*CATATAN ALVERS*
*DEFINISI*
Rabu Wekasan (Jawa) adalah ritual (sholat,
dzikir, doa tertentu dll ) yang dilaksanakan pada hari Rabu terakhir bulan
Shafar dengan keyakinan sebagai usaha untuk menghindarkan diri dari 320.000
(tiga ratus dua puluh ribu) macam bala’ dan malapetaka yang diturunkan pada malam
tersebut.
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum sholat
rebo wekasan. Karena hukumnya demikian maka kita tidak boleh saling
menyalahkan. Masing-masing punya dalil dan kita bisa memilih pendapat mana yang
kita yakini. Tulisan ini merupakan ringkasan pendapat pro kontra mengenai hukum
sholat rebo wekasan *untuk bahan pengetahuan bukan untuk diperdebatkan.*
*PRO :*
Hal ini bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin
Umar Ad-Dairobi (w.1151 H) dalam kitab Mujarrobat ad-Dairobi. Begitu pula kitab:
”Al-Jawahir Al-Khams” karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-‘Atthar (w. th
970 H), Hasyiyah As-Sittin, dll.
Sebagian Habaib dan kyai melakukan sholat
rebo wekasan meskipun dengan metode yang berbeda-beda. Diantaranya :
Ad Da'i Ilallah Al Habib Muhammad Bilfaqih berasal
dari Al Hafidz Al Musnid Al Quthub Al Habib Abdullah Bilfaqih Radhiyallahu
Anhum dari Al IMAMUL HABR Radhiyallahu Anhu melaksanakan acara shalat tolak
bala' Rabu wekasan setiap tahunnya.
Di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang
Jawa Tengah, setiap malam rabu terakhir bulan Shofar dan dilaksanakan ba’da
sholat maghrib, ada kegiatan berupa melaksanakan sholat sunnah hajat lidaf’il bala’.
*KONTRA :*
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu
Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “....Tidak ada kepercayaan datangnya
malapetaka di bulan Shafar...” [HR Bukhari dan Muslim]
Muktamar NU ke-3 juga pernah menjawab tentang
hukum berkeyakinan terhadap hari naas, misalnya hari ketiga atau hari keempat
pada tiap-tiap bulan. Para Muktamirin mengutip pendapat Ibnu Hajar al-Haitami
dalam Al-Fatawa al-Haditsiyah sbb: “Barangsiapa bertanya tentang hari sial dan
sebagainya untuk diikuti, bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus
dikerjakan serta mengetahui keburukannya, semua itu merupakan perilaku orang
Yahudi dan bukan petunjuk orang Islam yang bertawakal kepada Sang Maha
Pencipta. Apa yang dikutip tentang hari-hari naas dari sahabat Ali kw. adalah
batil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari
semua itu” (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54).
Hadratus Syeikh KH. M. Hasyim Asy’ari menyatakan
bahwa ritual Rebo Wekasan tidak ada dasarnya dalam Islam (ghairu masyru’). Umat
Islam juga dilarang menyebarkan atau mengajak orang lain untuk mengerjakannya. Beliau
juga melarang seseorang berfatwa atau mengambil hukum dari kitab mujarrabat dan
kitab nuzhatul majalis.
Keputusan musyawarah NU Jawa Tengah tahun
1978 di Magelang juga menegaskan bahwa shalat khusus Rebo Wekasan hukumnya
haram, kecuali jika diniati shalat sunnah muthlaqah atau niat shalat hajat.
Muktamar NU ke-25 di Surabaya (Tanggal 20-25
Desember 1971 M) juga melarang shalat yang tidak ada dasar hukumnya, kecuali
diniati shalat mutlaq.
*KESIMPULAN :*
Masalah rebo wekasan tidak hanya masalah
sholat namun juga akidah (kepercayaan) akan adanya hari sial. Tulisan ini merupakan
ringkasan dan sengaja tidak diberikan kesimpulan yang lebih, supaya tidak
menambah pro dan kontra. Lana A’maluna Walakum A’malukum.
Wallahu A’lam.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari Alvers
0 komentar:
Post a Comment