ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Anas bin
Malik RA, Rasul SAW bersabda :
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
“Makan sahurlah kalian karena di dalam makan sahur terdapat
barokah.” [HR Bukhari – Muslim]
Catatan Alvers
Kata Sahur merupakan kata yang
familier untuk kaum muslimin apalagi pada bulan ramadhan namun dalam bahasa
arab, dengan bentuk tulisan yang sama maka ia bisa dibaca sahur atau suhur
dengan implikasi makna yang berbeda. Imam Nawawi berkata :
بِفَتْحِ السِّينِ وَضَمِّهَا فَالْمَفْتُوحُ
اِسْمٌ لِلْمَأْكُولِ وَالْمَضْمُوْمُ اِسْمٌ لِلْفِعْلِ
Kata “Sahur” dengan
huruf sin dibaca fathah dan “Suhur” dibaca dlammah, jika dibaca “Sahur” maka
berarti nama untuk makanan-nya dan jika
dibaca “Suhur” berarti nama pekerjaannya (makan).
[Al-Minhaj Syarah Muslim]
Al-Qari berkata : Riwayat yang
“mahfudzah” (terjaga) menurut para ahli hadits adalah huruf sin dibaca
fathah “Sahur” yang berarti makanan dan minuman untuk sahur. Al-Jazari berkata
: Mayoritas riwayat membaca huruf sin dengan fathah “Sahur”. Namun ada pendapat
“Qila” Yang benar adalah sin dibaca Dlammah “Suhur” karena suhur itu
berbentuk mashdar (yang menyatakan pekerjaan) sedangkan pahala itu terdapat
dalam pekerjaannya (yakni makan) bukan pada makanan-nya. [Tuhfatul Ahwadzi]
Ibnu Hajar berkata : Kata
S-hur itu bisa dibaca (kedua-duanya, yaitu) fathah “sahur” atau dlammah “suhur”
pada huruf sin-nya karena yang dimaksud berkah bisa jadi berupa pahala sehingga
yang tepat dibaca dlammah “Suhur” dan bisa jadi yang dimaksud berkah adalah
timbulnya kekuatan fisik untuk berpuasa, menjadikan giat seseorang dan
meringankan masyaqqat (kesulitan) selama berpuasa sehingga yang tepat
dibaca fathah “Sahur” karena itu berarti makanan. [Fathul Bari]
Mengenai hukum Sahur,
Al-Mubarakfuri berkata “perintah dalam hadits (utama di atas) adalah “Amr nadb”
(perintah yang menunjukkan anjuran). [Tuhfatul Ahwadzi] karena Nabi sering
tidak berniat puasa pada malam harinya namun ketika pagi tidak menemukan makanan
barulah beliau berniat puasa yang mana itu artinya beliau tidak makan sahur [Lihat
artikel Odoh dengan judul Niat Puasa]. Imam Nawawi berkata :
وَأَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى اسْتِحْبَابِهِ
وَأَنَّهُ لَيْسَ بِوَاجِبٍ
Para ulama sepakat
bahwa hukum sahur adalah sunnah dan tidak wajib.
[Al-Minhaj Syarah Muslim]
Adapun batasan masa sahur
dikatakan oleh para ulama, diantaranya Sayyed bakri berkata:
انَّ السَّحُوْرَ يَدْخُلُ وَقْتُهُ بِنِصْفِ
اللَّيْلِ فَالْأَكْلُ قَبْلَهُ لَيْسَ بِسَحُوْرٍ فَلَا يَحْصُلُ بِهِ السُّنَّةُ
Sahur itu mulai
masuk waktunya pada separoh malam. Maka makan malam sebelum masuk waktu itu
tidaklah dinamakan sahur sehingga tidak memperoleh kesunnahan makan sahur.
[I’anatut Thalibin]
Syeikh Ibrahim Al-Bayjuri
berkata : Sahur merupakan kekhususan ummat ini karena ummat terdahulu mereka hanya
diperbolehkan makan malam sebelum waktu isyak dan sebelum tidur. Jika ada yang
tertidur maka ia tidak boleh lagi makan walaupun tidurnya dilakukan sebelum
waktu isyak. [Al-Bayjuri] Bukankah Rasulullah SAW bersabda :
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ
أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (ummat
terdahulu) adalah makan sahur.” [HR Muslim]
Bahkan seperti itu pula model
puasa ummat islam pada masa awal. [Al-Bayjuri] Al-Barra' meriwayatkan :
"Di kalangan para sahabat Nabi SAW, Jika seseorang berpuasa lalu ia
tertidur saat tiba waktu berbuka maka ia tidak (diperbolehkan) makan pada malam
itu dan siang harinya ia tetap berpuasa. Suatu ketika Qais bin Shirmah
Al-Anshariy melaksanakan puasa lalu ketika tiba waktu berbuka dia mendatangi
isterinya seraya bertanya: "Apakah kamu punya makanan?" Isterinya
berkata: "Tidak, namun aku akan keluar mencari makanan buatmu".
