ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar RA, Nabi SAW bersabda:
إِنِّي لَأَمْزَحُ وَلَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا
Sesungguhnya
aku bergurau namun aku tidak mengatakan (dalam guaraunku) kecuali perkataan
yang benar. [HR Thabrani]
Catatan
Alvers
Gegara
corona, orang-orang terpaksa berdiam diri di rumah dalam waktu yang relatif
lama. Boleh jadi lama kelamaan hal ini mendatangkan perasaan bosan dan bete dan
tak jarang akan mendatangkan pertengkaran. Sehingga dalam meme yang beredar di
medsos disebutkan “Setelah lockdown seminggu dilaporkan kasus pencurian 0,
kecelakaan lalu lintas 0, pelanggaran rambu-rambu lalu lintas 0 Dan
pertengkaran dalam rumah tangga 2.345 Kasus”.
Dalam
kondisi seperti ini, sepertinya dibutuhkan bercanda untuk mencairkan suasana
dalam keluarga. Ya, bercanda sekedarnya dan tak melampaui batas akan dapat
mengusir galau dan bete. Sayyid Muhammad Al-Murtadlo mengatakan :
اِعْلَمْ أَنَّ الْمِزَاحَ اِذَا كَانَ عَلىَ
الْاِقْتِصَادِ مَحْمُوْدٌ
Ketahuilah
bahwa bercanda adalah baik dan terpuji jika dilakukan secara proporsional.
[Ittihaf Sadatil Muttaqin]
Seseorang
bertanya :”Apakah Nabi pernah bergurau?”. Ibnu Abbas RA menjawab “Ya”. Orang
itu bertanya lagi : Bagaimana gurauan Nabi? Ibnu Abbas RA menjawab : Rasul
mengenakan pakaian kepada salah seorang istri beliau baju yang terlalu besar
ukurannya. Maka dengan nada bercanda, Rasul SAW bersabda kepadanya :
اِلْبَسِيْهِ وَاحْمَدِي اللهَ وَجُرِّي مِنْ
ذَيْلِكِ هَذَا كَذَيْلِ الْعَرُوْسِ
Pakailah
baju ini dan bersyukurlah kepada Allah lalu dan tariklah bagian bawah baju mu
yang menjuntai (karena kebesaran) seperti baju pengantin. [Kanzul Ummal]
Syeikh
Abdul Hamid Kasyk meriwayatkan bahwa pada hari Idul Adha, Nabi SAW mendatangi
muadzin beliau, Bilal bin Rabah, Dan bertanya : "Kamu berkurban apa,
Bilal?" Bilal menjawab : “Aku tidak memiliki apa-apa untuk aku sembelih
kecuali ayam jago maka aku akan menyembelihnya”. Maka dengan bercanda, Rasul
SAW menimpalinya :
مُؤَذِّنٌ ضَحَّى بِمُؤَذِّنٍ
"Muadzin
menyembelih muadzin " [Fi Rihabit Tafsir]
Layaknya
candaan zaman now “Jeruk makan jeruk”. Ya, benar demikian apa yang disabdakan
Nabi SAW. Bukankah bilal adalah muadzin yang bertugas mengingatkan orang untuk
shalat dan demikian pula ayam jago ia mengingatkan orang untuk shalat subuh
dengan kokoknya sebagaimana Rasul SAW bersabda :
لَا تَسُبُّوا الدِّيك فَإِنَّهُ يَدْعُو إِلَى
الصَّلَاة
Janganlah
kau mencela ayam, sebab ia menyerukan (manusia) untuk shalat [HR Ahmad]
Candaan
beliau tidak hanya dengan perkataan tapi suatu ketika juga dengan perbuatan.
Suatu hari Rasul SAW menyuruh Anas bin malik untuk suatu keperluan. Diapun
pergi dan ketika dia sampai di pasar dia melewati anak-anak yang sedang
bermain, namun tiba-tiba Rasul SAW memegang “Qafa” (leher belakang) nya dari
belakang sambil tertawa-tawa (bercanda). Beliau bersabda:
يَا أُنَيْسُ ، أَذَهَبْتَ حَيْثُ أَمَرْتُكَ
"Wahai
Anas kecil, Apakah kamu sudah pergilke tempat yang aku suruh tadi?."
