ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Ubadah Bin Shamit RA, Rasul SAW bersabda :
لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ
كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Tidak
termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan
menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” [HR Ahmad]
Catatan
Alvers
Socrates
dalam bukunya The Republic menyebut dua profesi yang harus sarjana dimana saat
itu (2.000 tahun sebelum Masehi) sarjana diidentikkan dengan orang yang luas
pengetahuannya, arif dan bijaksana. Siapakah mereka? yang pertama adalah
anggota parlemen, Mengapa? Karena parlemen berwenang membentuk aturan untuk
hidup bersama dengan baik. Dan yang kedua adalah guru. Mengapa demikian? karena
guru bertugas mencetak generasi masa depan dan penerus perjuangan. Pasca
Hiroshima dan Nagasaki dibom atom dan akhirnya Jepang takluk kepada Sekutu,
Kaisar Hirohito bertanya berapa jumlah guru yang tersisa. Dengan sekitar
250.000 guru yang masih hidup, Kaisar Jepang menyatakan tekad, dalam satu
generasi, Jepang akan lebih maju dari kondisi sewaktu ditaklukan. Pada tahun
1960-an, Jepang membuktikan dapat lebih unggul dalam teknologi dan ekonomi dari
banyak negara Barat penakluknya. [nasional kompas com]
“Guru
memang bukan orang hebat, akan tetapi semua orang hebat berkat jasa guru”.
Itulah kata orang bijak. Guru dalam bahasa Jawa merupakan akronim dari
"digugu lan ditiru" (orang yang dipercaya dan diikuti), bukan hanya sekedar
transfer of knowledge akan tetapi lebih dari itu ia mendidik moral dan
spiritual atau menurut Ki Hajar Dewantoro, diistilahkan dengan “cipta, rasa,
dan karsa” dan dalam taksonomi bloom dikenal dengan istilah Ranah Kognitif (aspek
intelektual), Afektif (aspek emosional) dan Psikomotorik (keterampilan motorik).
Seorang
guru amatlah mulia karena tanpa perantaranya manusia tidak akan mengenal
tuhan-Nya. ulama berkata :
لولا المربي، ما عرفت ربي
Seandainya
tidak ada guru, niscaya aku tidak mengenal Tuhanku [Kitab Hikmatul Isyraq]
Rasul
SAW menerangkan kemuliaan guru dalam sabda beliau :
إنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِيْ جِحرِهَا وَحَتَّى الْحُوْتَ
لَيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
Sesungguhnya
Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, beserta penghuni langit dan bumi, bahkan semut
yang berada dalam sarangnya, demikian pula dengan ikan-ikan; Semuanya berdo’a
untuk orang-orang yang mengajarkan kebajikan pada manusia.” [HR Tirmidzi]
Jika
Allah dan malaikatnya saja memberikan kemuliaan kepada guru maka bagaimana
sikap murid memuliakan kepadanya? Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri RA berkata,
كنا جلوسا في المسجد فخرج
رسول الله صلى الله عليه وسلم فجلس إلينا ولكأن على رؤوسنا الطير ، لا يتكلم أحد
منا
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka
keluarlah Rasulullah SAW kemudian duduk di hadapan kami. Maka
seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang
berbicara” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah].
Zaid
bin Tsabit RA ketika hendak menuju kendaraannya (Baghal) maka Ibnu Abbas
menuntunkan tali hewannya untuknya. Melihat hal ini, Zaid bin Tsabit RA merasa
sungkan dan tidak mau mendapatkan perlakukan spesial seperti itu, iapun berkata
: “Tolong lepaskan talinya wahai putra paman Rasul SAW!” Maka Ibnu Abbas
seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari Ahli Bait Nabi
yang pernah mendapatkan ilmu darinya berkata :
هكذا نفعل
بالعلماء ؛ لأنه كان يأخذ عنه العلم
Beginilah perlakuan (adab) kami terhadap
ulama (guru) karena ia telah berjasa menyampaikan ilmu.
Lalu Zaid bin Tsabit RA mencium tangan Ibnu
Abbas dan berkata:
هكذا أمرنا
أن نفعل بأهل بيت نبينا صلى الله عليه وسلم
Beginilah kami diperintahkan berbuat terhadap
ahli bayt Nabi kami SAW. [Ghidza’ul Albab]
Itulah
sebagian dari hak guru sebagaimana hadits utama di atas. Di sisi lain, Kebaikan
dari orang lain haruslah kita balas dengan kebaikan. Salah satu cara membalas kebaikan
adalah dengan mendoakannya. Rasul SAW bersabda :
وَمَنْ أَتَى إِليْكُم مَعْروفاً فَكَافِئُوه
فَإِنْ لَمْ تَجِدوا فَادْعُوا لَهُ، حَتَّى يَعلَمَ أن قَد كَافَئْتُمُوه
“Apabila
ada yang berbuat baik kepadamu maka balaslah dengan balasan yang setimpal. Apabila
kamu tidak bisa membalasnya, maka doakanlah dia hingga engkau memandang telah
mencukupi untuk membalas dengan balasan yang setimpal. [HR. Bukhari dalam
al-Adab al-Mufrad]
Seperti
itulah yang dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal kepada gurunya. Beliau
berkata:
إِنِّيْ لأَدْعُو اللهَ لِلشَّافِعِيِّ فِيْ
صَلاَتِيْ مُنْذُ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً، أَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ
وَلِوَالِدَيَّ وَلِمُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ الشَّافِعِيِّ
Aku mendoakan al-Imam al-Syafi’i dalam shalat
saya selama empat puluh tahun. Aku berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang
tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i.” [al-Baihaqi, Manaqib al-Imam
al-Syafi’i]
Bahkan
disamping doa, ada juga yang menambah dengan sedekah. Al-Imam an-Nawawi berkata
:
وَقَدْ كَانَ بَعْضُ الْمُتَقَدِّمِيْنَ إِذَا
ذَهَبَ إِلَى مُعَلِّمِهِ تَصَدَّقَ بِشَئْ ٍوَقَالَ اللَّهُمَّ اسْتُرْعَيْبَ
مُعَلِّمِي عَنِّى وَلاَ تَذْهَبْ بَرَكَةَ عِلْمِهِ مِنِّى
Sebagian
(Ulama) terdahulu jika berangkat menuju gurunya ia bershodaqoh dengan sesuatu
kemudian berdoa: Ya Allah, tutuplah aib guruku dariku. Jangan hilangkan
keberkahan ilmunya dariku [al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab] Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati
untuk senantiasa memuliakan dan mendoakan guru sampai akhir hayat kita.
Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari Alvers
NB.
Hak Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi
oleh Allah SWT. Mengubah dan menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak.
*Silahkan Share tanpa mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas
perkataan orang lain tanpa menisbatkan
kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah
tercela [Imam Abdullah Alhaddad]
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata
Jasmani
Ayo Mondok! Nggak Mondok Nggak Keren!
0 komentar:
Post a Comment