(sembari menunggu makanan) ia tertidur karena kecapekan setelah bekerja keras
di siang harinya (tadi). Ketika isterinya datang dan melihat ia tertidur maka
isterinya berkata: "Betapa Ruginya kamu" (karena tidak dapat makan di
malam hari). Keesokan harinya, di tengah siang hari Qais-pun jatuh pingsan
(karena lapar). Persoalan ini kemudian disampaikan kepada Nabi SAW, Lalu
turunlah firman Allah SWT yaitu : "Dihalalkan bagi kalian pada malam bulan
puasa bercampur dengan isttri-isteri kalian". Dengan turunnya ayat ini
para sahabat merasa sangat senang, hingga kemudian turun sambungan ayatnya:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ
لَكُمْ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ
"Dan makan minumlah kalian hingga terang bagi kalian benang
putih dari benang hitam (yaitu waktu terbitnya fajar shadiq)".
[QS Al-Baqarah : 197] [HR Bukhari]
Syeikh Ibrahim Al-Bayjuri
berkata : Sahur merupakan kesunnahan dan mengakhirkan sahur merupakan
kesunnahan yang lain. [Al-Bayjuri] Sahur disunnahkan karena hadits utama
diatas, dan mengakhirkan sahur disunnahkan karena Rasul SAW bersabda :
لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا
الْإِفْطَارَ وَأَخَّرُوا السُّحُورَ
Ummatku senantiasa
berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan
makan sahur. [HR Ahmad]
Dan seperti itu pula yang
dilakukan beliau. Zaid bin Tsabit RA sahur bersama Nabi SAW pada akhir malam
dimana jarak antara adzan (subuh) dan sahur beliau adalah lamanya (seseorang
membaca qur’an) sekitar 50 ayat.” [Lihat HR Bukhari] Hadits ini menjadi batasan
waktu untuk mendapatkan kesunnahan mengakhirkan makan sahur. [I’anatut
Thalibin]
Mengakhirkan sahur ini
dilakukan dengan catatan selama seseorang itu tidak ragu atau khawatir akan
masuknya waktu subuh. Jika terjadi ragu-ragu apakah sudah masuk subuh apa belum
maka ia masih diperbolehkan untuk makan sahur karena menurut hukum “ashal”
dianggap belum masuk subuh. Namun hal ini beresiko sebab jika terbukti ternyata
ia salah, maka puasanya tidak sah sehingga ia harus meng-qadlai puasa hari
tersebut. [Al-Bayjuri] Dan jangan gagal paham dengan hadits Nabi SAW:
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ
عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Apabila seseorang dari kalian mendengar suara adzan sedangkan
tempat makanan (piring atau gelas) masih berada di tangannya maka janganlah ia
meletakkannya sehingga ia memenuhi hajatnya (dengan meneruskan makan minumnya)”
[HR Ahmad]
Ketahuilah bahwa yang dimaksud
adzan pada hadits tersebut adalah adzannya bilal, adzan malam sebelum subuh dan
bukan adzan subuh karena adzan subuh itu dikumandangkan oleh Ibnu Ummi maktum.
Atau hukum tersebut berlaku bagi orang yang meragukan akurasi adzan subuh yang
didengarnya. Hal ini disebabkan finishnya sahur bukan tergantung pada suara adzan
namun tergantung pada (kenyataan) terbitnya fajar shadiq. [Aunul Ma’bud]
Lantas apa bentuk keberkahan
sahur itu? Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : (dengan sahur itu berarti) mengikuti
sunnah, menyelisihi ahli kitab, memperkuat diri dalam ibadah, menambah semangat
beraktifitas, mencegah akhlak buruk yang diakibatkan rasa lapar, menjadi
peluang bersedekah kepada orang yang meminta atau bisa sahur bersamanya, dan
menjadi sebab untuk melakukan dzikir dan doa di waktu mustajab serta menjadi
kesempatan berniat puasa bagi yang lupa sebelumnya. [Fathul Bari]
So, jangan tinggalkan makan
sahur meskipun dengan sesuap nasi atau seteguk air, Nabi SAW bersabda :
السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوهُ
وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
Makan sahur adalah
barokah maka janganlah kalian meninggalkannya walau dengan minum seteguk air
karena Allah Azza wa Jalla dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang makan
sahur. [HR Ahmad]
Dan sebaiknya ketika sahur
jangan tinggalkan kurma, Nabi SAW bersabda :
نِعْمَ سَحُوْرُ الْمُؤْمِنِ التَّمْرُ
“Makanan sahur yang paling baik bagi seorang mukmin, adalah
kurma” [HR Ibnu Hibban]
Wallahu A'lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk senantiasa
menambah ilmu pengetahuan tentang puasa dan bisa mempraktekkannya sesuai dengan
tuntunan Nabi SAW.
Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari, S.S.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Serasa Wisata Setiap Hari
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren Lho!
NB.
Hak cipta berupa karya ilmiyah ini dilindungi oleh Allah
SWT. Dilarang mengubahnya tanpa izin tertulis. Silahkan Share tanpa mengedit
artikel ini. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia
adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam Alhaddad]
0 komentar:
Post a Comment