Anas
menjawab : “Iya sudah, Wahai Rasul”. [HR Muslim]
Contoh
lagi adalah apa yang disampaikan oleh Abu hurairah RA, Ia berkata :
أنَّهُ عليه الصلاة والسلام كَانَ يُدْلِعُ لِسَانَهُ
لِلْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ وَيَرَى الصَّبِيُّ لِسَانَهُ فَيَهُشُّ إِلَيْهِ
Rasul
SAW pernah menjulurkan lidah beliau kepada Hasan bin Ali (sewaktu masih kecil)
dan tatkala anak kecil melihat lidah beliau maka anak itu akan menggeliat
senang. [Bariqah Mahmudiyah]
Semua candaan ini dilakukan oleh Rasul untuk
“Idkhalus Surur” (menyenangkan orang lain). Maka Rasul bukanlah pribadi yang
kaku, killer, menakutkan justru beliau itu murah senyum sehingga orang lain
merasa betah dan nyaman bergaul dengan beliau sehingga Abdullah Bin Harits bin
Jaz’ berkata :
مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَكْثَرَ تَبَسُّمًا مِنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Tidaklah aku menemui seseorang yang lebih
banyak senyumnya dari pada Rasul SAW. [HR Turmudzi]
Prilaku ini juga diteladani oleh para
sahabat. Qurrah bertanya “Apakah para sahabat Nabi juga bercanda?” Maka Ibnu
Sirin berkata :
مَا كَانُوا
إِلا كَالنَّاسِ , كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَمْزَحُ
Mereka tak ubahnya (dalam bercanda) seperti
orang-orang lainnya dan Ibnu Umar juga bercanda. [HR Thabrani]
Ibnu
Umar ditanya : Apakah Para sahabat Nabi tertawa?. Ia menjawab:
نَعَمْ ، وَالْاِيْمَانُ فِي قُلُوْبِهِمْ أَعْظَمُ
مِنَ الْجِبَالِ
Ya,
padahal Iman yanga ada dalam hati mereka lebih besar dari gunung. [Mushannaf
Abdur Razzaq]
Jadi
bukan berarti orang yang alim lantas pasang muka cemberut dan wajahnya
menakutkan orang lain. Para sahabat itu tidaklah demikian, keadaan mereka itu
sungguh menyenangkan semua orang.
Ketika
Aisyah bermain boneka, Nabi bertanya kepadanya :“Apa ini?”Aisyah menjawab : “Bonekaku”,
beliau bertanya kembali, “Dan apa ini yang ada ditengah-tengahnya?”Aisyah jawab
:
أَوَمَا
سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ خَيْلًا لَهُ أَجْنِحَةٌ؟
“(ini
adalah sayapnya), Tidakkah Engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman putra
Daud mempunyai seekor kuda yang bersayap”.
Mendengar
candaan ini, maka Rasul pun tertawa sampai terlihat gigi gerahamnya. [HR Baihaqi]
Maka
gurauan itu boleh-boleh saja asalkan menetapi batasannya. Ibnu hibban berkata :
لِلْمَرْءِ أَنْ يَمْزَحَ مَعَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ
بِمَا لَا يُحَرِّمُهُ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ
Diperbolehkan bagi seseorang untuk bercanda dengan
muslim saudaranya dengan candaan yang tidak diharamkan oleh Al-Quran dan
hadits. [Shahih
Ibnu Hibban]
Misalnya
dengan menakut-nakuti, membayakan, dusta, meremehkan.
Umar RA berkata : Tahukah kalian mengapa gurau itu
disebut dengan “mizah” (yang artinya jauh) ? Ia melanjutkan perkataannya :
لِأَنَّهُ أَزَاحَ صَاحِبَهُ عَنِ الْحَقِّ
“hal itu dikarenakan gurauan akan menjauhkan
orangnya dari kebenaran”. [Ittihafus Sadatil Muttaqin]
Dikatakan juga “setiap sesuatu memiliki
benih dan benih permusuhan adalah gurauan”.
“Gurau itu bisa menerjang larangan dan memutus tali
pertemanan”.
[Ittihafus
Sadatil Muttaqin]
Imam Nawawi menukil perkataan ulama :
اَلْمِزَاحُ الْمَنْهِيّ عَنْهُ هُوَ الَّذِي فِيْهِ
إِفْرَاطٌ وَيُدَاوَمُ عَلَيْهِ
“Gurau yang dilarang itu adalah gurau yang melewati
batas dan dilakukan terus menerus”.
Karena
hal itu akan menyebabkan tertawa dan kerasnya hati
(sebab banyak tertawa), memalingkan dari dzikir kepada Allah. Dan seringkali
berpotensi menyakiti orang lain, menyebabkan dengki, menghilangkan wibawa.
Adapun orang yang bisa terhindar dari hal-hal tersebut maka hukumnya mubah
sebagaimana dilakukan oleh Rasul SAW. [Al-Adzkar]
Seseorang bertanya : Apakah guyonan termasuk
kemungkaran? Maka Sufyan bin uyainah berkata:
بَلْ هُوَ سُنَّةٌ وَلَكِنْ لِمَنْ يُحْسِنُهُ
bahkan itu adalah sunnah tetapi bagi orang yang bisa
bercanda dengan baik [Faidlul Qadir].
Wallahu
A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk terus bisa merasakan
kebahagiaan dengan apa yang ada dan membahagiakan orang lain dengan perkataan
dan perbuatan kita.
Salam
Satu Hadits,
Dr.
H. Fathul Bari Alvers
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Sarana
Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo
Mondok! Mondok Itu Keren Lho!
NB.
Hak
Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan
menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan Share tanpa
mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia
adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam
Alhaddad]
0 komentar:
Post a Comment