ala:
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا
عَلَى إِبْرَاهِيمَ.
Kami
berfirman: “Hai api, menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi
Ibrahim”. [QS Al-Anbiya’ : 69-70].
Diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir, bahwa Ibnu ‘Abbaas berkata, seandainya Allah tidak berfirman,
“Dan menjadi keselamatanlah bagi Ibraahim,” niscaya dia akan terganggu oleh
dinginnya api itu. [Tafsir Ath-Thabari 17/44]. Al-Hafizh Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Al-Minhal bin ‘Amr, ia berkata, “Aku diberitahu bahwa Ibrahim
tinggal disana (di lubang api) selama 40 atau 50 hari dan beliau berkata,
“Tidak ada hari maupun malam dalam hidupku yang lebih indah daripada ketika aku
berada disana. Bahkan aku menginginkan agar seluruh hidupku seperti ketika aku
berada disana.” [Tafsir Ibnu Abi Hatim]. Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari
menjadikan kita orang-orang yang dikehendaki kebaikan oleh-Nya.
Salam
Satu Hadith,
DR.
H. Fathul Bari Badruddin
PP
Annur2.net Malang, Ind
Temukan
Artikel lainnya dalam
BUKU
ONE DAY ONE HADITH
Kajian
Hadits Sistem SPA
(Singkat,
Padat, Akurat)
Buku
Serial #1 Indahnya Hidup Bersama Rasul SAW
Buku
Serial #2 Motivasi Bahagia dari Rasul SAW
Buku
Serial #3 Taman Indah Musthafa
Harga
Promo, hub.: 08121674-2626
0 komentar:
Post a Comment